TRIBUNWOW.COM - Sebuah video yang memperlihatkan seorang petani membuang 1,5 ton tomat viral di berbagai platform media sosial.
Dilansir Tribunlampung.co.id, peristiwa tersebut terjadi di Pemangku Umbul Liokh, Pekon Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat, Sabtu (26/3/2022) lalu.
Petani tersebut diduga kesal karena harga tomat yang anjlok hingga hanya Rp 400 per kilogram.
Baca juga: Fakta Viral Pria Naik Motor Tanpa Busana di Bali, Ternyata Anggota Polisi, Diduga Sedang Kambuh
Usut punya usut, aksi tersebut dilakukan oleh seorang pria bernama Marwan.
Saat ditemui di kediamannya, Minggu (27/3/2022), Marwan mengaku sebagai pengepul sayuran.
Pria berusia 32 tahun itu mengatakan, tidak pernah bermaksud untuk membuang tomat-tomat tersebut.
"Sebenarnya saya udah bilang ke ibu-ibu untuk mengambil tomatnya saat masih di dalam kotak," kata Marwan, Minggu (27/3/2022).
"Tapi mungkin karena malu atau gak enak, jadinya gak ada yang mau ngambil," sambungnya.
Ia pun menumpahkan kotak berisi tomat tersebut di tepi jalan depan kiosnya di Pemangku Umbul Liokh, Pekon Sebarus, Balik Bukit, Lampung Barat.
"Dari situ, ibu-ibu ramai-ramai banyak yang ngambilin," terangnya.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Klarifikasi Pidatonya soal Putin Tak Bisa Dibiarkan Berkuasa
Ia mengaku, membuang tomat tersebut bukanlah tanpa alasan.
Menurut Marwan, ia tidak tahu lagi mesti memasarkan tomat tersebut ke mana.
"Soalnya overproduksi. Jadi, stok barang itu lebih banyak daripada permintaan di pasar," kata dia.
Ia mengibaratkan, dalam sehari tomat yang terjual hanya sekitar 50 peti.
Sementara tomat yang diterima dari petani jauh lebih banyak.
"Jadi kita tahan dulu tomat itu menginap sehari. Siapa tahu besoknya laku," imbuhnya.
Sayangnya, lanjut dia, stok tomat masih saja berlebih, hingga ia terpaksa menyimpan stok tomat tersebut selama empat hari.
Alhasil, tomat sudah tidak bisa lagi didistribusikan ke pasar lantaran sudah terlalu matang.
Di samping itu, Marwan mengungkapkan, harga tomat anjlok sejak seminggu terakhir.
"Karena overproduksi itu tadi, makanya harganya jadi anjlok," ungkapnya.
"Kita ambil dari petani itu Rp 500 per kilogram plus ongkos ojek Rp 200," tambahnya.
Baca juga: Viral Istri Izinkan Suami Nikahi Selingkuhan, Ungkap Alasannya hingga Malah Bantu Pilihkan Seserahan
Normalnya, harga tomat berada di kisaran Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram.
"Awal Maret 2022 itu harganya masih Rp 2.500 per kilogram," ungkap Marwan.
Biasanya, ia memasarkan tomatnya ke sejumlah wilayah di Lampung hingga ke DKI Jakarta.
"Di Jakarta ternyata harganya murah juga, ditambah banjir tomat juga," kata dia.
Hal itu juga yang menjadi alasan Marwan membuang stok tomat miliknya sebanyak 30 peti atau sekira 1,5 ton.
Akibatnya, ia harus menelan kerugian yang ditaksir lebih dari Rp 1 juta.
Meskipun mengalami kerugian, ia tetap menampung hasil panen tomat dari para petani.
"Kalau gak diambil kasihan petaninya, sementara pas mahal kita juga dikasih," ujarnya.
"Jadi, pas harga murah juga kita harus bantu mereka juga," terus dia.
Marwan berterus terang, jika kejadian seperti ini kerap terjadi di tiap panen raya.
"Banyak yang panen, pasar gak mampu menampung, ya akhirnya kebuang," kata dia.
Marwan membeberkan, fenomena tersebut tak hanya dialami dirinya.
"Merata terjadi hampir di seluruh wilayah Lampung Barat," bebernya.
Berkenaan dengan harga tomat yang anjlok, dirinya tak mau menyalahkan pemerintah.
"Harusnya kita ini menyadari, kalau harga sayuran itu gak bisa diatur sama pemerintah," ujarnya.
"Itu semua tergantung dari perbandingan antara stok barang dengan permintaan," tambah Marwan.
Soal harga, menurutnya ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.
"Kalau untuk pemerintah, mungkin bisa memberlakukan kebijakan pascapanen," katanya.
"Sementara ini kan hanya buat ke pasar, gak ada yang ke pabrik gitu," imbuh dia.
Inilah yang menurutnya masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkab Lampung Barat.
"Di Lampung Barat kan belum ada perusahaan pengolahan tomat," ungkapnya.
Setidaknya Marwan mengharapkan Pemkab Lampung Barat dapat menjadi jembatan bagi para pengepul maupun petani tomat untuk bisa bekerja sama dengan suatu perusahaan yang memproduksi hasil pengolahan tomat.
"Kalau kayak kita pengusaha di sini kan sulit untuk menembus itu," ujarnya.
"Semoga itu bisa direalisasikan," harap Marwan.
Untuk para petani tomat sendiri, ia berpesan agar jangan merasa jera untuk menanam tomat.
"Ya jangan kapok menanam tomat. Ya memang seperti itu. Kadang ketemu mahal, kadang ketemu murah. Itu sudah biasa," pesan Marwan.
Ia menilai, jika diterapkan sebuah mekanisme khusus kepada para petani sayur, kemungkinan dapat menstabilkan harga sayur.
Namun, ia menganggap, hal itu sulit untuk diterapkan.
"Jadi misalnya di Kecamatan Balik Bukit ini ada sejumlah desa. Seharusnya, di tiap desa petaninya menanam jenis sayur yang berbeda," jelas Marwan.
"Desa A misalnya menanam tomat, Desa B menanam cabai, Desa C menanam kol atau sawi," imbuhnya.
Jika demikian, hasil panennya tidak akan berbarengan atau jika berbarengan pun menghasilkan panen dengan jenis sayur yang berbeda.
"Sehingga tidak akan terjadi overproduksi yang menyebabkan harga sayur anjlok di pasaran," terangnya.
"Tapi kalau di sini kan petaninya ikut tren harga. Kalau harganya lagi mahal, ya itu yang ditanam. Susah untuk diterapkan," tutup dia.
Sementara itu, seorang petani tomat bernama Ardiyanto mengaku, dirinya tidak begitu mengetahui soal anjloknya harga tomat.
"Saya ini kan cuma pekerja. Saya bekerja sama pemilik kebun," ujar Ardiyanto.
"Jadi, saya gak begitu paham soal harga tomat sekarang ini," sambungnya.
Tanaman apa pun yang ingin ditanam oleh pemilik kebun, dirinya akan menanamnya tanpa bertanya soal harganya.
"Tapi, kalau harga tomat per kilogramnya Rp 500 itu ya pasti rugi," katanya.
"Orang kita beli kotak tomatnya aja Rp 15.000 per kotak," tambah Ardiyanto.
Ardiyanto sendiri menanam tomat di lahan sekira setengah hektare dengan hasil panen biasanya berkisar 1 hingga 1,5 ton.
Perihal fenomena sejumlah tomat yang dibuang tersebut, dirinya mengira, hal itu terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara pengeluaran atau biaya operasional dengan pendapatan yang diterima.
"Yang dibuang itu mungkin ya gak sesuai pendapatan sama operasionalnya," pungkasnya. ( Tribunlampung.co.id / Nanda Yustizar Ramdani )
Baca berita Viral lainnya
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Kisah di Balik Aksi Viral Petani di Lampung Barat Buang 1,5 Ton Tomat