TRIBUNWOW.COM - Badan intelijen Ukraina mengklaim berhasil menyadap sebuah instruksi yang dikeluarkan oleh komandan pasukan militer Rusia.
Dalam rekaman suara yang disadap oleh intelijen Ukraina, komandan tentara Rusia itu meminta bawahannya untuk menembak mati semua warga sipil yang terlihat.
Instruksi ini disebut dikeluarkan oleh sang komandan ketika mereka beroperasi di Mariupol, Ukraina.
Baca juga: Tim Pengecek Fakta Media Inggris Selidiki Video Tentara Ukraina Eksekusi Tentara Rusia di Jalan Raya
Baca juga: Bertanya ke Tentara Rusia Kenapa Ada Galian Besar, Nenek di Ukraina Ketakutan Dengar Jawabannya
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, menurut keterangan seorang agen badan intelijen Ukraina, ketika instruksi itu dikeluarkan, masih ada 150 ribu warga sipil Ukraina terjebak di Mariupol.
Rekaman suara tersebut diketahui berasal dari panggilan radio.
Awalnya seorang tentara Rusia menjelaskan kepada komandannya bahwa ia melihat dua orang menggunakan pakaian warga sipil.
Komandan tentara Rusia itu lalu berteriak mengucapkan "Habisi mereka semua! Bunuh mereka semua!" ucap komandan tentara Rusia yang tidak diketahui namanya.
Tentara Rusia yang menerima instruksi tersebut menjawab "Dimengerti," ujarnya singkat.
Belum selesai di situ, komandan tentara Rusia itu kembali mengulangi instruksinya "Apa yang kau tunggu?" kata dia.
Informasi terkait instruksi ini muncul tak lama setelah pemerintah Rusia mengungkapkan adanya tentara Ukraina yang mengeksekusi mati tentara Rusia yang telah menjadi tahanan perang.
Sebelumnya diberitakan, di tengah konflik yang berlarut-larut, beberapa tentara Rusia dikabarkan berbondong-bondong membelot dan berpindah kubu ke Ukraina.
Bahkan para tentara Rusia yang membelot membuat divisi khusus di pasukan militer Ukraina.
Dalam foto yang beredar tampak para tentara Rusia yang membelot diajari oleh tentara Ukraina cara menggunakan senjata peluncur roket anti tank modern.
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, para tentara Rusia itu menamakan diri mereka Pasukan Kebebasan Rusia.
Kementerian Pertahanan Ukraina sempat menyampaikan pada Rabu (30/3/2022), komandan dalam pasukan ini rutin mengunjungi para tentara Rusia yang ditahan dan dipilih siapa yang mau membelot ke kubu Ukraina.
Para tentara Rusia yang ditahan disebut sehati ingin memerangi pasukan Chechnya yang dipimpin oleh Ramzan Kadyrov.
Di sisi lain, sejumlah tentara Rusia saat ini disebut tengah ramai-ramai melakukan pemberontakan terhadap komandan mereka atas konflik di Rusia-Ukraina.
Para tentara Rusia tersebut mulai tak mematuhi instruksi atasan mereka hingga menyabotase senjata mereka sendiri.
Informasi terkait tentara Rusia yang memberontak diungkapkan oleh Government Communications Headquarters (GCHQ).
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, GCHQ adalah sebuah organisasi yang bertugas menyediakan intelijen atau informasi untuk pemerintah Inggris.
Dugaan pemberontakan ini diperkuat dengan beredarnya sebuah video tentara yang frustasi karena hanya dibekali senjata buatan tahun 1940 yang sudah tak layak pakai.
Kepala GCHQ, Sir Jeremy Fleming mengungkap ada sejumlah pesawat tempur milik Rusia dijatuhkan oleh tentara Rusia sendiri.
"Komando dan kontrol berada dalam kekacauan," ujar Fleming.
GCHQ sendiri sempat menyadap sejumlah percakapan antara tentara Rusia yang berisi tentang rencana memberontak.
"Kami telah melihat tentara Rusia kekurangan senjata dan moral, menolak untuk menjalankan pemerintah, menyabotase peralatan mereka sendiri dan secara sengaja menembak pesawat mereka sendiri," jelas Fleming.
Fleming menyampaikan, pemerintah Rusia saat ini tengah menggunakan tentara bayaran untuk meminimalisir kerugian pasukan militer Rusia.
Di sisi lain, Kantor Kepresidenan Amerika Serikat (AS) mengklaim memiliki sebuah informasi tentang kondisi internal pemerintah Rusia.
Menurut informasi tersebut, saat ini tengah terjadi kekacauan di dalam internal pemerintah Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin disebut tengah disesatkan oleh penasihat militernya sendiri.
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, penasihat Putin tersebut diduga terlalu takut untuk mengungkap fakta yang terjadi di lapangan sehingga memilih untuk membohongi Putin.
"Kami meyakini Putin diberikan informasi salah oleh penasihatnya tentang bagaimana buruknya performa pasukan militer Rusia dan bagaimana ekonomi Rusia menjadi lumpuh karena sanksi," ujar Kepala Bidang Komunikasi Kantor Kepresidenan AS, Kate Bedingfield.
Menurut Kate, invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina adalah sebuah blunder dan akan menyebabkan kerugian jangka panjang untuk Rusia.
