TRIBUNWOW.COM - Diplomat China Zhang Meifang meledek negara-negara di Eropa menggunakan sebuah meme.
Diplomat yang kini ditempatkan di kantor konsuler China di Irlandia Utara itu meledek negara-negara Eropa yang kini hidup kesusahan gara-gara memusuhi Rusia dalam konflik yang terjadi di Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, ledekan ini disampaikan oleh Meifang lewat cuitan akun Twitter miliknya @CGMeifangZhang.
Baca juga: Gubernur di Ukraina Lockdown Kota demi Tangkap Mata-mata Rusia: Saya Mencurigai Semua Orang
Seperti yang diketahui, negara-negara Eropa khususnya bagian barat tengah mengalami krisis energi karena efek sanksi dan embargo yang mereka berikan kepada Rusia.
Meifang dalam cuitannya mengunggah sebuah gambar menampilkan perbedaan kehidupan warga di Eropa sebelum dan sesudah krisis.
Pada gambar sebelah kiri tampak ilustrasi kondisi warga Eropa sebelum krisis menyuarakan boikot minyak Rusia untuk membuat kesal Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kemudian pada gambar sebelah kanan tampak kondisi warga Eropa sesudah krisis.
Dalam gambar kedua itu tampak ilustrasi warga Eropa menerapkan metode mandi hemat air hanya membersihkan empat bagian tubuh untuk membuat Putin jengkel.
Baca juga: Sindir Kelakuan Negara-negara Barat, Erdogan Ungkap Cara Bersikap di Depan Putin
Meifang diketahui menyindir kampanye pemerintah Jerman yang meminta rakyatnya untuk menghemat energi mulai dari air hingga gas yang sebagian besar bergantung dari pasokan Rusia.
"Ayolah masyarakat Eropa, rakyat Amerika tidak membayar tagihan gas mu," tulis Meifang.
Sebelumnya China mendesak seluruh pihak yang terlibat dalam konflik di Ukraina agar segera melakukan gencatan senjata.
Pihak yang terlibat sebagaimana dimaksud oleh China adalah Amerika Serikat (AS), NATO dan negara-negara aliansinya, hingga Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, China menjelaskan bagaimana konflik di Ukraina menyebabkan timbulnya berbagai macam krisis.
Baca juga: Rusia akan Perluas Target Wilayah Perang di Ukraina, AS Langsung Kirim Lebih Banyak Senjata ke Kyiv
Pernyataan ini disampaikan oleh duta besar China untuk AS, Qin Gang, Rabu (20/7/2022).
Qin Gang mengungkit saat ini telah terjadi banyak krisis mulai dari ekonomi, naiknya jumlah imigran, krisis energi hingga pangan.
"China menyerukan gencatan senjata segera, dimulainya kembali perundingan damai. Seluruh pihak yang terlibat harus ikut, termasuk Rusia, AS dan aliansi NATO," kata Qin Gang.
Qin Gang meminta seluruh pihak untuk duduk bersama dan mencari jalan keluar yang disetujui bersama.
Ia turut menegaskan bahwa kedaulatan dan integritas wilayah seluruh negara harus dihormati.
Sementara itu pada Senin (18/7/2022), Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmitry Kuleba mendeklarasikan bahwa negosiasi damai dengan Rusia hanya mungkin terjadi saat Rusia kalah di medan perang.
Semenjak gagalnya perundingan damai di Turki, belum ada lagi agenda besar perundingan damai yang dilakukan oleh Rusia dan Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, namun NATO justru meyakini konflik antara Rusia dan Ukraina akan berakhir lewat negosiasi.
Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, Sabtu (25/6/2022).
Baca juga: VIDEO Tentara Ukraina Terus Digempur Rusia, Sebut Bertahan Paling Lama Sebulan
"Kemungkinan besar, perang ini akan berakhir di meja negosiasi," kata Stoltenberg.
Stoltenberg menjelaskan, saat ini tanggung jawab NATO adalah untuk memastikan Ukraina memiliki posisi yang kuat saat melakukan perundingan dengan Rusia agar kedaulatan negara di Eropa tetap terjaga.
Menurut Stoltenberg, cara paling ampuh untuk membantu Ukraina adalah dengan mengirimkan bantuan militer, ekonomi, hingga sanksi terhadap musuh Ukraina yakni Rusia.
Saat ditanya kapan negosiasi damai akan terwujud, Stoltenberg menolak untuk berkomentar.
"Perdamaian selalu dapat dicapai jika Anda menyerah," kata dia.
"Namun Ukraina berperang demi kemerdekaannya, demi haknya untuk berdiri, demi hak untuk menjadi negara demokrasi tanpa menyerah kepada kekuatan Rusia."
"Dan Ukraina siap untuk membayar harga yang sangat tinggi untuk mengorbankan diri mereka demi nilai-nilai tersebut."
"Bukan hak kita untuk menjelaskan kepada mereka sejauh mana pengorbanan harus dilakukan," papar Stoltenberg.
Baca juga: Sempat Diunggah di Medsos, Walikota di Jerman hingga Spanyol Video Call dengan Pejabat Ukraina Palsu
5 Skenario Akhir Konflik Rusia dan Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari BBC, Minggu (5/6/2022), berikut adalah lima skenario potensial perkembangan perang Rusia-Ukraina.
1. Gesekan Terus Berlanjut
Perang ini mungkin berlanjut selama berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun.
Momentum bergeser ke sana kemari karena kedua belah pihak sama-sama mendapat untung dan rugi.
Tidak ada kubu yang mau menyerah.
Presiden Rusia Vladimir Putin menilai dia bisa mendapatkan keuntungan dengan menunjukkan kesabaran.
Ia bertaruh bahwa negara-negara Barat akan merasa lelah dengan Ukraina dan mengalihkan fokus pada krisis ekonomi mereka dan ancaman dari China.
Namun Barat masih menunjukkan tekad dan terus memasok Ukraina dengan senjata.
Diprediksi bahwa gesekan akan terjadi terus-menerus hingga menyebabkan perang berlangsung selamanya.
"Ada sedikit prospek kemenangan operasional atau strategis yang menghancurkan oleh kedua belah pihak dalam jangka pendek. Tidak ada pihak yang berperang telah menunjukkan kapasitas untuk mendaratkan pukulan yang menentukan secara strategis," kata Mick Ryan, seorang pensiunan jenderal dan sarjana militer Australia.
2. Putin Mengumumkan Gencatan Senjata
Putin diperkirakan bisa mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mengantongi keuntungan teritorialnya dan menyatakan kemenangan.
Dia bisa mengklaim bahwa operasi militernya telah selesai dengan berhasil dilindunginya separatis yang didukung Rusia di Donbas.
Putin kemudian bisa mencari landasan moral yang tinggi, memberi tekanan pada Ukraina untuk menghentikan pertempuran.
"Ini adalah taktik yang dapat digunakan oleh Rusia kapan saja, jika ingin memanfaatkan tekanan Eropa pada Ukraina untuk menyerah dan menyerahkan wilayah sebagai imbalan perdamaian nosional," kata Keir Giles, pakar Rusia di lembaga Chatham House.
Hal ini ini sudah dikumandangkan di Paris, Berlin dan Roma yang mendorong Rusia agar tidak perlu memperpanjang perang dan mengumumkan gencatan senjata.
Namun, keputusan ini akan ditentang oleh AS, Inggris, dan sebagian besar Eropa timur, di mana para pembuat kebijakan percaya bahwa invasi Rusia harus kalah, demi Ukraina dan tatanan internasional.
Jadi gencatan senjata sepihak Rusia mungkin mengubah narasi tetapi tidak mengakhiri pertempuran.
3. Kebuntuan di Medan Perang
Jika perang terus berlanjut, baik tentara Ukraina maupun Rusia akan kelelahan, kehabisan tenaga dan amunisi.
Harga dalam darah dan harta tidak lagi dapat membenarkan berlangsungnya pertempuran lebih lanjut.
Kerugian militer dan ekonomi Rusia tidak bisa lagi ditutup dengan biaya apa pun.
Orang-orang Ukraina lelah perang, tidak mau mempertaruhkan lebih banyak nyawa untuk kemenangan yang sulit dipahami.
Ada harapan bahwa Rusia dan Ukraina akan menyelesaikan masalah ini melalui diplomasi.
Tetapi penyelesaian politik melalui cara apa pun akan sulit, paling tidak karena kurangnya kepercayaan Ukraina pada Rusia.
Kesepakatan damai mungkin tidak bertahan lama dan bisa diikuti dengan lebih banyak pertempuran.
Baca juga: Kadyrov Bocorkan Rencana Putin, Sebut Rusia akan Ubah Taktik untuk Mempercepat Kuasai Ukraina
4. Kemenangan untuk Ukraina
Ada kemungkinan bahwa Ukraina yang memberi perlawanan sengit akan muncul sebagai pemenang.
"Ukraina pasti akan memenangkan perang ini," kata Presiden negara itu Volodymyr Zelensky kepada TV Belanda minggu ini.
Bisa saja Rusia gagal merebut semua wilayah Donbas dan menderita lebih banyak kerugian.
Apalagi mengingat sanksi Barat telah menghantam mesin perang Rusia.
Ukraina mungkin akan melakukan serangan balasan, menggunakan roket jarak jauh barunya, merebut kembali wilayah di mana jalur pasokan Rusia terbentang.
Ukraina bermanuver mengubah pasukannya dari pertahanan menjadi kekuatan penyerang.
Skenario ini cukup masuk akal bagi pembuat kebijakan untuk khawatir tentang konsekuensinya.
Namun, jika Putin menghadapi kekalahan, ia mungkin akan meningkatkan potensi menggunakan senjata kimia atau nuklir.
"Tampaknya tidak mungkin bagi saya bahwa Putin akan menerima kekalahan militer konvensional ketika dia memiliki opsi nuklir," ujar Sejarawan Niall Ferguson mengatakan dalam sebuah seminar di Kings College, London.
5. Kemenangan untuk Rusia
Pejabat Barat menekankan bahwa meskipun mengalami kemunduran awal, Rusia masih berencana untuk merebut ibukota Kyiv dan menaklukkan sebagian besar Ukraina.
"Tujuan maksimalis itu tetap ada," kata seorang pejabat.
Rusia dapat memanfaatkan keuntungannya di Donbas dengan membebaskan pasukan untuk digunakan di tempat lain, bahkan mungkin menargetkan Kyiv sekali lagi.
Di sisi lain, Presiden Zelensky telah mengakui hingga 100 tentara Ukraina sekarat dan 500 lainnya terluka setiap hari.
Orang-orang Ukraina diprediksi akan dapat terpecah belah, di mana beberapa ingin terus berjuang, sementara yang lain menuntut perdamaian.
Beberapa negara Barat mungkin akan lelah mendukung Ukraina dan menghentikan pasokan bantuannya.
Sehingga, Ukraina yang tak lagi memiliki kekuatan, mau tak mau harus menyerah kalah. (TribunWow.com/Anung/Via)