TRIBUNWOW.COM - Sejumlah nama besar maupun timnas besar dipastikan absen di gelaran Piala Dunia 2022 Qatar.
Pada babak Play off Piala Dunia 2022 Qatar, ada negara yang sukses mengukir catatan apik, ada juga yang mengalami nasib buruk.
Italia adalah tim besar yang harus absen di event empat tahunan tersebut seusasi dikalahkan Makedonia Utara di partai play off.
Itu di daratan Eropa, di Afrika, Mesir dengan kedigdayaan pemain andalan mereka, Mohamed Salah juga gagal melaju ke Piala Dunia seusai ditumbangkan Senegal.
Selain dua negara di atas, ada negara lain yang diisi pemain elite eropa namun tetap gagal tampil ke Piala Dunia.
Hal tersebut membuat kita tak akan melihat barisan pemain mentereng eropa di Piala Dunia tahun ini.
Siapa saja pemain tersebut?
Berikut ini pemain bintang yang absen di Piala Dunia 2022:
1. Sandro Tonali (Italia)
Sandro Tonali sukses mengantar AC Milan tampil melejit dan meraih gelar Liga Italia dengan kepala tegak.
Namun saat bersama Timnas Italia, magisnya tak begitu terlihat. Bukan karena tampil jelek, namun sedikitnya kesempatan bermain yang diberikan Roberto Mancini.
Padahal, performanya bersama Rossoneri begitu legit, ia berhasil menjadi jendral lapangangan tengah AC Milan di setiap laganya.
Banyak yang menyebut Tonali merupakan titisan Andrea Pirlo, dari posisi, cara bermain dan gaya rambutnya yang memang 11 12 dengan Pirlo.
Nyatanya, kemiripan tersebut bukan sekedar omongan belaka, dari segi kemampuan, Tonali punya kans untuk menjadi salah satu gelandang komplet yang dimiliki Milan.
Visi bermainnya sangat baik, ia juga memiliki kemampuan passing dan dribel yang mumpuni.
Kemampuan passing dan dribel Tonali membuat aliran bola di lini tengah menjadi lebih encer.
Tonali dapat membantu Milan keluar dari pressing lawan ketika menerima bola di kedalaman.
Sejauh ini, Tonali sebagai gelandang memiliki akurasi passing yang apik, yakni ada di angka 82,4 persen.
Tak cuma itu, progresi umpan lambungnya juga mentereng yaitu di angka 14.78, ia hanya kalah dari gelandang AS Roma, Bryan Crstante.
Baca juga: Prediksi Timnas yang akan Jadi Kuda Hitam di Piala Dunia 2022, Tampil Mengejutkan di Babak Play Off
Tonali pun sering diandalkan Milan untuk menjadi eksekutor bola mati utama, satu gol dari tendangan bebas ia cetak saat Milan menumbangkan Cagliari di giornata kedua Liga Italia.
Kemampuan bertahan dan etos kerja Tonali juga sepantasnya mendapatkan pujian.
Ia menjadi penghalau serangan lawan dari lini tengah. Pioli yang sering bermain pragmatis bagi mengandalkan kinerga gelandangnya dalam urusan bertahan.
Catatan pressures Tonali berada di angka 19.93 per pertandingan, sedangkan catatan blocks eks pemain Brescia ini berada di angka 2.03 per pertandingan.
Tonali begitu ngotot dalam bermain, ia tak pernah berhenti berlari untuk mengalirkan bola dari tengah, sang pemain juga tak lupa akan tugasnya membantu Milan dalam bertahan.
"Jika bisa memiliki kemampuan para legenda, aku akan jadi pemain yang sempurna. Kupikir aku punya kesamaan dengan Pirlo," kata Tonali dilansir Football Italia.
"Namun, aku pun selalu ngotot dalam bermain. Jadi, aku juga punya sedikit Gattuso dalam diriku," lanjutnya.
Kalimat percaya diri yang dilontarkan oleh Tonali bukanlah omong kosong belaka.
Penampilan apiknya bersama AC Milan di dua musim ini adalah bukti dari kehebatan Tonali.
Pemain asal Italia itu menjadi sosok penting di lini tengah Rossoneri, ia adalah jawaban ketika Pioli membutuhkan kreativitas dan ketangguhan di lini tengah.
Tonali bukan hanya seperti Pirlo yang memiliki kejeniusan dalam mengalirkan bola dan mengirimkan umpan.
Ia juga seorang Gattuso yang memiliki etos kerja tinggi untuk selalu berlari di lini tengah dan menghalau serangan-serangan lawan.
