Konflik Rusia Vs Ukraina

Ngaku Diperlakukan seperti Hewan, Tentara Rusia Protes setelah Dikirim Wajib Militer ke Ukraina

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang prajurit Rusia berpatroli di sebuah jalan di Kherson, di tengah invasi Rusia ke Ukraina, 20 Mei 2022. Terbaru, tentara rekrutmen Rusia memprotes lantaran mendapat perlakukan tidak manusiawi, Kamis (6/10/2022).

TRIBUNWOW.COM - Tentara Rusia yang baru-baru ini dimobilisasi mengecam kondisi tidak manusiawi yang diterima.

Dilansir TribunWow.com, mereka mengaku kekurangan senjata dan mendapat perlakuan buruk oleh petugas Rusia yang berjaga di pos-pos di Ukraina.

Kabar ini beredar setelah sebuah video kesaksian diterbitkan oleh situs berita independen The Insider pada Rabu (5/110/2022) lalu.

Baca juga: AS Bongkar Cara Kotor Tentara Bayaran Rusia Cari Uang di Afrika untuk Biayai Konflik Ukraina

Dalam rekaman tersebut rekrutan baru tentara wajib militer terpaksa harus tidur di lantai.

Mereka dipersenjatai dengan senapan usang dan diperintahkan untuk membawa persediaan mereka sendiri.

Sekitar 500 tentara berkumpul di wilayah Belgorod Rusia barat dekat perbatasan Ukraina tanpa pelatihan dan tanpa pengetahuan tentang di mana mereka dikerahkan.

"Tidak ada yang membutuhkan kita," kata suara orang yang berada di balik kamera seperti dikutip The Moscow Times, Jumat (7/10/2022).

"Kami telah hidup dalam kondisi seperti hewan selama seminggu," keluhnya.

Video warga Rusia yang direkrut untuk mobilisasi perang ke Ukraina diminta mempesiapkan sendiri kebutuhan darurat mereka. (youtube the telegraph)

Baca juga: Sebut Putin Biang Kerok Kekalahan di Ukraina, Pensiunan Tentara Rusia: Kita Tidak Bisa Menang

Ia menambahkan bahwa para tentara tidak menerima dukungan materi atau kompensasi finansial sejak dikirim wajib militer.

"Kami telah menghabiskan jumlah uang yang tidak masuk akal hanya untuk memberi makan diri kami sendiri, belum lagi untuk amunisi," ucap pria tersebut.

The Insider melaporkan sebelumnya bahwa istri tentara terpaksa menghabiskan sebanyak $ 2.500 untuk membiayai suami mereka.

Sebuah situs web yang dibuat untuk menjawab pertanyaan tentang mobilisasi menyatakan bahwa mewajibkan tentara untuk membeli peralatan mereka sendiri dinyatakan ilegal.

Situs web yang sama meminta tentara untuk membawa kacamata night vision dan drone mereka sendiri ke medan perang.

Yury Shvytkin, wakil ketua Komite Pertahanan Duma Negara, mengatakan pada hari Kamis, bahwa dia telah meminta kantor kejaksaan militer dan Komite Investigasi untuk menyelidiki insiden tersebut.

Di sisi lain, analis militer Barat telah memperkirakan bahwa ketergesaan Rusia untuk mengerahkan rekrutan baru ke garis depan justru bisa menimbulkan kerugian besar.

Tindakan tersebut bisa mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi, pasukan yang tidak dapat diandalkan, dan moral yang rendah.

Bahkan, beberapa rekrutan dilaporkan telah meninggal sebelum ditempatkan.

Baca juga: Polisi Rusia Dituding Rudapaksa dan Ancam Lecehkan Ramai-ramai Pendemo Anti-Wajib Militer ke Ukraina

Ribuan Orang Ditangkap karena Menolak ke Ukraina

Penduduk Rusia berduyun-duyun turun ke jalan di beberapa kota untuk memprotes wajib militer.

Dilansir TribunWow.com, mereka menolak keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memobilisasi sebagian warga sipil dan pasukan cadangan ke medan perang Ukraina.

Dilaporkan bahwa sejumlah kericuhan terjadi di beberapa titik yang berujung bentrokan antara pendemo dan polisi.

