Konflik Rusia Vs Ukraina

Tentara Rusia Ramai-ramai Memberontak, Abaikan Instruksi Komandan hingga Tembak Pesawat Sendiri

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beredar video tentara Rusia mengeluh senjata yang mereka gunakan terlalu kuno dan sudah tidak layak.

TRIBUNWOW.COM - Sejumlah tentara Rusia saat ini disebut tengah ramai-ramai melakukan pemberontakan terhadap komandan mereka atas konflik di Rusia-Ukraina.

Para tentara Rusia tersebut mulai tak mematuhi instruksi atasan mereka hingga menyabotase senjata mereka sendiri.

Informasi terkait tentara Rusia yang memberontak diungkapkan oleh Government Communications Headquarters (GCHQ).

Baca juga: Pengakuan Warga Sipil Ukraina Dibawa Paksa ke Rusia, Sempat Dibujuk oleh Para Tentara

Baca juga: Keajaiban Masih Hidup, Ibu di Ukraina Ditembaki Tentara Rusia hingga Tubuhnya Rusak

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, GCHQ adalah sebuah organisasi yang bertugas menyediakan intelijen atau informasi untuk pemerintah Inggris.

Dugaan pemberontakan ini diperkuat dengan beredarnya sebuah video tentara yang frustasi karena hanya dibekali senjata buatan tahun 1940 yang sudah tak layak pakai.

Kepala GCHQ, Sir Jeremy Fleming mengungkap ada sejumlah pesawat tempur milik Rusia dijatuhkan oleh tentara Rusia sendiri.

"Komando dan kontrol berada dalam kekacauan," ujar Fleming.

GCHQ sendiri sempat menyadap sejumlah percakapan antara tentara Rusia yang berisi tentang rencana memberontak.

"Kami telah melihat tentara Rusia kekurangan senjata dan moral, menolak untuk menjalankan pemerintah, menyabotase peralatan mereka sendiri dan secara sengaja menembak pesawat mereka sendiri," jelas Fleming,

Fleming menyampaikan, pemerintah Rusia saat ini tengah menggunakan tentara bayaran untuk meminimalisir kerugian pasukan militer Rusia.

Di sisi lain, Kantor Kepresidenan Amerika Serikat (AS) mengklaim memiliki sebuah informasi tentang kondisi internal pemerintah Rusia.

Menurut informasi tersebut, saat ini tengah terjadi kekacauan di dalam internal pemerintah Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin disebut tengah disesatkan oleh penasihat militernya sendiri.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, penasihat Putin tersebut diduga terlalu takut untuk mengungkap fakta yang terjadi di lapangan sehingga memilih untuk membohongi Putin.

"Kami meyakini Putin diberikan informasi salah oleh penasihatnya tentang bagaimana buruknya performa pasukan militer Rusia dan bagaimana ekonomi Rusia menjadi lumpuh karena sanksi," ujar Kepala Bidang Komunikasi Kantor Kepresidenan AS, Kate Bedingfield.

Menurut Kate, invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina adalah sebuah blunder dan akan menyebabkan kerugian jangka panjang untuk Rusia.

Eks Menlu Rusia Bongkar Siasat Putin

Sebelumnya pada Selasa (29/3/2022) pemerintah Rusia mengumumkan langkah besar untuk menarik pasukan militernya dari beberapa kota di Ukraina termasuk di Kiev/Kyiv.

Rusia mengaku memiliki niat baik agar proses negosiasi damai dapat berjalan lancar namun negara-negara barat justru menaruh curiga.

Kecurigaan ini juga disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Rusia era Boris Yeltsin yakni Andrei Kozyrev.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Andrei menyampaikan lewat akun media sosialnya bahwa aksi Putin menarik pasukannya dari Ukraina bukan karena tiba-tiba sang Presiden Rusia tersebut berubah menjadi baik.

Kozyrev menyampaikan, hal ini terjadi karena perlawanan pasukan militer Ukraina yang kuat mampu bertahan dari gempuran tentara Rusia.

