Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Sebut Ukraina dan AS Jebak Negara-negara Uni Eropa Jadi Budak Lewat Perjanjian Ini

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky saat bersalaman dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di sebelah Presiden Prancis Emmanuel Macron di Kiev, 16 Juni 2022. Terbaru, Jubir Menlu Rusia menuding Ukraina dan AS tengah bekerjasama membuat perjanjian internasional yang isinya merugikan negara-negara Uni Eropa.

TRIBUNWOW.COM - Amerika Serikat (AS) dan Ukraina saat ini dituding tengah berusaha menjadikan negara-negara Uni Eropa sebagai budak.

Tudingan ini disampaikan oleh juru bicara Menteri Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

Dikutip TribunWow dari rt, Maria mengungkit soal proposal perjanjian internasional terbaru yang dirilis oleh Ukraina pada Selasa (13/9/2022).

Baca juga: Ikut Senang Serangan Balik Ukraina Berhasil, AS Sebut Putin Belum Kerahkan Seluruh Pasukan Rusia

Maria menyebut, proposal tersebut adalah sebuah jebakan ekonomi untuk negara-negara Uni Eropa yang dibuat oleh Ukraina dengan bantuan AS.

Maria menjelaskan, lewat proposal tersebut, AS berharap negara-negara Uni Eropa dapat bersumpah untuk terus memberikan bantuan ekonomi kepada Ukraina dalam jangka waktu yang belum ditentukan.

"Komitmen total mendukung rezim Kiev yang berarti pengorbanan bagi Uni Eropa," kata Maria.

Maria mengungkit bagaimana saat ini negara-negara Uni Eropa tengah direpotkan oleh urusan internal negara mereka yang kacau memperdebatkan cara bertahan melewati musim dingin.

Seperti yang diketahui Rusia menghentikan pasokan energi ke negara-negara Eropa seusai disanksi oleh AS serta Uni Eropa terkait konflik di Ukraina.

Berdasarkan keterangan Maria, kehidupan negara-negara di Uni Eropa semakin terpuruk seusai mereka mematuhi arahan AS terkait cara menanggapi isu konflik di Ukraina.

Dalam proposal yang diusulkan oleh Ukraina, Kiev ingin mendapat jaminan keamanan dari AS dan negara-negara aliansinya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan hingga Ukraina bergabung secara resmi menjadi anggota NATO.

Pada proposal berjumlah 10 halaman ini, Ukraina juga meminta keberlangsungan suplai perlengkapan militer dari negara-negara penjamin (AS dan aliansinya).

Baca juga: Mulai Panik, Tokoh Rusia Khawatir Serangan Balasan Ukraina akan Gagalkan Operasi Khusus

Para pimpinan negara anggota G7 melakukan pertemuan di Jerman, Minggu (26/6/2022) membahas konflik antara Rusia dan Ukraina. (Tobias Schwarz/AFP)

Di sisi lain, Pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin disebut sempat berinisiatif menghubungi Ukraina menawarkan melakukan negosiasi damai dan gencantan senjata.

Menurut keterangan pemerintah Ukraina, kejadian ini terjadi beberapa hari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melancarkan serangan balik.

Dikutip TribunWow dari rt, seperti yang diketahui saat ini serangan balik Ukraina berhasil memukul mundur pasukan militer Rusia di beberapa wilayah di Kharkiv.

Baca juga: Akui Kalah dari Ukraina? Rusia Ungkap Alasan Tarik Mundur Pasukan Militernya dari Kharkiv

Wakil Perdana Menteri Ukraina, Olga Stefanishnya menjelaskan, saat Rusia menghubungi menawarkan negosiasi damai, pemerintah Zelensky menolak.

Stefanishnya menegaskan bahwa pemerintah Ukraina mau melakukan negosiasi damai seusai pihaknya berhasil mencapai tujuan militer mereka yakni mengusir Rusia dari Ukraina serta merebut kembali wilayah Donbass dan Krimea.

Saat ini menurut penjelasan Stefanishnya, Ukraina sedang berada di posisi unggul mengalahkan pasukan militer Rusia.

Stefanishnya menjelaskan bahwa pemerintah Ukraina optimis dapat merebut kembali wilayah yang lepas pada tahun 2014 silam yakni Krimea.

Terkait pernyataan Stefanishnya ini, pemerintah Rusia belum memberikan komentar.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjelaskan pada Minggu (11/9/2022) bahwa Rusia selalu terbuka untuk melakukan negosiasi damai dengan Ukraina.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukannya telah merebut kembali wilayah seluas 6.000 km persegi dari Rusia.

Dilansir TribunWow.com, wilayah yang berhasil direbut merupakan daerah Ukraina yang berada di timur dan selatan.

Serangan balasan bulan ini, menandai kekalahan terburuk Moskow dalam perang yang hampir berlangsung selama tujuh bulan.

Baca juga: Kadyrov Murka Salahkan Tentara Rusia setelah Kharkiv Direbut Ukraina, Ancam Adukan ke Putin

Momen Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengunjungi garis depan konflik Rusia-Ukraina, Februari 2021. (YouTube AFP News Agency)

"Sejak awal September, tentara kami telah membebaskan 6.000 kilometer persegi wilayah Ukraina di timur dan selatan, dan kami bergerak lebih jauh," kata Zelensky dalam pidato hariannya, dikutip Al Jazeera, Senin (12/9/2022).

Pasukan Ukraina memperoleh lebih banyak keuntungan pada hari Senin, mendesak sampai ke perbatasan timur laut di beberapa tempat.

Selain itu, mereka mengklaim telah menangkap banyak sekali tentara Rusia sebagai bagian dari serangan kilat yang memaksa Moskow untuk mundur dengan tergesa-gesa.

"Di beberapa daerah di garis depan, para pembela kami mencapai perbatasan negara bagian dengan Federasi Rusia," kata Oleh Synyehubov, gubernur wilayah timur laut Kharkiv.

Seorang juru bicara intelijen militer Ukraina mengatakan pasukan Rusia menyerah secara massal karena mereka memahami keputusasaan situasi mereka.

Seorang penasihat presiden Ukraina mengatakan ada begitu banyak tawanan perang (POW) sehingga negara kehabisan ruang untuk menampung mereka.

Penasihat presiden Ukraina Oleksiy Arestovich tidak merinci jumlah tahanan Rusia tetapi mengatakan tawanan perang akan ditukar dengan tentara Ukraina yang ditahan oleh Moskow.

Juru bicara intelijen militer Andriy Yusov mengatakan pasukan yang ditangkap termasuk sejumlah besar perwira Rusia.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan meski masih hari-hari awal dalam serangan balasan, pasukan Ukraina telah membuat kemajuan yang signifikan.

"Apa yang telah mereka lakukan direncanakan dengan sangat metodis dan tentu saja itu mendapat manfaat dari dukungan signifikan dari Amerika Serikat dan banyak negara lain dalam hal memastikan bahwa Ukraina memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk menuntut serangan balasan ini," kata Blinken selama konferensi pers di Meksiko.

Mengenakan rompi antipeluru, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menilik bangunan yang hancur di Kharkiv dan sekitarnya, tempat pasukan Rusia mundur dalam beberapa pekan terakhir, Minggu (29/5/2022). (Layanan Pers Kepresidenan Ukraina)

Baca juga: Serangan Kejutan Ukraina Sukses Desak Tentara Rusia di Kharkiv, Lebih dari 1000 Km telah Dibebaskan

Saat bendera Ukraina biru-kuning berkibar di atas kota-kota yang baru dibebaskan, militer Ukraina mengatakan telah membebaskan lebih dari 20 pemukiman dalam 24 jam.

Menurut Kementerian Pertahanan Inggris, dalam beberapa hari terakhir, pasukan Kyiv telah merebut wilayah setidaknya dua kali lebih besar dari London.

Pergeseran teritorial ini menandai salah satu pembalikan terbesar Rusia sejak pasukannya ditolak dari Kyiv pada hari-hari awal invasi pada 24 Februari.

Sergey Markov, mantan penasihat Putin dan direktur Institut Studi Politik, mengatakan tentara Rusia harus mengubah strategi.

"Di satu sisi Rusia tidak memberikan informasi atas kegagalan ini karena di Rusia kami memiliki tiga hari pemilihan regional dan pemerintah tidak tertarik untuk memberikan informasi negatif kepada warga,” kata Markov.

"Tapi di sisi lain itu jelas gagal dan Rusia harus mengubah strategi. Banyak analis di sini percaya bahwa Rusia harus meningkatkan operasi militernya di Ukraina. Kegiatan militer Rusia terlalu sopan, terlalu sederhana,” tambahnya.

Sementara itu, dikabarkan bahwa komando militer federasi Rusia telah berhenti mengirim unit baru ke Ukraina, menyusul serangan balasan dramatis Ukraina yang telah mengubah bentuk perang dan membuat Moskow terguncang.

"Komando militer federasi Rusia telah menangguhkan pengiriman unit baru yang sudah terbentuk ke wilayah Ukraina," kata para pejabat staf umum angkatan bersenjata Ukraina di halaman Facebook.

"Situasi saat ini di teater operasi dan ketidakpercayaan terhadap komando yang lebih tinggi memaksa sejumlah besar sukarelawan untuk dengan tegas menolak prospek layanan dalam kondisi pertempuran,” lanjut pernyataan itu.

Baca juga: AS Terbukti Terlibat Berbagi Informasi dengan Ukraina terkait Serangan Balik Zelensky ke Rusia

Kadyrov Murka Salahkan Tentara Rusia

Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, telah mengkritik kinerja tentara Rusia.

Dilansir TribunWow.com, ia mempermasalahkan direbutnya kota Izyum pada akhir pekan oleh pasukan Ukraina.

Pasalnya, kota ini diketahui merupakan pusat pasokan penting di provinsi Kharkiv timur Ukraina.

Baca juga: Rusia Tuding Barat Manfaatkan Ukraina untuk Berkonspirasi Melakukan Skema Korupsi Global

Dalam pesan suara berdurasi 11 menit yang diposting ke aplikasi perpesanan Telegram pada hari Sabtu, dia memberikan keterangan.

"Jika hari ini atau besok perubahan tidak dilakukan dalam pelaksanaan operasi militer khusus, saya akan terpaksa pergi ke pimpinan negara untuk menjelaskan kepada mereka situasi di lapangan," kata Kadyrov dikutip Al Jazeera, Minggu (11/9/2022).

"Saya bukan ahli strategi seperti yang ada di kementerian pertahanan. Tetapi jelas bahwa kesalahan telah dibuat. Saya pikir mereka akan menarik beberapa kesimpulan."

Ia menambahkan bahwa semua wilayah pemukiman akan kembali ke kendali Rusia.

Tentara Ukraina menceritakan bagaimana mereka merebut Balakleya, Kharkiv dari kekuasaan pasukan militer Rusia. (YouTube The Telegraph)

Baca juga: Zelensky Unggah CCTV Detik-detik Ledakan Dahsyat Gedung Kebudayaan Kharkiv yang Dibom Rusia

"Kami memiliki orang-orang kami di luar sana, para pejuang dipersiapkan secara khusus untuk situasi seperti itu. 10.000 lebih pejuang siap untuk bergabung dengan mereka. Kami akan mencapai Odesa dalam waktu dekat," tegas Kadyrov.

Kritik itu muncul setelah kepemimpinan tentara Rusia tampaknya lengah oleh serangan balik Ukraina di timur laut.

Nasionalis Rusia menyerukan agar Putin membuat perubahan segera untuk memastikan kemenangan akhir dalam perang Ukraina, sehari setelah Moskow dipaksa untuk meninggalkan benteng utamanya di timur laut Ukraina.

Jatuhnya Izyum dengan cepat adalah kekalahan militer terburuk Rusia sejak pasukannya dipaksa mundur dari ibukota Ukraina, Kyiv, pada Maret.

Ketika kekalahan terjadi, kementerian pertahanan Rusia pada hari Jumat memposting rekaman video dari pasukan yang dikirim ke wilayah Kharkiv.

Kemudian pada hari Minggu, kementerian pertahanan mengatakan pasukan Rusia telah menyerang posisi Ukraina di wilayah tersebut dengan pasukan udara, rudal dan artileri.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina