Asa Hendro Yulius Suryo, Ubah Mindset Generasi Muda di Penyangga IKN Lewat Branding Teknologi

Penulis: Vintoko
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret siswa SD Al Azhar 35 Surabaya saat mempersiapkan diri mengikuti lomba Junior Robotic Competition 15 Desember 2018.

TRIBUNWOW.COM - Belum pernah terbesit di pikiran Hendro Yulius Suryo Putro (38) akan menjadi pengajar di tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya.

Hendro Yulius Suryo Putro merupakan seorang pendidik asal Mojokerto, Jawa Timur yang menorehkan prestasi gemilang lewat ekstrakurikuler (ekskul) robotika di SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya.

Lulusan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu sebelumnya sukses mengantarkan siswa-siswanya meraih banyak penghargaan lomba robotik di ajang nasional hingga internasional.

Hendro Yulius Suryo, peraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU) Indonesia Awards (SIA) 2019 bidang teknologi (kiri) dan siswa SD Al Azhar 35 Surabaya saat mempersiapkan diri mengikuti lomba Junior Robotic Competition 15 Desember 2018 (kanan). (Kolase/Dok Astra dan Instagram @awgroboticcourse)

Berkat Hendro, sapaan akrabnya, SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya menjelma menjadi sekolah bertaraf internasional hingga diakui banyak pihak.

Tak berhenti di situ saja, Hendro juga mendirikan lembaga sekolah robotik secara independen bernama AWG (Adicita Wiraya Guna) Robotic Course.

AWG Robotic Course binaan Hendro bahkan sudah bekerja sama dengan beberapa sekolah di Indonesia, seperti dari Surabaya, Jombang, Sidoarjo, Pasuruan, Makassar, Palu hingga Sorong.

Bahkan, pria kelahiran 18 Mei 1985 itu menerima penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) pada tahun 2019 di bidang teknologi.

Segala kesuksesan yang didapatnya ternyata tak membuat Hendro berpuas diri.

Selepas meraih banyak prestasi, Hendro merasa perlu melanjutkan perjuangannya mengenalkan pendidikan robotika di daerah lain.

"Saya berpikir ini sudah jalan, apa lagi yang saya cari," kata dia kepada TribunWow.com, Sabtu (4/11/2023).

Pada tahun 2020 yakni saat masa pandemi Covid-19, Hendro mendapat kabar bahwa Ibu Kota Negara Indonesia akan pindah ke Kalimantan.

"Saya berpikir untuk mencoba ingin masuk ke Kalimantan, siapa tahu bisa berkontribusi ke sana. Paling nggak saya berkontribusi ke mahasiswanya untuk punya mindset yang baru," kata dia optimis.

Hendro kemudian memilih karier sebagai dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagai cara yang bisa dilakukannya.

Menjadi PNS, membuat Hendro harus meninggalkan Surabaya dengan segala kisah keberhasilannya.

"Galau mau berangkat (ke Kalimantan) atau tidak. Konsultasi ke beberapa orang, orangtua. Mungkin itu jalannya," ucap Hendro.

"Karena memang saya punya motivasi kalau Ibu Kota-nya betul-betul pindah, maka perlu support SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas," sambung dia.

Hendro membawa misi ke Banjarmasin, yaitu mengubah mindset generasi muda terkhusus mahasiswa di daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) lewat branding inovasi teknologi.

Hendro awalnya mengaku kaget saat pertama kali menginjakkan kaki di Banjarmasin pada Januari 2021.

Menurutnya, Banjarmasin tergolong tertinggal jauh daripada Surabaya di bidang robotika-nya.

Oleh karena itu, Hendro merasa punya tanggungjawab moral untuk menularkan kesuksesannya saat di Surabaya ke Banjarmasin.

"Mereka (mahasiswa) akan menjadi guru-guru di sekolah, mengajar anak-anak di jenjang SD, SMP, SMA. Sehingga pada 2045 nanti mereka menjadi generasi emas Indonesia. Harapannya membawa Indonesia lebih maju," tutur Hendro.

Perjuangan Hendro di Banjarmasin akhirnya dimulai setelah ia menggelar sejumlah event dan workshop yang mengusung inovasi teknologi.

"Buat apa adanya dulu, yang sederhana, yang penting jalan, yang penting siswa siswi di sini senang, itu dulu."

"Kompetisi masih sederhana, belum sampai level yang tinggi," terang Hendro.

Tentu jalan Hendro tak selalu mulus dan menemui sejumlah masalah.

"Kurang tenaga, di sini saya sendirian, jadi agak susah, saya belum dapat timnya," ucapnya.

Meski demikian, Hendro optimistis Kalimantan, terkhusus di Banjarmasin masih bisa mengejar ketertinggalan di bidang teknologi robotika.

Menurutnya, pemerintah perlu ambil bagian dalam memajukan Bumi Kalimantan agar semakin melek dengan teknologi.

"Saya optimis kalau bidang teknologi, asalkan memang sekali lagi (ada) dukungan dari pemerintah," harap Hendro.

Meski menemui kesulitan, Hendro tak patah arang.

Ia nantinya akan memboyong sekolah robotiknya untuk membuka cabang di Banjarmasin.

"Jadi mulai dari nol lagi, babat alas lagi. Kalimantan ini gak bisa main-main karena (tahun) 2024 ini sudah boyongan ke sini," kata Hendro.

Untuk langkah ke depan, Hendro akan membentuk tim yang kuat sama seperti di Surabaya.

"Jadi ke depan cari tim dulu yang kuat. Kemudian membranding di inovasi teknologi. Mau robotika, aplikasi, mau AI (kecerdasan buatan), apapun itu bisa masuk,kemungkinan brandingnya inovasi teknologi," lanjut dia.

Sukses Berkat Ekskul Robotika

Kegiatan siswa SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya saat ekstrakurikuler robotik. (Instagram @awgroboticcourse)

Dalam kesempatan sebelumnya, Hendro menceritakan kisah awalnya mengantarkan siswa-siswanya menyabet banyak prestasi di tingkat nasional hingga internasional melalui ekskul robotika.

Semua bermula ketika Hendro mengawali kariernya sebagai pengajar di SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya di tahun 2007.

Saat bergabung, Hendro harus diperhadapkan dengan kondisi sekolah yang terancam ditutup karena jumlah muridnya yang sedikit.

"Sekolah ini mau ditutup dinas karena jumlah muridnya sangat berkurang, kelas 7 SMP itu aja hanya 6 (murid), kelas 8 (ada) 18, kelas 9 kalau nggak salah (ada) 32," kenang Hendro.

"Dinas ngomong, sekolah ini kalau tidak mencapai 20 maka (sekolah) nanti akan ditutup. Sehingga kami harus mencari murid sejumlah minimal 20."

Hendro pun harus memutar otak untuk mendapatkan murid agar sekolah itu tetap bertahan.

Berbagai cara dilakukan Hendro hingga berhasil memenuhi jumlah minimal murid tersebut.

"Alhamdulillah dapat (murid), tapi kami ini seperti sales, door to door, merayu orang tua, merayu siswa. Kami persis seperti sales," beber lulusan S1 Pendidikan Fisika itu.

Hal ini terus dilakukan Hendro, hingga pada tahun 2010 ia diamanahi menjadi wakil kepala sekolah.

Permasalahan jumlah murid tak kunjung selesai meski Hendro sudah menjadi wakil kepala sekolah.

"Kemudian (tahun) 2011, saya mulai berpikir. Sekolah ini harus punya branding, kalau nggak punya branding ya akan begini terus. Dan hasilnya juga akan sama," ujar Hendro.

Lalu, Hendro mendapatkan ide untuk membuat ekskul robotika di SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya.

Ide ekskul robot itu didapatnya setelah menghadiri sebuah kontes robot yang diadakan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada tahun 2010.

Menurutnya, brand teknologi robotik dapat mendongkrak prestasi sekolah sehingga banyak siswa yang akan bergabung nantinya.

Meski tak memiliki pengalaman di bidang robotik, Hendro optimistis dapat mewujudkan ekskul robotik dengan menggandeng trainer ahli di bidangnya.

"Akhirnya saya memberanikan diri membuka ekskul dan meminta bantuan pada mahasiswa ITS Fisika saat itu untuk membantu," tutur dia.

Selepas membuka ekskul itu, Hendro pun langsung menargetkan untuk mendapat juara di lomba robotik.

Namun langkah Hendro menemui jalan terjal.

Sejumlah lomba robotik yang diikutinya kurang mendapat hasil baik.

"Di luar sana sudah bagus-bagus ternyata, kompetitornya. Akhirnya si trainer ini mundur," ucap Hendro.

Awal Keberhasilan

Lomba RoboCup 2017 Robo Soccer. (Instagram @awgroboticcourse)

Tak patah semangat, Hendro lantas mencari trainer atau pelatih lagi dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di tahun 2012.

"Saya diskusi bahwa sekolah ini ingin punya brand teknologi, sehingga semua event itu kita ingin juara. Kami akan support dari sisi program, pelatihan, pembinaan, pendanaan. Yang mentraining itu support dari sisi melatih anak-anak."

Kerja keras Hendro akhirnya berbuah manis.

Di ITS Expo tahun 2012, tim Hendro berhasil menyabet juara 1 dalam kompetisi Robot Cleaner atau robot pemungut sampah.

"Mendapat juara nasional itu langsung meledak, orangtua senang, anak-anak senang," kata dia dengan antusias.

"Akhirnya kami karena saking semangatnya, semua event robotik itu kami ikuti."

Setelah itu, Hendro berhasil mengantarkan siswanya untuk meraih gelar juara di beberapa lomba, satu di antaranya lomba di Universitas Airlangga (UNAIR) pada bulan September 2012.

Mereka juga menyabet juara lomba robotik di beberapa kota, seperti di Sidoarjo dan Bandung.

Hal ini tentu membuat semangat dan motivasi Hendro berlipat.

Hingga pada tahun 2014, Hendro memberanikan diri untuk mengikuti lomba robotik tingkat internasional di Beijing, China.

Saat itu, Hendro membuat karya inovasi robot penyiram tanaman atau yang diberi nama Loving Plant Robot.

Berkat inovasi teknologi dari robot ini, Hendro dan anak didiknya mendapatkan penghargaan special award di ajang internasional.

"Akhirnya wartawan itu datang semua, kami tidak tahu siapa yang ngabarin, karena mungkin event internasional," kata dia semangat.

Sepulang dari Beijing, mental siswa-siswa didikan Hendro mulai naik.

Sejumlah lomba di tingkat nasional berhasil dilibas oleh Hendro dan siswanya.

"Ternyata beda ya, anak-anak yang sudah ditandingkan di level internasional ke nasional. Mental bertandingnya itu lain, hampir setiap event di nasional itu kami mesti juara," ucap Hendro.

Bahkan, masalah SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya yang sebelumnya kesulitan dalam mencari murid akhirnya lambat laun dapat teratasi.

Sukses Branding Sekolah

Berkat prestasinya yang gemilang, Hendro kemudian diangkat menjadi kepala sekolah SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya di tahun 2016.

Pria yang kini berusia 38 tahun itu mengakui branding yang dilakukannya di sekolahnya akhirnya berhasil.

"Saya branding sekolah ini menjadi sekolah berbasis project. Karena saya paham bahwa anak-anak itu tidak semuanya pandai matematika, pandai logika berpikir, tapi ada yang pandai seni, pandai cerdas di alam, linguistik," ujarnya.

Hendro menuturkan, dirinya kemudian menggabungkan kurikulum Cambridge dengan kurikulum nasional di SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya.

Hingga SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya, kata Hendro, menjadi sekolah muslim di Surabaya bertaraf internasional di tahun 2017.

Dirikan Sekolah Robotik

Tak berpuas diri, Hendro yang masih bersemangat ingin mengembangkan kesuksesannya ke sekolah-sekolah lain di Indonesia.

Hendro bersama tiga rekannya lantas mendirikan lembaga sekolah robotik secara independen bernama AWG (Adicita Wiraya Guna) Robotic Course di tahun 2017.

"Saya berpikir kalau kita membuat ekskul robot saja, maka Al Azhar aja. Tapi kalau kita buat sekolah robotnya kan bisa berkontribusi untuk banyak orang," kata Hendro.

Berkat kerja kerasnya, AWG Robotic Course berhasil meraih beberapa prestasi yang membanggakan dan menarik banyak sekolah untuk menjalin kerjasama.

Tercatat sudah ada lebih dari 20 sekolah dari Surabaya, Jombang, Sidoarjo, Pasuruan, Makassar, Palu hingga Sorong yang bekerja sama dengan AWG Robotic Course.

Saat itu juga sudah ada 300-an anak yang tercatat menjadi murid AWG Robotic Course.

Raih Penghargaan SATU Indonesia Awards 2019

Hendro Yulius Suryo (dua dari kanan) saat menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2019 di bidang teknologi. (Dok Astra)

Jalan panjang Hendro itu akhirnya membawanya mengikuti Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) sekitar bulan Juni 2019.

Saat mendaftarkan dirinya, Hendro mengaku tak berekspektasi menjadi juara.

Pasalnya, di tahun sebelumnya yakni pada 2018, Hendro juga sempat mendaftar SIA dengan mengusung aplikasi yang bernama YukBelajar.

Namun, aplikasi buatan Hendro itu hanya sampai di tingkat provinsi dan gagal melaju ke jenjang nasional.

Hingga pada akhirnya, Hendro kembali mencoba mendaftar ke SIA dengan robotiknya.

"Saya tidak punya ekspektasi apa-apa, lolos enggaknya. Tapi kemudian dapat kabar lolos ke Jakarta," jelas Hendro.

Setelah dinyatakan lolos, Hendro lalu presentasi di hadapan para juri.

Saat itu, Hendro ditanya para juri alasan peringkat pendidikan Indonesia selalu di bawah meski ia selalu berhasil membawa siswa-siswanya menjadi juara di tingkat nasional hingga internasional.

"Saya bilang gini, selama Ujian Nasional itu masih ada, Indonesia tidak akan bisa naik kualitas pendidikannya."

"Kenapa? Karena ujian nasional itu ujiannya hanya memilih jawaban yang benar, itu sama sekali tidak berlatih berpikir pemecahan masalah dan by project."

"Kalau di robotik, mereka diberikan permasalahan, mereka memecahkan permasalahan itu sendiri. Mereka membuat inovasi mereka sendiri, melihat kondisi di lapangan itu masalahnya apa, mereka mencoba memecahkan masalahnya mencari solusinya kemudian baru membuat alatnya," tegas Hendro kala memberikan jawabannya.

Menurut Hendro, keterampilan berpikir seperti itu perlu diajarkan dan dilatih sejak dini.

Sehingga, siswa nantinya bisa memiliki keterampilan berpikir yang baik dan matang saat dewasa.

Hendro akhirnya berhasil menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2019 di bidang teknologi.

"Saya diumumkan juara karena berhasil menjuarakan anak-anak meningkatkan literasi, numerasi, keterampilan berpikir, teknologi sejak dini," pungkas Hendro.  (TribunWow.com/Vintoko)