Ia lalu menduga ada maksud tersembunyi dari ditariknya pasukan militer Rusia dari Ukraina.

"Bisa jadi sebuah manuver Rusia untuk membeli waktu untuk berkumpul kembali lalu menyerang sekuat tenaga," ungkap Kozyrev.

Sementara itu para pemimpin Barat diperingatkan agar tidak lengah meski Rusia telah mengumumkan akan mengurangi aktivitas militer di sekitar ibu kota Ukraina.

Pasalnya, pihak Barat masih sangsi dengan rencana Presiden Rusia Vladimir Putin yang kini tampaknya melunak.

Banyak spekulasi menilai hal tersebut hanya akal-akalan semata atau merupakan cara pengalih perhatian.

Dilansir TribunWow.com dari Sky News, Rabu (30/3/2022), Wakil Menteri Pertahanan Kremlin Alexander Fomin mengatakan adanya perubahan di medan perang.

Ia menjelaskan penarikan pasukan dari sekitar Kiev tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan pada upaya perundingan damai.

Atasannya Sergey Shoigu sementara itu mengatakan pasukan Rusia sekarang akan berkonsentrasi pada pembebasan wilayah Donbass timur daripada menyerang kota-kota besar Ukraina.

Keputusan ini merupakan perubahan taktis besar dalam menghadapi perlawanan sengit tentara Ukraina.

Namun pengumuman itu disambut dengan skeptisisme dari Eropa dan AS.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson hari ini menyatakan Putin masih bisa berusaha untuk 'memutar pisau' saat perang memasuki fase baru.

Para pejabat Barat tetap curiga terhadap niat sebenarnya Rusia, dengan alasan bahwa serangan Rusia terus berlanjut meskipun Kremlin berjanji untuk mengurangi pasukan di pusat-pusat kota besar.

"Tidak ada yang telah kita lihat sejauh ini yang menunjukkan kepada kita bahwa Presiden Putin dan rekan-rekannya sangat serius tentang (mengurangi pasukan). Ini lebih merupakan latihan taktis bermain untuk waktu," kata seorang pejabat Barat.

"Bahkan jika mereka melakukan apa yang mereka katakan, itu bukan dalam maksud untuk menghentikan permusuhan. Saya pikir kita dapat terus melihat kematian dan kehancuran yang berkelanjutan (di Donbass)."

Hasil pembicaraan tatap muka di Istanbul, di mana Fomin sendiri hadir, meningkatkan harapan bahwa konflik di Ukraina dapat segera diakhiri.

Sementara staf umum militer Ukraina mengatakan sebelumnya telah mencatat penarikan pasukan di sekitar dua kota yang bersangkutan.

Tapi London dan Washington segera meragukan kata-kata Rusia sementara Ukraina mengatakan tujuh orang tewas oleh serangan Rusia di gedung pemerintah di kota Mykolaiv.

Penarikan mundur Rusia dianggap sebagai taktik niat baik, tetapi ada kecurigaan bahwa itu hanyalah cara untuk menyelamatkan muka Rusia.

Mengingat kerugian besar yang diderita atas kehilangan pasukan, tank, dan kendaraan penyerang lapis baja.

Seorang juru bicara Inggris menambahkan bahwa pihaknya tak akan serta merta percaya dengan janji Rusia.

"Kami akan menilai Putin dan rezimnya dengan tindakannya dan bukan dengan kata-katanya," ujarnya.

Meskipun ada hal positif seputar pembicaraan damai di Istanbul, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan tidak melihat bahwa negosiasi itu berlangsung dengan cara yang konstruktif.

Ia berspekulasi bahwa mundurnya Rusia kemungkinan merupakan upaya untuk menipu orang dan mengalihkan perhatian.

"Ada 'Apa yang Rusia katakan' dan ada 'Apa yang dilakukan Rusia', dan kami fokus pada yang terakhir," kata Blinken di Maroko.

"Dan apa yang dilakukan Rusia adalah kebrutalan yang terus berlanjut di Ukraina."

Baca juga: Sosok Tentara Ukraina yang Viral Usir Kapal Perang Rusia dari Pulau Ular, Kini Diberi Penghargaan

Baca juga: Putin dan Pejabat Tinggi Rusia Dikabarkan Sembunyi di Bunker, Perang Nuklir Ukraina Dimulai?

Hasil Perundingan di Istanbul

Pertemuan pihak Ukraina dan Rusia di Istanbul, Turki Selasa (29/3/2021), berlangsung dengan lancar.

Tak seperti sebelumnya, pembicaraan kali ini telah menghasilkan perkembangan signifikan.

Terutama terkait rencana pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia TASS, Selasa (29/3/2022), kepala delegasi Rusia, Ajudan Presiden Vladimir Medinsky menilai pembicaraan Rusia-Ukraina bersifat konstruktif

Dia mengatakan Moskow akan membuat dua langkah de-eskalasi.

Satu diantaranya menawarkan untuk mengadakan pertemuan antara Putin dan Zelensky.

Pertemuan itu digelar bersamaan dengan penandatanganan perjanjian damai oleh Kementerian Luar Negeri mereka.

Pada langkah lain, pasukan Rusia akan secara drastis mengurangi aktivitas mereka di sekitar Kiev dan Chernigov.

Adapun pembicaraan itu seharusnya berlangsung dua hari yakni pada tanggal 29 dan 30 Maret.

Namun, sumber-sumber di delegasi Rusia dan Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan sesi itu telah berakhir dan pertemuan pada hari Rabu dibatalkan.

Berikut rangkuman poin-poin penting dalam perundingan damai tersebut.

Dua Langkah De-eskalator

Medinsky mengaku telah menerima dari perwakilan Zelensky tentang kejelasan posisi Ukraina.

Proposal dari Kiev, akan dipelajari dalam waktu dekat dan dilaporkan kepada presiden, dan kemudian Moskow akan kembali dengan tanggapan.

Selain itu, Rusia akan mengalah dan melakukan dua langkah di bidang politik dan militer untuk mengurangi konflik.

Langkah pertama adalah Rusia menawarkan untuk memajukan kemungkinan pertemuan antara para pemimpin negara.

Awalnya Putin dan Zelensky seharusnya bertemu setelah Kementerian Luar Negeri mereka menandatangani perjanjian damai, sekarang kedua acara ini diusulkan untuk diadakan secara bersamaan.

Langkah kedua diumumkan oleh Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.

"Seiring pembicaraan beralih ke persyaratan praktis, Kementerian Pertahanan Rusia telah memutuskan untuk secara drastis mengurangi aktivitas militer menuju Kiev dan Chernigov," kata Fomin.

Proposal Ukraina

Medinsky mengatakan proposal tertulis Ukraina berisi larangan produksi dan penyebaran senjata pemusnah massal, serta larangan penyebaran pangkalan militer asing di Ukraina.

Dia kemudian mengatakan bahwa Kiev juga menyiratkan penolakan untuk mengejar kembalinya Krimea dan Sevastopol ke Ukraina dengan kekuatan militer.

Alexander Chaly, anggota delegasi Kiev, mengatakan bahwa Ukraina setuju untuk mengadopsi status netral dan non-nuklir jika diberikan jaminan keamanan.

Isi dan bentuk kesepakatan tersebut dituntut harus serupa dengan Pasal 5 dari Perjanjian Atlantik Utara.

Jaminan tersebut harus mencakup bantuan militer dan penetapan daerah larangan terbang setelah tiga hari konsultasi untuk mencari solusi diplomatik.

Para penjamin, dapat mencakup anggota tetap Dewan Keamanan PBB (termasuk Rusia), serta Jerman, Israel, Italia, Kanada, Polandia, dan Turki.

Menurut kepala faksi parlemen dari partai Hamba Rakyat yang berkuasa di Ukraina, David Arakhamiya, jaminan mereka tidak akan mencakup Krimea dan Donbass.

Kiev juga menuntut agar negara-negara penjamin membantu Ukraina bergabung dengan Uni Eropa sesegera mungkin. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina