TRIBUNWOW.COM - Uni Eropa atau Europe Union (EU) disebut-sebut akan menjadi pihak yang paling rugi dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.
Keputusan Uni Eropa ikut-ikutan Amerika Serikat (AS) membantu Ukraina justru membawa kerugian besar bagi negara-negara Eropa.
Dikutip TribunWow dari rt, argumen ini diberitakan oleh koran milik Partai Komunis China, China Daily.
Baca juga: Kalah dari Ukraina, Putin Umumkan Wajib Militer Parsial, akan Kirim Warga Rusia ke Medan Perang
China Daily menuliskan apapun hasil konflik nanti entah Rusia menang atau Ukraina yang menang, pada akhirnya Uni Eropa akan menjadi pecundang terbesar.
Editorial China Daily menyoroti bagaimana Uni Eropa harus membayar harga yang sangat mahal dengan sikap memberikan bantuan kepada Ukraina.
"Uni Eropa secara keseluruhan akan terbukti menjadi pecundang terbesar tidak peduli bagaimana konflik antara Rusia dan Ukraina terjadi," tulis Editorial China Daily.
"Konsekuensi bagi negara-negara Eropa bukan hanya guncangan ekonomi dan kesejahteraan, tetapi juga implikasi geopolitik."
China Daily lalu memberitakan bagaimana masyarakat Uni Eropa banyak yang memprotes pemerintahan mereka untuk fokus mengurus problem internal dibanding memberikan bantuan kepada Ukraina.
Sebelumnya diberitakan, AS dan Ukraina saat ini dituding tengah berusaha menjadikan negara-negara Uni Eropa sebagai budak.
Tudingan ini disampaikan oleh juru bicara Menteri Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
Dikutip TribunWow dari rt, Maria mengungkit soal proposal perjanjian internasional terbaru yang dirilis oleh Ukraina pada Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Ikut Senang Serangan Balik Ukraina Berhasil, AS Sebut Putin Belum Kerahkan Seluruh Pasukan Rusia
Maria menyebut, proposal tersebut adalah sebuah jebakan ekonomi untuk negara-negara Uni Eropa yang dibuat oleh Ukraina dengan bantuan AS.
Maria menjelaskan, lewat proposal tersebut, AS berharap negara-negara Uni Eropa dapat bersumpah untuk terus memberikan bantuan ekonomi kepada Ukraina dalam jangka waktu yang belum ditentukan.
"Komitmen total mendukung rezim Kiev yang berarti pengorbanan bagi Uni Eropa," kata Maria.
Maria mengungkit bagaimana saat ini negara-negara Uni Eropa tengah direpotkan oleh urusan internal negara mereka yang kacau memperdebatkan cara bertahan melewati musim dingin.
Seperti yang diketahui Rusia menghentikan pasokan energi ke negara-negara Eropa seusai disanksi oleh AS serta Uni Eropa terkait konflik di Ukraina.
Berdasarkan keterangan Maria, kehidupan negara-negara di Uni Eropa semakin terpuruk seusai mereka mematuhi arahan AS terkait cara menanggapi isu konflik di Ukraina.
Dalam proposal yang diusulkan oleh Ukraina, Kiev ingin mendapat jaminan keamanan dari AS dan negara-negara aliansinya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan hingga Ukraina bergabung secara resmi menjadi anggota NATO.
Pada proposal berjumlah 10 halaman ini, Ukraina juga meminta keberlangsungan suplai perlengkapan militer dari negara-negara penjamin (AS dan aliansinya).
Baca juga: Mulai Panik, Tokoh Rusia Khawatir Serangan Balasan Ukraina akan Gagalkan Operasi Khusus
Di sisi lain, Pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin disebut sempat berinisiatif menghubungi Ukraina menawarkan melakukan negosiasi damai dan gencantan senjata.
Menurut keterangan pemerintah Ukraina, kejadian ini terjadi beberapa hari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melancarkan serangan balik.
Dikutip TribunWow dari rt, seperti yang diketahui saat ini serangan balik Ukraina berhasil memukul mundur pasukan militer Rusia di beberapa wilayah di Kharkiv.
Baca juga: Akui Kalah dari Ukraina? Rusia Ungkap Alasan Tarik Mundur Pasukan Militernya dari Kharkiv
Wakil Perdana Menteri Ukraina, Olga Stefanishnya menjelaskan, saat Rusia menghubungi menawarkan negosiasi damai, pemerintah Zelensky menolak.
Stefanishnya menegaskan bahwa pemerintah Ukraina mau melakukan negosiasi damai seusai pihaknya berhasil mencapai tujuan militer mereka yakni mengusir Rusia dari Ukraina serta merebut kembali wilayah Donbass dan Krimea.
Saat ini menurut penjelasan Stefanishnya, Ukraina sedang berada di posisi unggul mengalahkan pasukan militer Rusia.
Stefanishnya menjelaskan bahwa pemerintah Ukraina optimis dapat merebut kembali wilayah yang lepas pada tahun 2014 silam yakni Krimea.
Terkait pernyataan Stefanishnya ini, pemerintah Rusia belum memberikan komentar.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjelaskan pada Minggu (11/9/2022) bahwa Rusia selalu terbuka untuk melakukan negosiasi damai dengan Ukraina. (TribunWow.com/Anung/Via)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina