Pilpres 2024

Prabowo-Gibran Unggul Telak di Kandang Banteng, Pengamat Sebut Efek Jokowi, PDIP Ungkap Hal Berbeda

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prabowo-Gibran saat kirab kebangsaan dalam kampanye akbar di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (28/1/2024) sore. Terbaru, hasil quick count Pilpres 2024 memperlihatkan, pasangan Prabowo-Gibran unggul telak di 'Kandang Banteng', mengapa demikian?

TRIBUNWOW.COM - 'Kandang Banteng' (daerah-daerah yang menjadi lumbung suara PDIP), kini justru dikuasai oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Keunggulan telak Prabowo-Gibran di 'Kandang Banteng' terlihat dari hasil quick count sejumlah lembaga.

Lantas, mengapa bisa pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD kalah di 'Kandang Banteng'? Berikut analisis sejumlah pengamat dab peneliti:

Baca juga: Satu Keunggulan Sementara Ganjar-Mahfud dibanding Prabowo-Gibran berdasarkan Real Count KPU RI

Pengaruh Jokowi

Berdasar data hasil hitung cepat sementara dua lembaga survei Charta Politika dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Prabowo-Gibran mengalahkan pesaingnya Ganjar Pranowo-Mahfud MD – pasangan yang diusung PDIP – di kantung basis suara partai berlambang banteng ini.

Padahal, menurut peneliti dari Charta Politika, Nachrudin, elektabilitas partai pengusung Ganjar-Mahfud itu masih tergolong tinggi.

Pengaruh sosok Presiden Joko Widodo tak bisa dilepaskan dari kemangan Prabowo-Gibran di wilayah-wilayah tersebut.

“Memang kuatnya faktor Jokowi adalah PDIP, lalu Jokowi adalah bapaknya Gibran. Itu rasanya lebih mendominasi dan membuat orang sadar terhadap atribusi tersebut daripada mengenal Ganjar sebagai orang PDIP,” ujar Nachrudin kepada BBC News Indonesia pada Kamis (15/02).

Senada, peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri menjelaskan pengaruh Jokowi ini tak hanya dari sisi personal, tapi karena "punya bobot pemerintahan".

Meski begitu, politikus PDIP, Masinton Pasaribu, mengatakan rendahnya suara Ganjar-Mahfud di sejumlah daerah yang dianggap lumbung suara PDIP akibat adanya "tangan-tangan berkuasa" yang turut andil.

Ia pun menyangkal apa yang disebut sebagai 'Jokowi effect' atau efek Jokowi, yang membuat suara Ganjar-Mahfud turun dalam hasil hitung cepat.

Apa Efek Jokowi pada Elektabilitas Prabowo-Gibran di ‘Kandang Banteng’?

Berdasarkan hasil sementara hitung cepat (quick count ) dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Charta Politika pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berhasil meraih mayoritas suara di Jawa Tengah & Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & Nusa Tenggara.

Sementara, jika dibandingkan dengan hasil resmi KPU dalam Pilpres 2019, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil unggul di ketiga wilayah tersebut.

Di Jawa Tengah, misalnya, Jokowi berhasil meraih suara sebesar 76,47 persen. Pada pemilu kali ini, Prabowo mendapatkan mayoritas suara, yakni 52,98 persen berdasarkan LSI dan 50,78?rdasarkan Charta Politika.

Di Bali dan Nusa Tenggara, jumlah suara yang diperoleh Prabowo-Gibran mencapai kisaran 60,04% hingga 62,19%. Hasil ini mencerminkan perolehan suara Jokowi di daerah tersebut yang mencapai 69,15%.

Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, mengatakan ada ‘gap’ antara perolehan suara yang besar bagi Prabowo-Gibran dan untuk partai-partai pengusungnya.

“Misalnya di beberapa daerah yang diunggulkan dan menjadi basis PDIP ternyata juga tidak memenangkan Ganjar," ungkap pengamat yang biasa dipanggil Puput.

"Menurut saya di situ irisan Jokowi yang kemudian jadi berpengaruh dalam konteks pilpres 2024 ini,” lanjutnya.

Meskipun partai pengusung Prabowo-Gibran, Gerindra dan Golkar berhasil mencapai peringkat kedua dan ketiga dalam hasil sementara hitung cepat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), tidak berhasil lolos ke Senayan.

Sementara, PDIP masih menjadi partai yang mendominasi di Pemilu 2024, meskipun elektabilitas Ganjar-Mahfud berada di peringkat terakhir.

Puput menduga hal itu berkat fenomena yang disebut ‘efek Jokowi’.

“Jadi efek Jokowi ada dua, Jokowi sebagai personal. Yang kedua adalah bobot Jokowi sebagai presiden dan tentunya punya bobot pemerintahan dan lain-lain berpengaruh terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran,” katanya.

Baca juga: Unggul di Quick Count, Gibran Ngaku Kader PDIP Sudah Ada yang Memberikan Selamat Menang Pilpres 2024

Karena Prabowo-Gibran selalu menyampaikan bahwa mereka berencana melanjutkan program-program Jokowi, kebanyakan pemilih setia Jokowi lebih memilih mereka daripada Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP.