Sayangnya, dengan pesona Sandro Tonali, kita tak akan melihatnya di gelaran Piala Dunia tahun ini.
Baca juga: Tampil di Piala Dunia 2022 Qatar, Lionel Messi dan Argentina Diharapkan Juara oleh Seluruh Dunia
2. Erling Haaland (Norwegia)
Erling Haaland harus mengubur mimpinya untuk tampil di Piala Dunia 2022 lantaran Norwegia dikalahkan Belanda dengan skor 2-0 di partai pamungkas Grup G pada (17/11/2021).
Dalam partai tersebut, Haaland tak dapat turun ke lapangan karena mengalami cedera fleksor pinggul yang memaksa dirinya harus menepi hingga tahun depan.
Kekalahan itu membuat Norwegia hanya bertengger di posisi ke-3 papan klasemen Grup G Kualifikasi Piala Dunia, tertinggal 5 poin dari Belanda yang berada di pucuk dan 3 poin dari Turkey yang duduk sebagai runner-up.
Jelas ketidakhadiran Haaland pada Piala Dunia 2022 di Qatar memberi rasa kecewa untuk para penggemar sepakbola.
Pasalnya, Erling Haaland tak henti-hentinya membuat Dunia kagum lewat gelontoran gol yang ia sumbangkan.
"Saya harus selalu berkembang dimanapun saya berada, saya akan menjadi pencetak gol terbanyak,"
"Jadi saya harus memperbaiki penampilan saya dan menjadi lebih baik lagi," ucap Haaland dikutip dari laman resmi Bundesliga.
Bertubuh tinggi menjulang dan berbadan kekar, tak membuat kecepatan Haaland melambat.
Ia mencatat rekor kecepatan berlari Bundesliga dengan 36,04 kilometer per jam.
Angka itu mematahkan rekor yang sebelumnya dipegang Alphonso Davies, yakni 35,9 km per jam.
Lewat kecepatan itulah Haaland biasa mencetak gelontoran gol selama karirnya.
Sebagian besar golnya bersama Dortmund adalah proses dari serangan cepat.
Saat menggiring bola maupun ketika bergerak tanpa bola, kecepatan yang ia miliki sama-sama mematikannya.
Ditambah postur tubuh Haaland yang tinggi besar menyulitkan pemain lawan untuk menjaga pergerakannya.
Haaland juga pandai dalam mencari celah pertahanan lawan, ia akan mencari ruang sebesar mungkin untuk dapat berlari mengejar ataupun menggiring bola.
Dilansir Twenty3 Sport, Haaland mampu mencetak gol dengan pergerakannya sendiri, yaitu berlali dan melewati lawan, ia juga dapat mencetak gol dari luar kotak penalti memanfaatkan kualitas tendangan kaki kirinya.
Haaland tidak terlalu butuh peluang besar agar mencetak gol, karena ia mampu memanfaatkan peluang sekecil mungkin untuk dapat ia sarangkan ke gawang lawan.
Sayangnya, dengan catatan istimewa dan penampilan mentereng Haaland tak membuat ia dekat dengan dewi fortuna.
Cedera yang ia alami di laga penentu membuat ia tak mampu menjadi juru selamat bagi negaranya. Tak ada Haaland di Piala Dunia 2022.
Baca juga: Jadwal Piala Dunia 2022 Lengkap Mulai Penyisihan hingga Final, Dibuka Tuan Rumah Qatar Vs Ekuador
3. Mohamed Salah (Mesir)
Musim lalu kontribusi Mohamed Salah untuk Liverpoool begitu melejit, gelontoran 31 gol dan 16 assist sang winger mampu mengantar The Reds meraih dua trofi domestik.
Sabetan trofi individu, top skor dan top assist Liga Inggris pun sukses ia catatatkan di musim ini.
Sayangnya penampilan moncernya tak mampu ia tularkan untuk negaranya, Mesir. Di laga play off, Salah harus menyerah melawan Senegal dengan Sadio Mane-nya.
Sejak didatangkan Liverpool dari AS Roma pada 2017 silam, Salah menjelma menjadi salah satu penyerang terbaik di dunia.
Di musim pertamanya bersama Liverpool (2017/2018), pemain asal Mesir itu langsung tampil bertaji dengan mencetak 32 gol di Liga Inggris untuk The Reds.
Baca juga: Melihat Suporter Arema FC Meninggal Dalam Pelukan Pemainnya, Javier Roca: Saya Hancur Secara Mental
Salah pun berhasil membawa pulang gelar Sepatu Emas atas torehan golnya tersebut.
Sekaligus memegang rekor sebagai pencetak gol terbanyak dalam satu musim Liga Inggris, melewati torehan Cristiano Ronaldo, Luis Suarez dan Alan Shearer.
Orang-orang pun dibuatnya tercengang, sekaligus meragukan konsistensi Salah untuk Liverpool di musim selanjutnya.
Keraguan itu wajar, memang Salah tidak terlalu bersinar saat membela AS Roma dan Fiorentina di Liga Italia.
Apalagi jika menengok karier Salah bersama Chelsea, ia dipinggirkan Mourinho, dan tak masuk rencana pelatih asal Portugal tersebut. Sangat tidak meyakinkan.
Tetapi, Salah mampu menjawab keraguan tersebut lewat kualitasnya. Naluri mencetak gol Salah tak mati.
Di musim selanjutnya, (2018/2019) Salah kembali mampu menjadi top skorer Liga Inggris dengan torehan 22 gol bersama Sadio Mane dan striker Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang.
Dari situ, kualitasnya pun diakui, Salah masuk dalam jajaran striker elit Eropa yang namanya mendunia.
Bahkan, ketenaran Salah mampu memberi dampak pada cara pandang orang tentang agama islam.
Selebrasi sujud Salah setiap kali mencetak gol ramai dibicarakan.
Pemain berusia 29 tahun itu mengatakan bahwa cara itu dilakukannya sebagai ungkapan terima kasihnya pada Tuhan.
Apa yang dilakukannya di atas lapangan takkan berarti apa-apa tanpa izin dari Tuhan.
Berkat ketenaran dan selebrasi positif yang dilakukan Salah, sebuah riset World Economic Forum mengungkapkan bahwa Islamophobia yang lama berbelit di Inggris, termasuk di daerah Merseyside Liverpool mulai menurun intensitasnya.
Semakin banyak gol dan selebrasi sujud yang dilakukan Salah, semakin banyak pula ia memberi dampak positif.
Ya, kegemilangan Mo Salah sampai berdampak pada hal sesenstif itu, dan selebrasi sujud tersebut selalu ia lakukan kembali di musim-musim selanjutnya sampai sekarang.
Di musim 2019/2020 dan 2020/2021, Salah sukses menciptakan 19 dan 22 gol untuk Liverpool, sekaligus memberi gelar Liga Champions dan Liga Inggris untuk tim yang bermarkas di Anfield tersebut.
Dan di musim ini, penampilannya lebih gila lagi, ia sukses menciptakan 28 gol hanya dari 39 penampilan bersama The Reds.
Sebelumnya, Salah juga mengukir rekor sebagai pemain sayap tercepat yang berhasil mencetak 100 gol di Liga Inggris.
Pemain berambut keriting tersebut berhasil mencetak 100 gol hanya dalam 162 laga. Mengalahkan torehan dari seorang Cristiano Ronaldo.
"Rekor Mo Salah benar-benar gila. Dia masih lapar dan saya benar-benar tidak tahu berapa banyak rekor yang masih bisa dia pecahkan lagi," puji Jurgen Klopp dilansir Sky Sports.
"Sejak dia bergabung dengan kami, dia telah menjadi pemain yang sempurna. Dia pemain kelas atas,” lanjutnya.
Mohamed Salah pun masuk dalam urutan ke tujuh dalam daftar pemain terbaik dunia (Ballon d'Or) yang di rilis pada (30/12/2021).
4. Martin Odegaard (Norwegia)
Setelah Erling Haaland, ada nama Odegaard yang gagal tampil di Piala Dunia 2022 dalam skuad Norwegia.
Odegaard menjadi seorang pengatur serangan, sekaligus gelandang yang rajin perihal menyumbangkan gol dan assist.
Per catatan Squawka, tak ada pemain Arsenal lain yang melebihi torehan kontribusi gol Odegaard di bulan Desember hingga April, yakni dengan catatan 4 gol dan 4 assist.
Satu assist terakhir sukses eks pemain Real Madrid itu sumbangkan untuk Arsenal kala The Gunners mempermalukan Chelsea di Stamford Bridge dengan skor 4-2.
Ya, hadirnya Odegaard memang mampu membuat The Gunners banyak menciptakan peluang berbahaya.
Serangan-serangan Arsenal yang melempem saat dipermalukan Liverpool empat gol tanpa balas, sudah terlihat kembali agresif di laga-laga selanjutnya.
Jika dikalkulasi, dari 19 pertandingan Liga Inggris terakhir, Arsenal mencatatkan xG 32.5 dengan torehan 39 gol.
Sebuah catatan yang impresif jika dibandingkan catatan-catatan sebelumnya saat Arteta masih lebih banyak menyimpan Odegaard di bangku cadangan.
Cairnya aliran serangan Arsenal yang dipimpin oleh Odegaard, dapat menjadi modal The Gunners untuk meraih hasil positif di laga-laga penting.
Kemampuam Odegaard tak hanya soal menciptakan peluang ataupun memperlancar serangan Arsenal.
Pemain asal Norwegia tersebut juga memiliki akurasi tendangan yang sangat baik.
Gol free kick-nya saat The Gunners mengalahkan Burnley adalah bukti nyata.
Ia juga menjadi pemain utama Arsenal untuk mengambil bola set piece dan corner kick.
hal lainnya yang membuat pemain berusia 23 tahun spesial adalah kemampuannya yang dapat bermain di beberapa posisi di area sentral.
Kelebihan ini sudah pernah dimanfaatkan Mikel Arteta di musim lalu. Odegaard bisa dipasang sendirian sebagai playmaker.
Ia juga bisa bermain berdampingan dengan Emile Smith Rowe sebagai gelandang serang atau bermain sebagai gelandang tengah bersama Lokonga, ataupun Thomas Partey.
Itu bisa dilihat dari peran Odegaard saat partai keempat dan kelima Arsenal di Liga Inggris.
Saat The Gunners meraih kemenangan atas Norwich pada (21/5/2021), ia dipasang menjadi pemain nomor 10, disokong oleh Lokonga dan Maitland-Niles.
Lalu di laga selanjutnya, Odegaard dipasang menjadi pemain nomor 8 bersama Thomas Partey, dan yang berada di depannya adalah Emile Smith Rowe.
Di dua laga tersebut, ia selalu tampil full time dan mampu menjadi jendral di lapangan tengah sekaligus seorang playmaker bagi The Gunners dengan sama baiknya.
Namun, saat Arteta memakai skema 4-4-2, Odegaard tak mendapat tempat di 11 utama, juru taktik asal Spanyol itu memasang Lacazette untuk mendampingi Aubameyang di depan.
Kekalahan telak The Gunners dalam lawatannya ke Anfield sepertinya mengubah pandangan Arteta untuk kembali menggunakan pakem 4-2-3-1.
Dan memasang Odegaard untuk berdiri di belakang striker utama, pemain buangan Real Madrid itu memang handal dalam urusan membagi bola dan menciptakan peluang berbahaya.
Seperti halnya Brahim Diaz yang tak terpakai di Madrid namun di tangan Pioli ia disulap menjadi trequartista mentereng di AC Milan, Arteta mencoba melakukan pendekatan seperti itu.
Saat memakai skema 4-2-3-1, Arteta butuh seorang playmaker yang mampu menguasai ruang antar lini guna memperlancar aliran bola dalam fase menyerang The Gunners.
Progresi serangan yang diterapkan Mikel Arteta kerap dimulai dari lini belakang, dengan mengutamakan ball possesion.
Itu membuat Arteta membutuhkan sosok gelandang yang dapat mengontrol bola dengan baik dan memiliki kualitias passing yang mumpuni, sehingga dapat menjadi penghubung dari lini bertahan ke lini serang.
Akurasi passing Odegaard per pertandingan bersama The Gunners musim ini mencapai 44.3 (88 persen ).
Itu menjadi yang tertinggi dari gelandang Arsenal lainnya.
Kelebihan Odegaard yang tak dimiliki gelandang The Gunners lainnya adalah kemampuannya menemukan ruang di lini tengah dan pertahanan lawan.
Odegaard juga mempunyai kemampuan teknis untuk mengirim umpan terobosan dengan bola chip, teknik tersebut dapat membuka ruang sempit yang ada di pertahanan lawan.
Kemampuannya tersebut sangat membantu para penyerang Arsenal, khususnya ketika sudah berada di area sepertiga akhir lawan.
Itu juga menjadi salah satu alasan mengapa sejak adanya Odegaard, Arsenal mampu menciptakan peluang yang lebih banyak.
Kemudian, Odegaard juga bisa bermain dengan bagus saat dirinya berada dalam tekanan.
Pengambilan keputusannya dalam berlari dan kepekaan posisinya berada di level yang tinggi.
