TRIBUNWOW.COM - Sempat viral di media sosial (medsos) sebuah video menampilkan peristiwa kericuhan yang terjadi antara anggota TNI dan sejumlah petani.
Konflik diketahui terjadi saat pihak TNI hendak memasang plang penanda lahan di sebuah persawahan di Desa Seituan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Selasa (4/1/2022).
Kepala desa setempat menyebut, ada oknum anggota TNI yang sempat menginjak bocah SMP yang ada di tempat kejadian perkara (TKP).
Baca juga: Saat Konpers, Masing-masing Oknum TNI Tersangka Kasus Nagreg Diborgol dengan 1 PM
Baca juga: Viral Ricuh TNI dan Petani di Seituan, Ada 2 Versi Cerita Saling Berlawanan, Begini Pengakuannya
Dikutip dari Tribun-Medan.com, untuk mengusut kasus ini, Kodam I/BB telah membentuk sebuah tim khusus.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Penerangan Kodam I/BB, Kolonel Donald Silitonga.
"Dengan mengumpulkan saksi saksi serta alat bukti lainnya. Kami menjunjung tinggi hukum yang berlaku di negara ini. Tapi asas hukum praduga tidak bersalah harus dihormati," ujar Donald, Kamis (6/1/2021).
Donald menjelaskan, apabila ada anggota yang terbukti salah maka akan diberikan hukuman tegas.
"Kalau di dalam penyelidikan cukup bukti dan ditemukan unsur tindak pidana, maka akan ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kita yakinkan tidak ada intervensi dalam proses hukum," tegasnya.
Terkait kejadian ini, pihak masyarakat dan TNI memberikan keterangan berbeda.
Dikutip dari Tribun-Medan.com, berikut adalah dua versi kronologi seputar konflik TNI Vs warga di Desa Seituan:
Aniaya Warga
Video kericuhan tersebut diketahui viral seusai diunggah oleh seorang petani yang memiliki akun Facebook bernama "Samarya Uyee Samarya Parbellakk".
Konflik ini diketahui dipicu oleh saling klaim wilayah persawahan.
Di satu sisi masyarakat mengklaim persawahan yang ada di Desa Seituan.
Namun di sisi lain, lahan persawahan itu juga diklaim oleh Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB.
Dalam video, kericuhan terjadi seusai pihak TNI AD memasang plang di area persawahan tersebut.
"Tolong, tolong kami. Tuhan tolong kami, masyarakat dipukuli," ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.
Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.
Parningotan menjelaskan, masyarakat enggan pindah karena mengklaim lahan itu sudah dikuasai dari zaman kakek nenek mereka.
Ia mengatakan, pihak TNI baru mengklaim akhir-akhir ini.
"Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu enggak pernah diperdebatkan di zaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini," ucap Parningotan.
Menurut keterangan Parningotan ada anak-anak di bawah umur yang diinjak oleh oknum anggota TNI.
"Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima."
"Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya," kata Parningotan.
Parningotan mengakui dirinya tidak melihat langsung kericuhan, namun saat ia datang pihak Pusokpad TNI AD sudah tidak ada lagi di tempat kejadian perkara (TKP).
"Kalau sudah diginiin masyarakat saya yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak."
"Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini," kata Parningotan.
Parningotan menjelaskan, warga tidak mau pindah sebab 98 persen penduduk berprofesi sebagai petani.
TNI Diprovokasi
Di sisi lain, menurut pihak TNI, kericuhan terjadi ketika anggota hendak memasang plang.
Keterangan ini diungkapkan oleh Kodam I/BB Medan lewat Letkol Caj Drs Wendrizal Sekum Puskopkar "A" BB.
Dikutip dari Tribunnews.com, pada hari kejadian, anggota TNI hendak memasang plang pemberitahuan bahwa lahan tersebut adalah milik Kodam I/BB berdasarkan keputusan Mahkamah Agung.
Wendrizal menjelaskan, para anggota TNI tiba di lokasi sekira pukul 09.30 WIB.
Pemasangan plang sempat terhambat gara-gara warga tidak mengizinkan.
Pihak TNI pun sempat pindah beberapa kali untuk memasang plang.
"Sekitar 10.30 WIB massa semakin ramai dan sebagian besar ibu dan orang tua yang memprovokasi pasukan terpancing untuk melakukan pemukulan atau tindakan kekerasan," ucap Wendrizal, Rabu (5/1/2022).
Saat para pasukan beristirahat sekira pukul 11.30 WIB, warga setempat mengadang jalan menggunakan batu dan kayu di depan truck Yon Zipur I/DD.
Karena pemasangan plang kedua dan ketiga untuk titik selatan dan timur lokasi tidak dilaksanakan, maka personelnya diperintahkan meninggalkan lokasi.
Sayangnya, dua unit truk mobil Yonzipur I/DD di titik timur tidak bisa meninggalkan lokasi.
Wendrizal mengaku saat itu memberikan beberapa opsi kepada warga atau penggarap.
Pertama, penggarap mencabut sendiri plang kepemilikan yang terlah didirikan oleh Puskopar "A" BB.
Namun penggarap menolak hal tersebut.
Kedua, Puskop Kartika "A" BB akan mencabut plang kepemilikan HGU dengan syarat penggarap juga mencabut plang yang telah didirikan penggarap.
Pada saat kejadian tidak terjadi kesepakatan.
Kemudian pihak penggarap atau warga mulai anarkis dengan melempari personil dengan lumpur.
Pihaknya pun mengejar para penggarap yang dianggap menjadi provokator massa.
Massa pun berhamburan dan personelnya meninggalkan lokasi.
"Tidak ada korban baik dari pihak masyarakat penggarap maupun personel dan pasukan yang bertugas," tegas Wendrizal. (TribunWow.com/Anung)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul BENTROK TNI dengan Petani Desa Seituan Viral di Medsos, Kepala Desa Sebut Tiga Anak Dipijak Oknum, Kodam I/Bukit Barisan Janji Tindak Tegas Anggota yang Terbukti Aniaya Anak-anak dan Serang warga dan Tribunnews.com dengan judul Penjelasan Kodam Terkait Kericuhan Anggota TNI dengan Petani di Deliserdang Sumut