Terbukti, menurut hasil exit poll dari Litbang Kompas, sebanyak 53,5?ri pemilih Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 memilih Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Sementara, hanya 23,2?ri pemilih Jokowi memilih Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024.

Di luar daerah-daerah kandang banteng, ada pula Kalimantan yang juga didominasi oleh pemilih Prabowo-Gibran dengan 65% suara, berdasarkan data dari Litbang Kompas.

Menurut peneliti Charta Politika, Nachrudin, sentimen positif pada Prabowo-Gibran cukup tinggi di Kalimantan karena mereka berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diusung Presiden Jokowi.

“Kalau saya menilai bahwa ketika ibu kota negara ditempatkan di Kalimantan, memang ada rasa kebanggaan masyarakat Kalimantan terhadap apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi.

“Sehingga ketika ada beberapa paslon yang kontra terhadap IKN, itu membuat elektabilitas tidak terlalu baik di wilayah Kalimantan,“ ujar Nachrudin.

Selain pengaruh sosok Jokowi, Nachrudin juga menyebut aktivitas pemerintah seperti pembagian bansos dan kunjungan pemerintah ke daerah-daerah yang seharusnya menjadi ceruk suara Ganjar-Mahfud turut meningkatkan elektabilitas Prabowo-Gibran.

“Jadi memang yang target utama terkait penggerusan suara paslon untuk memenangkan Prabowo-Gibran, itu memang target utamanya adalah paslon Ganjar-Mahfud,“ ungkapnya.

PDIP Ungkap Hal Berbeda

Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, menduga rendahnya suara Ganjar-Mahfud di sejumlah daerah yang dianggap lumbung suara PDIP akibat adanya "tangan-tangan berkuasa" yang turut andil.

“Itu difokuskan di kantong -kantong suara Ganjar Mahfud. Kalau kita lihat trennya, kumpulan suara partai politik, itu mereka tidak terlalu memfokuskan untuk partai politik pengusung 02,” kata Masinton kepada BBC News Indonesia.

Selain itu, ia mengatakan bahwa daerah-daerah seperti Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara masih ia anggap sebagai ‘kandang banteng’.

Sebab, elektabilitas PDIP masih unggul di daerah-daerah itu.

“Melihat realita lapangan, masyarakat yang pro-PDIP kemudian kompromikan. Permainan di lapangannya sudah begitu, terserah mereka pilihnya partai apa aja, yang penting 02 menang,” kata Masinton.

Lebih lanjut, ia membantah adanya pengaruh Jokowi yang kuat dalam kemenangan Prabowo-Gibran.

Meski begitu, Nachrudin dari Charta Politika menyatakan bahwa PDIP masih menjadi partai yang melekat pada sosok Jokowi. Sehingga, di beberapa daerah, PDIP masih tetap unggul meskipun Ganjar-Mahfud tidak mendominasi.

“Secara pilihan elektoral di pileg DPR RI, saya lihat PDIP masih unggul di wilayah -wilayah tersebut. Memang agak anomali ketika hari ini. Ketika PDIP yang mencalonkan Ganjar tapi pemilihnya tidak memilih pasangan Ganjar-Mahfud,” katanya.

Baca juga: Viral Tangkapan Layar Hasil Quick Count Anies-Imin 41,47 Persen, Voxpol Pastikan Hoaks, Ini Aslinya

Sumatera Barat: Asal Bukan Jokowi

Sumatra Barat yang sebelumnya menjadi basis pendukung Prabowo dalam Pemilu 2019, justru dalam pemilu kali ini, sebagian besar masyarakat mengalihkan dukungannya ke Anies Baswedan.

"Alasan pertama saya beralih dukungan ke Anies adalah karena saya merasa kecewa dengan keputusan Prabowo yang mau menjadi menterinya Jokowi," kata Sri Hartati, warga Kota Padang, Rabu (14/04).

Selain itu, dia juga mengaku kecewa dengan dipilihnya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai pendamping Prabowo dalam Pilpres 2024.

"Menurut saya, dia tidak pantas menjadi wakil presiden," kata Sri.

Menurut pengamat politik BRIN, Aisah Putri Budiarti, peralihan suara warga Sumatera Barat dari Prabowo ke Anies merupakan tren yang wajar dan konsisten.

Sebab, masyarakatnya cenderung memihak pada calon yang berseberangan dengan Jokowi.

“Memang dari pilpres-pilpres dan pileg sebelumnya, trennya memang bukan pemilih PDIP dan bukan pemilih Jokowi juga. Jadi pasti bekerja dalam konteks kelompok yang berlawanan arah dari Prabowo-Gibran, dalam hal ini Anies,” kata Puput.

Berdasarkan data real count di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (16/02) pukul 08.00 WIB, Anies unggul sebesar 57,3% di Sumatera Barat.

“Sumatra Barat memang loyalis dari dulu kelompok non-PDIP dan kelompok Islamis juga, jadi pasti arahnya ke Anies bukan Prabowo,” pungkasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di BBC dengan judul Mengapa Prabowo-Gibran unggul di ‘kandang banteng’?