5. Zlatan Ibrahimovic (Swedia)
Setelah sempat menyatakan pensiun, Zlatan Ibrahimovic memutuskan untuk kembali ke dalam skuad Timans Swedia dengan misi; mengantar mereka ke Piala Dunia.
Namun, apesnya, di usianya yang sudah uzur, ia gagal mengemban misi tingginya itu.
Padahal jika dirata-rata torehan gol Zlatan lebih kinclong saat menginjak usia senja.
Dilansir Transfermarkt, Zlatan lebih rajin mencetak gol saat berusia di atas 30 tahun. Sebelum menginjak usia 30, Zlatan tampil dalam 528 pertandingan di semua kompetisi dengan mengemas 232 gol. Dengan begitu, rata-rata gol per pertandingan Zlatan hanya 0,44.
Catatan itu melonjak hampir dua kali lipat setelah ia berusia 30 tahun. Dalam 10 tahun terakhir, Zlatan sudah melakoni 404 pertandingan dengan koleksi 323 gol. Rata-rata golnya pun menjadi 0,83 per pertandingan.
Zlatan memang bukan seorang pemain yang menjaga asupan makan dan nutrisi tubuhnya segila Cristiano Ronaldo.
Namun, kecintaan Zlatan terhadap dunia Olahraga bukan hanya datang dari Sepakbola saja, tapi juga olahraga lain yaitu Taekwondo.
Sejak berusia 17 tahun, Zlatan sudah memegang sabuk hitam Taekwondo di Negara asalnya, Swedia.
Pemain kelahiran 3 Oktober 1981 tersebut, memiliki tempat latihan Taekwondo sendiri dirumahnya, yang membantu Zlatan menjaga kondisi fisiknya tidak hanya dari gym dan Sepakbola saja, namun juga lewat latihan Taekwondo yang sering dia pamerkan di akun Media Sosialnya.
Dilansir Britishtaekwondo, Dengan berlatih Taekwondo, maka akan menguatkan otot-otot, tulang, tendon dan ligamen.
Dengan bertambahnya kekuatan otot, maka tenaga juga semakin kuat. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya stamina dalam tubuh.
Maka tak heran, mengapa Zlatan masih dapat bermain hingga usianya yang sudah menginjak kepala empat.
Pengalaman puluhan tahun berkarir di Sepakbola dengan kondisi fisik yang masih prima membuat Zlatan lebih matang bermain saat usianya diatas 30 tahun.
Tak heran, dapat dikatakan Zlatan lebih hebat bermain saat usianya diatas 30 tahun, dengan rata-rata gol 0,83 per laga yang hampir dua kali lebih produktif dari pada Zlatan muda.
Zlatan merupakan pemain yang doyan mengembara di liga-liga top Eropa. Memulai karir di Malmo, Zlatan direkrut Ajax Amsterdam pada 2001, disaat itulah namanya melejit hingga akhirnya dia memulai petualangan karirnya dengan bermain di liga Italia bersama Juventus, Inter Milan dan AC milan.
Sempat ke Barcelona ditahun 2009, Ibra kembali lagi ke Italia sebelum akhirnya pindah ke Prancis untuk membela Paris Saint Germain di tahun 2012.
Karirnya sempat meredup saat berkostum Manchester United karena cedera yang sering membelitnya, hingga akhirnya dia memilih hijrah ke MLS dengan membela LA Galaxy di usia 37 tahun.
Sempat diprediksi karir Zlatan akan habis disana, ia justru melejit dengan menyumbang 56 gol dari 52 pertandingan di MLS.
Hingga akhirnya dia datang di Milan dengan menjadi Juru Gedor utama dibawah asuhan Stefano Pioli dan berhasil membawa Milan pada level mereka yang seharusnya.
Tak heran jika Milan lebih memilih untuk memperpanjang kontrak Zlatan musim ini dan menjadikannya tumpuan di lini depan.
Zlatan selama ini dikenal sebagai pesepakbola yang arogan dengan komentar sombong dan pedasnya. Seakan itulah yang menjadi jawaban dia mengapa dirinya tak ingin diremehkan.
Pemain berjuluk Ibrakadabra ini masih ingin membuktikan diri bahwa di usia yang tidak muda lagi, dirinya masih sanggup untuk tampil di level tertingginya bersama Rossoneri.
(Tribunnews.com/Deivor)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews dengan judul "5 Bintang yang Absen di Piala Dunia 2022: Pemain Liga Inggris Paling Banyak."