Baca juga: Beri Warga Mariupol Waktu untuk Mengungsi, Ini 1 Syarat yang Diminta Putin agar Rusia Setop Serangan
Eks Menlu Rusia Bongkar Siasat Putin
Sebelumnya pada Selasa (29/3/2022) pemerintah Rusia mengumumkan langkah besar untuk menarik pasukan militernya dari beberapa kota di Ukraina termasuk di Kiev/Kyiv.
Rusia mengaku memiliki niat baik agar proses negosiasi damai dapat berjalan lancar namun negara-negara barat justru menaruh curiga.
Kecurigaan ini juga disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Rusia era Boris Yeltsin yakni Andrei Kozyrev.
Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Andrei menyampaikan lewat akun media sosialnya bahwa aksi Putin menarik pasukannya dari Ukraina bukan karena tiba-tiba sang Presiden Rusia tersebut berubah menjadi baik.
Kozyrev menyampaikan, hal ini terjadi karena perlawanan pasukan militer Ukraina yang kuat mampu bertahan dari gempuran tentara Rusia.
Ia lalu menduga ada maksud tersembunyi dari ditariknya pasukan militer Rusia dari Ukraina.
"Bisa jadi sebuah manuver Rusia untuk membeli waktu untuk berkumpul kembali lalu menyerang sekuat tenaga," ungkap Kozyrev.
Sementara itu para pemimpin Barat diperingatkan agar tidak lengah meski Rusia telah mengumumkan akan mengurangi aktivitas militer di sekitar ibu kota Ukraina.
Pasalnya, pihak Barat masih sangsi dengan rencana Presiden Rusia Vladimir Putin yang kini tampaknya melunak.
Banyak spekulasi menilai hal tersebut hanya akal-akalan semata atau merupakan cara pengalih perhatian.
Baca juga: Pengakuan Warga Sipil Ukraina Dibawa Paksa ke Rusia, Sempat Dibujuk oleh Para Tentara
Dilansir TribunWow.com dari Sky News, Rabu (30/3/2022), Wakil Menteri Pertahanan Kremlin Alexander Fomin mengatakan adanya perubahan di medan perang.
Ia menjelaskan penarikan pasukan dari sekitar Kiev tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan pada upaya perundingan damai.
Atasannya Sergey Shoigu sementara itu mengatakan pasukan Rusia sekarang akan berkonsentrasi pada pembebasan wilayah Donbass timur daripada menyerang kota-kota besar Ukraina.
Keputusan ini merupakan perubahan taktis besar dalam menghadapi perlawanan sengit tentara Ukraina.
Namun pengumuman itu disambut dengan skeptisisme dari Eropa dan AS.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson hari ini menyatakan Putin masih bisa berusaha untuk 'memutar pisau' saat perang memasuki fase baru.
Para pejabat Barat tetap curiga terhadap niat sebenarnya Rusia, dengan alasan bahwa serangan Rusia terus berlanjut meskipun Kremlin berjanji untuk mengurangi pasukan di pusat-pusat kota besar.
"Tidak ada yang telah kita lihat sejauh ini yang menunjukkan kepada kita bahwa Presiden Putin dan rekan-rekannya sangat serius tentang (mengurangi pasukan). Ini lebih merupakan latihan taktis bermain untuk waktu," kata seorang pejabat Barat.
"Bahkan jika mereka melakukan apa yang mereka katakan, itu bukan dalam maksud untuk menghentikan permusuhan. Saya pikir kita dapat terus melihat kematian dan kehancuran yang berkelanjutan (di Donbass)."
Hasil pembicaraan tatap muka di Istanbul, di mana Fomin sendiri hadir, meningkatkan harapan bahwa konflik di Ukraina dapat segera diakhiri.
Sementara staf umum militer Ukraina mengatakan sebelumnya telah mencatat penarikan pasukan di sekitar dua kota yang bersangkutan.
Tapi London dan Washington segera meragukan kata-kata Rusia sementara Ukraina mengatakan tujuh orang tewas oleh serangan Rusia di gedung pemerintah di kota Mykolaiv.
Penarikan mundur Rusia dianggap sebagai taktik niat baik, tetapi ada kecurigaan bahwa itu hanyalah cara untuk menyelamatkan muka Rusia.
Mengingat kerugian besar yang diderita atas kehilangan pasukan, tank, dan kendaraan penyerang lapis baja.
Seorang juru bicara Inggris menambahkan bahwa pihaknya tak akan serta merta percaya dengan janji Rusia.
"Kami akan menilai Putin dan rezimnya dengan tindakannya dan bukan dengan kata-katanya," ujarnya.
Meskipun ada hal positif seputar pembicaraan damai di Istanbul, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan tidak melihat bahwa negosiasi itu berlangsung dengan cara yang konstruktif.
Ia berspekulasi bahwa mundurnya Rusia kemungkinan merupakan upaya untuk menipu orang dan mengalihkan perhatian.
"Ada 'Apa yang Rusia katakan' dan ada 'Apa yang dilakukan Rusia', dan kami fokus pada yang terakhir," kata Blinken di Maroko.
"Dan apa yang dilakukan Rusia adalah kebrutalan yang terus berlanjut di Ukraina." (TribunWow.com/Anung/Via)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina