Konflik Rusia Vs Ukraina

Menteri Vladimir Putin Ungkap Hasil Pertemuan Rahasia Bos Intelijen Rusia dan AS di Turki

Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan tingkat tinggi di Geneva, Swiss pada Juni 2021. Terbaru, pertemuan bos intelijen dari AS dan Rusia di Turki pada November 2022 tidak menghasilkan apa-apa.

TRIBUNWOW.COM - Kepala Badan Intelijen Rusia Sergey Naryshkin dan Kepala Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) alias CIA, William Burns sempat melakukan pertemuan rahasia di Turki pada November tahun 2022.

Pada konferensi pers, Rabu (18/1/2023), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengungkapkan hasil pertemuan kedua bos intelijen tersebut.

Dikutip TribunWow dari rt, Lavrov menjelaskan bahwa tidak ada keseriusan dari AS untuk menyelesaikan konflik di Ukraina.

Baca juga: Karena Terlanjur Bantu Zelensky, AS dkk Dituding Larang Ukraina Berdamai dengan Rusia

Dalam pertemuan yang terjadi di Turki, AS menekankan tidak akan mengambil langkah lebih jauh dari kebijakan pemerintah mereka.

Lavrov sendiri sempat menyayangkan informasi pertemuan Burns dan Naryshkin bocor ke media.

Menurut keterangan Lavrov, AS menjamin bahwa pertemuan kedua petinggi intelijen di Turki bersifat rahasia dan tidak akan dibuka ke publik untuk menghindari agar pertemuan tersebut tidak dijadikan propaganda.

"Kita setuju, tetapi begitu mereka tiba di Ankara, (berita) langsung bocor. Saya tidak tahu dari mana itu berasal," kata Lavrov.

Pada minggu ini, Naryshkin memberikan sinyal ia siap untuk kembali bertemu Burns.

Sebelumnya diberitakan, AS dituding telah mengirimkan ratusan tentara hingga anggota intelijen mereka ke Ukraina.

Tuduhan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menyebut AS telah terlibat langsung dalam konflik di Ukraina.

Dikutip TribunWow dari rt, Lavrov mengungkapkan hal ini ketika melakukan wawancara di sebuah stasiun televisi Rusia, Rabu (28/12/2022).

Baca juga: Akui Ukraina Dikirimi Senjata yang Semakin Canggih, Rusia Susun Strategi Putus Bantuan Negara Barat

Lavrov menyoroti bagaimana AS semakin terlibat dalam konflik di Ukraina terlepas dari pernyataan pemerintah AS yang tidak ingin ikut campur dalam konflik.

Lavrov menduga, keterlibatan tentara AS bahkan sudah ada sejak tahun 2014 silam.

Ia menuduh Badan Intelijen AS yakni CIA telah menyusupi Badan Intelijen Ukraina.

Lavrov juga mengklaim bahwa atase militer AS yang berbasis di Kyiv/Kiev bertugas menjadi penasihat untuk pemerintah Ukraina.

Menurut Lavrov, Rusia saat ini tengah diperangi oleh kelompok negara-negara barat yang dipimpin oleh AS.

Sudah 10 bulan berlalu konflik antara Ukraina dan Rusia berlangsung sejak 24 Februari 2022.

Pada konflik yang berlangsung hampir satu tahun ini, total ada 6.884 warga sipil yang tewas dalam konflik.

Dikutip TribunWow dari aljazeera, data ini disampaikan oleh Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejak 24 Februari 2022 hingga 26 Desember 2022, total ada 17.831 warga sipil menjadi korban perang.

Berikut detail dari 6.884 warga sipil yang tewas dalam konflik:

- 2.719 pria

- 1.832 wanita

- 391 remaja

- 38 anak-anak

- 1.904 mayat orang dewasa tak teridentifikasi

Korban jiwa dan luka-luka paling banyak berasal dari daerah Donetsk dan Luhansk.

Meskipun angka tersebut sudah tergolong tinggi, PBB menyatakan besar kemungkinan jumlah korban jiwa di lapangan jauh lebih banyak karena adanya jeda dalam laporan dari lapangan.

Hanya dalam hitungan hari, tahun 2023 akan segera datang.

Namun konflik antara Ukraina dan Rusia masih belum jelas kapan akan berakhir.

Dikutip TribunWow dari bbc, ahli berpendapat sosok yang menjadi penentu akhir konflik ini bukanlah Presiden Rusia Vladimir Putin.

Penampakan ratusan makam misterius di Izyum, wilayah Ukraina yang sempat dikuasai oleh Rusia. Tempat ini diyakini merupakan bukti kuat kejahatan perang yang dilakukan Rusia. (YouTube BBC News)

Baca juga: Drone Ukraina Serang Pangkalan Udara Pesawat Bomber Rusia, Videonya Beredar di Medsos

Argumen ini disampaikan oleh ahli studi perang, dari King College London, Barbara Zanchetta.

Barbara menjelaskan, awal penyebab konflik di Ukraina berlarut-larut disebabkan oleh Putin yang tidak menyangka Ukraina akan memberikan perlawanan yang keras.

Putin juga tidak memperkirakan bahwa Ukraina akan mendapat banyak bantuan dari negara-negara lain.

Kini konflik memasuki masa-masa musim dingin, Ukraina akan sangat merasakan dampak dari rusaknya infrastruktur selama perang.

Namun semangat para tentara Ukraina diyakini akan terus tinggi.

Barbara menyoroti belum ada harapan terjadi negosiasi damai antara Ukraina dan Rusia.

Kedua belah pihak masih sama-sama kekeh mempertahankan sikap mereka soal konflik.

Barbara menyampaikan, akhir konflik di Ukraina justru akan ditentukan oleh elit politik di internal pemerintahan Rusia.

Ketika kondisi domestik politik Rusia berubah maka ada kemungkinan konflik antara Rusia dan Ukraina juga ikut akan berakhir.

Kendati demikian, sebelum skenario itu terjadi, Ukraina juga harus bisa bertahan dan berharap bantuan dari negara-negara barat terus berjalan.

Barbara meyakini hingga tahun 2023 nanti konflik masih akan terus berlangsung.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberi penghargaan kepada seorang prajurit di lokasi bentrokan terberat dengan pasukan Rusia di Bakhmut, Ukraina, Selasa (20/12/2022). (Kantor Pers Kepresidenan Ukraina via Al Jazeera)

Baca juga: Vladimir Putin Mengatakan Barat Ingin Menghancurkan Rusia setelah Zelensky Temui Joe Biden di AS

Rusia Kini Disebut Fokus Bertahan

Mayoritas pasukan militer Rusia yang berkonflik melawan Ukraina saat ini disebut tengah fokus untuk bertahan di garis depan.

Informasi ini dibeberkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris.

Dikutip TribunWow dari aljazeera, Kemenhan Inggris menyampaikan bagaimana pasukan militer Rusia saat ini sibuk memperkuat posisi bertahan mereka dari serangan tentara Ukraina.

Kemenhan Inggris menjelaskan, posisi bertahan ini telah dilakukan sejak Oktober 2022.

Menurut penjelasan Kemenhan Inggris, posisi bertahan ini meliputi upaya memperbanyak ranjau darat anti-tank dan anti-manusia.

Kendati demikian, Kemenhan Inggris menilai upaya tentara Rusia menanam ranjau tidak akan efektif karena minimnya pasukan yang membantu mengawasi area tempat ranjau ditanam.

(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait lainnya