Terkini Nasional

Prabowo Berduka, Politisi Gerindra Desmond J Mahesa Tutup Usia, Simak Kisah Hidup sang Aktivis 1998

Editor: Via
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/8/2016).

TRIBUNWOW.COM - Desmond Junaidi Mahesa, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR RI, dikabarkan meninggal dunia pada Sabtu (24/6/2023).

Berita ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, yang merupakan tangan kanan Prabowo Subianto, Ketua Umum partai berlambang garuda tersebut.

Rupanya semasa hidupnya, Desmond yang sempat menjadi sorotan lantaran vokal saat Komisi II DPR terkait kasus Ferdy Sambo maupun saat bersama Mahfud MD, adalah seorang aktivis di tahun 1998, dan sempat mengalami penculikan.

Baca juga: Desmond Sebut Prabowo Paling Bagus Jadi Capres 2024, PKS Sayangkan jika Anies Baswedan Cuma Cawapres

“Iya benar (Desmond Junaidi Mahesa meninggal dunia),” kata Habiburokhman.

Desmond mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mayapada Jakarta.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI tersebut rencananya disemayamkan di rumah duka Jalan Saco 1 No.1 RT 1/RW 4, Ragunan, Jakarta Selatan.

Selama hidupnya, Desmond menorehkan banyak kisah.

Sebelum terjun ke politik, dia merupakan seorang aktivis.

Desmond bahkan pernah menjadi salah satu korban penculikan akitvis pro demokrasi pada tahun 1998.

Sejak saat itulah, namanya mulai dikenal publik.

Baca juga: Ucapkan Selamat, Rocky Gerung Sebut Mahfud MD Sudah Menang Dikeroyok Lawan DPR saat Rapat

Wakil Komisi III DPR Desmond J Mahesa dalam rapat dengar pendapat umum dengan keluarga simpatisan FPI yang tewas ditembak, Kamis (10/12/2020). (Capture YouTube DPR RI)

Kisah penculikan

Era sebelum reformasi, Desmond dikenal sebagai seorang aktivis.

Kala itu, dia menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN), Cerita penculikan terhadap Desmond bermula pada 3 Februari 1998.

Saat itu, sekitar pukul 02.30 WIB, kantornya di kawasan Cililitan, Jakarta Timur, didatangi 8-10 orang.

Pagi harinya, pukul 08.00 WIB, kembali datang orang tak dikenal.

Namun, Desmond mengaku tak curiga pagi itu menjadi hari dia diculik.

"Kemudian, saya keluar kantor naik bus nomor 06 sampai di Kampung Melayu," kata Desmond dalam pemberitaaan Harian Kompas, 13 Mei 1998.

"Antara LAI dan GMKI, saya dihadang dua orang yang menodong dengan senjata. Sesudah ditodong, saya bergerak, kacamata saya jatuh, saya sulit mengenali orang. Tetapi ada mobil Suzuki Vitara warna abu-abu di GMKI. Jatuhnya kacamata membuat saya tidak leluasa dapat bergerak karena mata saya minus dan silinder, jadi sulit untuk mengenal orang. Saya diringkus, dimasukkan mobil, kepala saya ditutup seperti tas hitam dan musik diputar keras-keras serta dihimpit dua orang. Sejak itu saya tidak tahu diputar-putar, setelah 50 menit saya sampai di suatu tempat," kisahnya.

Baca juga: Kabar Duka, Ratu Elizabeth II Wafat di Usia 96 Tahun, Ini Riwayat Sakitnya 1 Tahun Terakhir

Selanjutnya, Desmond mengaku diborgol, matanya ditutup kain hitam.

Selama tiga jam, ia diinterogasi tentang aktivitasnya.

"Setelah itu saya dibawa ke bak air. Setelah sempat disuruh menyelam, saya ditanya lagi soal sikap saya. Setelah selesai, saya dibawa ke sebuah ruangan dengan enam sel. Di situ sudah ada Yani Afri dan Sony, keduanya anak DPD PDI Jakut yang ditangkap Kodim Jakarta Utara soal peledakan bom di Kelapa Gading," demikian kesaksian Desmond saat itu.

Setelah sehari Desmond ditahan, aktivis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) Pius Lustrilanang masuk, disusul aktivis Haryanto Taslam.

Menurut Desmond, ada tawaran yang diberikan penculik kepadanya.

Ia diminta mengaku bersembunyi di Garut.

Namun, kala itu Desmond mengajukan skenario lainnya: pergi ke Irian Jaya untuk melakukan penelitian.

Pada malam hari, seusai makan malam, Desmond menjalani pemeriksaan secara bergantian.

Saat pemeriksaan, matanya ditutup kain hitam.

Desmond mengaku tak dapat mengidentifikasi sosok penculiknya.

Sebab, tanpa kacamata, penglihatannya sangat terbatas.

Ia juga tak bisa memastikan lokasi penculikannya selama dua bulan.

Demikian pula soal di mana dia ditempatkan, apakah di sebuah rumah, kantor, atau bangunan lainnya.

"Pokoknya sebuah bangunan besar permanen, namun sepi," kata dia.

Desmond baru dilepaskan dua bulan setelahnya.

Saat dibebaskan, dia dibawa dengan menggunakan mobil.

Salah seorang yang membawanya memberikan tiket pesawat Garuda menuju Banjarmasin dengan nama yang tertera pada tiket bukan namanya.

Ia diturunkan sekitar 100 meter sebelum Terminal F Bandara Soekarno Hatta.

Sesampainya di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, Desmond langsung melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polresta Banjarmasin.

Terjun ke politik

Penculikan itu tak membuat nyali Desmond ciut.

Dia kembali ke Jakarta dan tak lama membuka kantor hukum bernama Des & Des yang lantas berganti nama menjadi Treads & Associate.

Desmond menjabat sebagai direktur di kantor hukum yang ia bangun.

Hampir sepuluh tahun berselang sejak penculikannya, Desmond terjun ke politik.

Dia bergabung dengan Partai Gerindra.

Pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 12 Desember 1965 itu pun menjajal peruntungannya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif lewat Pemilu 2009.

Mengantongi 13.349 suara dari daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Timur, Desmond berhasil melenggang ke Parlemen sebagai anggota DPR periode 2009-2014.

Keberhasilan itu terulang pada Pemilu 2014.

Maju lewat dapil Banten, Desmond mengantongi 61.275 suara.

Sementara, pada Pemilu 2019, Desmond berhasil meruap 103.837 suara.

Tercatat, tiga periode sudah Desmond duduk duduk sebagai legislator.

Selama menjabat, Desmond banyak menyoroti persoalan hukum dan keamanan di Komisi III DPR.

Adapun Desmond menamatkan pendidikan sarjana hukum di Universitas Mangkurat, Banjarmasin pada tahun 1994.

Dia lantas melanjutkan studi pascasarjana hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM dan meraih gelar magister pada tahun 2005.

Begitu mengantongi gelar sarjana, Desmond mendirikan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada tahun 1994.

Selama tahu 1995-1996, dia menjabat sebagai Presidium Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Setelahnya, dia menjadi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Nusantara Bandung (1996-1997), lalu Direktur YLBH Nusantara (1997-1998), dan Ketua YLBH Banjarmasin (1997-1998).(*)

Berita terkait lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Obituari Desmond J Mahesa, Aktivis 1998 yang Terjun ke Politik..."