Baca juga: Putin Kirim Warga Sipil Rusia ke Medan Perang hingga Ancam Pakai Nuklir, Begini Tanggapan Ukraina

Hingga saat ini, ribuan orang ditangkap dalam demonstrasi anti-mobilisasi di kota-kota seperti Moskow dan St Petersburg pada Rabu (21/9/2022).

Para pengunjuk rasa di Moskow tersebut meneriakkan "Tidak untuk perang!" dan “Hidup untuk anak-anak kita!".

Sementara itu, di St Petersburg, pengunjuk rasa meneriakkan penolakan terhadap diadakannya mobilisasi atau wajib militer.

"Semua orang takut. Saya untuk perdamaian dan saya tidak ingin harus menembak. Tetapi keluar sekarang sangat berbahaya, jika tidak, akan ada lebih banyak orang," kata seorang pengunjuk rasa, Vasily Fedorov, dikutip Al Jazeera, Rabu (21/9/2022).

"Saya datang untuk mengatakan bahwa saya menentang perang dan mobilisasi," seru mahasiswa bernama Oksana Sidorenko.

"Mengapa mereka memutuskan masa depan saya untuk saya? Saya khawatir atas keselamatan diri saya sendiri, dan saudara saya," tambahnya.

Terlepas dari hukum keras Rusia yang melarang kritik terhadap militer dan perang, protes tetap terjadi di seluruh negeri.

Lebih dari 1.300 orang Rusia ditangkap dalam demonstrasi anti-perang di 38 kota, menurut kelompok hak asasi manusia independen Rusia OVD-Info.

Ribuan orang memadati ruang publik di Rusia untuk melakukan protes atas wajib militer parsial yang diumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu (21/9/2022). Para pengunjuk rasa tampak berhadapan dengan petugas keamanan yang berusaha menekan massa. (AFP)

Baca juga: Zelensky Sebut Rusia Panik, Tentara Putin Nekat Serang PLTN Ukraina hingga Percepat Referendum

Kantor berita Rusia Interfax mengutip kementerian dalam negeri yang mengatakan telah membatalkan upaya untuk mengorganisir pertemuan yang tidak sah.

Semua demonstrasi dihentikan dan mereka yang melakukan 'pelanggaran' ditangkap dan dibawa pergi oleh polisi sambil menunggu penyelidikan dan penuntutan.

Sebelumnya, gerakan anti-perang Pemuda Demokratik Vesna menyerukan untuk dilangsungkannya demonstrasi.

"Kami menyerukan kepada militer Rusia di unit dan di garis depan untuk menolak berpartisipasi dalam ‘operasi khusus’ atau menyerah sesegera mungkin," kata Vesna di situsnya, merujuk pada perang Rusia-Ukraina.

"Anda tidak harus mati untuk Putin. Kamu dibutuhkan di Rusia oleh mereka yang mencintaimu."

"Bagi pihak berwenang, anda hanyalah umpan meriam, di mana anda akan disia-siakan tanpa makna atau tujuan apa pun. ”

Situs web tersebut juga menyertakan bilik aduan untuk tentara di dalam militer yang tidak ingin berpartisipasi dalam perang.

Demonstrasi ini terjadi setelah pidato televisi Putin pada Rabu pagi, yang menyatakan mobilisasi untuk membela wilayah Rusia dan bahwa Barat ingin menghancurkan negara itu.

"Mereka (Rusia) kalah perang, dan mereka ingin melakukan sesuatu agar tidak kalah,” Oleg Ignatov, seorang analis Crisis Group yang berbasis di Moskow, mengatakan kepada Al Jazeera.

"Saya pikir masalah utamanya adalah mereka kekurangan personel di lapangan, mereka tidak memiliki cukup tentara untuk menyerang Ukraina, atau bahkan melindungi daerah yang diduduki. Mereka ingin menutup kesenjangan dengan Ukraina dan itulah mengapa mereka menyatakan mobilisasi."

Karena terdesaknya pasukan baru-baru ini, militer Rusia harus mencari tambahan tentara dari tempat lain.

Adapun menurut data Google Trends, beberapa jam sebelum pengumuman Putin, pertanyaan 'bagaimana meninggalkan Rusia' melonjak di mesin pencari, seperti halnya pertanyaan 'bagaimana mematahkan lengan sendiri'.

Bahkan, pada hari Rabu, semua penerbangan ke Istanbul dan hampir semua penerbangan ke Yerevan terjual habis.(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina