TRIBUNWOW.COM - Agresi militer yang dilakukan Rusia di Ukraina diperkirakan justru akan mendorong lebih banyak negara lain untuk bergabung dengan NATO.
Padahal, Presiden Rusia Vladimir Putin menjadikan keinginan Ukraina bergabung dengan NATO sebagai alasan untuk menyerang.
Alih-alih memberikan pelajaran untuk negara lain, Rusia kini justru menghadapi hasil yang berlawanan dengan tujuannya.
Baca juga: Google Laporkan Upaya Peretasan oleh Hacker Rusia ke Jaringan NATO, Dilakukan Kelompok Berikut
Baca juga: Pesimis Ukraina Bisa Masuk NATO, Zelensky Tegaskan Ukraina Bukan Negara Pengemis
Dilansir TribunWow.com dari The Sun, Kamis (7/4/2022), analisa ini disampaikan Kepala Staf Udara Inggris, Sir Mike Wigston.
Ia memperkirakan bahwa negara-negara lain akan melihat manfaat menjadi bagian dari NATO.
Aliansi pertahanan yang beranggotakan 30 orang itu diperkirakan akan segera mendapat lebih banyak lagi anggota yang akan diterima.
Menurut Wigston, agresi Vladimir Putin telah mengubah keamanan dunia untuk selamanya
"Ini adalah penataan kembali NATO, dari apa yang diperjuangkan NATO, dan siapa yang menjadi anggota NATO," kata Wigston.
"Negara-negara lain sekarang mungkin menilai bahwa masa depan mereka lebih aman dengan mendaftar untuk bergabung dengan NATO."
Ukraina bukan anggota NATO tetapi didukung oleh aliansi dan negara-negara lain dengan memasok mereka dengan senjata, pelatihan, dan pertahanan lainnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dia tidak lagi mendesak untuk menjadi anggota NATO sejak invasi dimulai.
Namun Kosovo dan Bosnia telah mendaftar untuk bergabung, hanya beberapa hari setelah invasi Rusia.
Disusul Finlandia dan Swedia yang santer dikabarkan akan ikut mendaftar ke NATO meski selama ini mempertahankan status negara netral.
Tentu saja niatan tersebut ditentang keras oleh Rusia.
Terutama terhadap Finlandia yang hanya berjarak beberapa jam dari Rusia.
Pihak Presiden Vladimir Putin menyebut tindakan tersebut akan menjadi tragedi mengerikan bagi negara tersebut.
Bahkan, Rusia menyatakan Finlandia akan menjadi target pembalasan seperti yang kini terjadi di Ukraina.
Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RIA Novosti, Rabu (6/4/2022), peringatan ini disampaikan Vladimir Dzhabarov, Wakil Kepala Pertama Komite Internasional Dewan Federasi.
Ia menyebut keputusan pemimpin Finlandia untuk bergabung dengan NATO akan menjadi kesalahan strategis.
"Swedia adalah negara mandiri yang merasa nyaman di Eropa," kata Dzhabarov pada pertemuan hari Rabu, (6/4/2022).
Dia mencatat bahwa negara ini memiliki status netral, meski keduanya dikatakan cenderung memiliki kedekatan dengan NATO.
Namun, Rusia secara khusus memberikan peringatan pada Finlandia yang bertetangga dengan wilayahnya.
"Jika kepemimpinan Finlandia bergabung (dengan NATO), itu akan menjadi kesalahan strategis," tegas Dzhabarov.
Dia menekankan bahwa secara geografis Finlandia dan Rusia adalah negara tetangga, mengingat dari Finlandia ke St. Petersburg hanya beberapa jam perjalanan.
Apalagi selama ini, Rusia dan Finlandia memiliki hubungan bilateral yang baik.
Namun, jika Finlandia nekat bergabung dengan NATO, Rusia mengancam akan mengambil tindakan.
Pihak Kremlin tak tinggal diam dan menyatakan akan menjadikan negara tersebut sebagai target seperti halnya yang terjadi di Ukraina.
"Dan Finlandia, yang telah berhasil berkembang selama bertahun-tahun berkat hubungan perdagangan dan ekonomi yang erat dengan Rusia, akan menjadi target. Saya pikir itu (akan) tragedi yang mengerikan bagi seluruh rakyat Finlandia," ancam Dzhabarov.
Secara sarkas, senator menekankan bahwa orang-orang Finlandia pragmatis dan cerdas.
Menurut anggota parlemen tersebut, tidak mungkin orang Finlandia akan menandatangani kartu untuk penghancuran negara mereka sendiri.
Baca juga: Minta 100.000 Tentara, Polandia Sanggup Jadi Markas Senjata Nuklir AS Buntut Invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Warga Ukraina Ungkap Pengalaman Disiksa 3 Hari 3 Malam oleh Pasukan Chechnya dan Rusia
Geger Rusia akan Invasi Moldova setelah Ukraina
Negara tetangga Ukraina, Moldova, resmi mendaftarkan diri sebagai anggota Uni Eropa (EU).
Setelah sebelumnya sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko terlihat menyiarkan rencana invasi ke negara tersebut.
Beredar kabar bahwa hal ini merupakan implementasi obsesi Putin untuk kembali mengibarkan bendera Uni Soviet.
Dilansir Aljazeera, Kamis (3/3/2022), pengajuan Moldova untuk menjadi anggota EU didaftarkan setelah sepekan invasi Rusia ke Ukraina.
Presiden Moldova, Maia Sandu, mengumumkan peresmian tersebut dan menjelaskan alasan di balik keputusannya.
"Kami ingin hidup dalam perdamaian kesejahteraan, dan menjadi bagian dari dunia yang merdeka," kata Maia Sandu.
"Saat sejumlah keputusan memerlukan waktu, yang lain harus dibuat secara cepat dan tepat, dan memanfaatkan kesempatan yang datang dengan perubahan dunia."
Bekas jajahan republik Uni Soviet yang berbatasan dengan Ukraina dan Rumania itu, rentan menjadi sasaran lantaran berbatasan langsung dengan wilayah yang diserang Rusia.
Tak hanya Moldova, negara tetangga Georgia yang merupakan eks Republik Uni Soviet, juga memiliki kekhawatiran serupa.
Bahkan, Georgia sudah lebih dulu mendaftarkan negaranya daripada Moldova.
Ketakutan menjalar setelah Rusia menginvasi Ukraina sejak Kamis (24/2/2022).
Apalagi, belum lama ini beredar video Presiden Belarusia ketika mengadakan rapat militer bersama jajarannya.
Dilansir nypost, Kamis (3/3/2022), dalam video tersebut, Alexander Lukashenko terlihat berdiri di depan sebuah peta komando pertempuran.
Ia menunjukkan serangan yang tampaknya direncanakan dari Ukraina selatan ke Moldova.
Peta tersebut membagi Ukraina menjadi empat bagian, di mana garis serangan yang disorot telah dilakukan oleh Rusia.
Wartawan Belarusia, Tadeusz Giczan, mencatat adanya rencana serangan ke Transnistria yang merupakan wilayah pecahan Moldova melalui pelabuhan Ukraina di Odessa.
Adapun awal tahun ini, intelijen militer Ukraina sempat memperingatkan bahwa Rusia merencanakan operasi bendera palsu di Moldova sebagai dalih untuk intervensi militer di Transnistria, yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia.(TribunWow.com/Via)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina