Pilpres 2024

Mengapa Hak Angket Tak Bisa Ubah Hasil Pilpres? Ternyata Begini Aturan Hukumnya

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Capres cawapres peserta Pilpres 2024: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Wacana hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres 2024 menjadi sorotan, namun ternyata hak angket ini tak bisa batalkan hasil pilpres.

TRIBUNWOW.COM - Wacana hak angket DPR RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang digaungkan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, hingga kini menjadi sorotan.

Sebagian publik menanyakan, apakah hak angket bisa mengubah atau membatalkan hasil Pilpres 2024, yang sementara dimenangkan oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka?

Ternyata jawabannya adalah tidak, mengapa demikian? Simak penjelasan pengamat serta aturan hukum terkait hak angket dan sengketa hasil pilpres berikut ini:

Baca juga: Bukan Hasil Pilpres, Pengamat Sebut Hak Angket Bisa Pengaruhi Nasib Jokowi: Potensi Termakzulkan

Tak Bisa Batalkan Hasil Pilpres

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) Ichsan Anwary menyebut hak angket milik DPR RI tidak akan bisa membatalkan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2024.

“Hak angket DPR hanya berdampak kepada penyelenggara negara tetapi tidak bisa membatalkan hasil Pemilu 2024 khususnya pemilihan presiden yang sedang santer dibahas dimana-mana," kata dia, Minggu (25/2/2024).

Ichsan menjelaskan pengajuan hak angket hanya boleh dilakukan anggota DPR berdasarkan kepentingan hukum dan fungsi lembaga legislatif serta tidak boleh dicampur tangani oleh pihak manapun.

“Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk menyelesaikan sengketa pemilu, setelah diputuskan maka hasilnya final dan tidak bisa dipengaruhi Hak Angket DPR,” kata dia.

Aturan Hukum

Ketentuan itu, tertuang dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk, salah satunya, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Ichsan menilai seharusnya pembahasan hak angket tidak perlu tergesa-gesa dibahas karena hasil pemilu hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU RI.

Menurut dia seharusnya para peserta pemilu sabar menunggu hasil pemungutan suara dan penghitungan suara setelah hasilnya ditetapkan.

Kata Ichsan, jika ada pihak yang merasa dirugikan karena kecurangan dan ada sengketa maka berhak mengajukan untuk diperiksa di MK dengan berbagai bukti yang sudah disiapkan.

Setelah melalui prosedur pengajuan dan disidang di MK, jika kecurangan hasil perolehan suara tersebut tidak dapat dibuktikan secara signifikan, maka pemenang pemilu sah dan tidak dapat dibatalkan. 

"Contohnya seperti ini, jika kubu yang kalah berhasil membuktikan kecurangan perolehan suara pemenang tetapi hasilnya masih tetap unggul suara pemenang maka MK akan mengabaikan dan pemenang pemilu dianggap sah,” ucap dia.

Dia menyebutkan jalan satu-satunya untuk mengubah hasil pemilu adalah pihak yang kalah harus mampu membuktikan secara signifikan berapa banyak perolehan suara curang yang dilakukan oleh pemenang berdasarkan alat bukti yang sah.

Ichsan menekankan kedudukan antara hak angket DPR dan pemeriksaan di MK terhadap hasil pemilu, adalah dua hal yang berbeda yang kepentingannya juga berbeda.

Dia menyebut hak angket hanya berdampak kepada penyelenggara negara, sedangkan pemeriksaan di MK dampaknya bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat berdasarkan fakta-fakta persidangan yang disajikan para pihak.

"Sekali lagi saya tekankan, Hak Angket tidak akan dapat mebatalkan hasil pemilu yang telah diputuskan oleh MK karena itu merupakan ketentuan mutlak dalam konstitusi," pungkas Ichsan.

Diketahui, Hak angket merupakan salah satu hak yang dimiliki DPR. Hak DPR. Hak ini diatur dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Baca juga: 3 Tokoh Gaungkan Narasi Kecurangan Pemilu dan Hak Angket, Projo: Jangan Terkecoh Ulah Elite Politik

"Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 79 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2014.

Penjelasan lebih lanjut tentang hak angket ada di Pasal 199 dan seterusnya. Di Pasal 199 (1) disebutkan bahwa Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

Lebih lanjut, ayat (2) berbunyi "Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undangundang yang akan diselidiki; dan b. alasan penyelidikan. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Jumlah kursi di DPR saat ini sebanyak 575 dari sembilan fraksi.

Koalisi pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di DPR jika dijumlahkan lebih besar ketimbang fraksi pendukung Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka.

Fraksi Parpol Pendukung Prabowo-Gibran:

Fraksi Golkar : 85 kursi (14,78 persen).
Fraksi Gerindra : 78 kursi (13,57 persen).
Fraksi Demokrat : 54 kursi (9,39 persen).
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) : 44 kursi (7,65 persen).

Jumlahnya: 261 kursi atau 45,39 persen.

Fraksi Parpol Pendukung Ganjar-Mahfud digabung dengan Anies-Imin:

Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) : 128 kursi (22,26 persen).
Fraksi PPP : 19 kursi (3,30 persen).
Fraksi Nasdem : 59 kursi (10,26 persen).
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) : 50 kursi (8,70 persen).

Fraksi PKB : 58 kursi (10,09 persen).

Jumlahnya: 314 kursi atau 54,61 persen. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pakar Hukum: Hak Angket Hanya Berdampak ke Penyelenggara Negara, Tak Bisa Batalkan Hasil Pilpres