TRIBUNWOW.COM - Keluarga santriwati korban rudapaksa guru pesantren berinisial HW (36) di Kota Bandung, Jawa Barat, ingin agar HW dihukum maksimal seperti dengan hukuman mati atau kebiri.
Pengacara dari 11 korban, Yudi Kurnia, berharap agar ada perubahan pasal yang digunakan jaksa untuk memberikan tuntutan maksimal kepada terdakwa.
"Korban menginginkan pelaku ini dijerat dengan hukuman mati sesuai dengan undang-undang perlindungan anak perubahan kedua," ujar saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (21/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.
Baca juga: Teganya Pelaku Pelecehan di Pesantren Tasik, 5 Tahun Lakukan Aksinya dan Incar Santriwati yang Sakit
Baca juga: 3 Kasus Guru Ngaji Cabuli Muridnya di Berbagai Daerah, Hamili Santriwati hingga Modus Beri Baju
Sebagai informasi jaksa mendakwa HW dengan UU perlindungan anak perubahan pertama.
Di sana, tidak disebutkan adanya hukuman mati atau hukuman kebiri.
"Dalam perubahan kesatu enggak ada hukuman mati atau kebiri. Ancaman 15 tahun dan di dalam pasal 81 ayat 3 ada pemberatan karena pelaku adalah guru, jadi ancaman hukuman 20 tahun," katanya.
"Mudah-mudahan dalam tuntutan diterapkan itu," ucapnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primernya.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Ramai Dugaan Penyelewengan Dana Bansos Pesantren, Kasus HW Bakal Dikembangkan Polisi
"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat, Riyono.
Dugaan Penyelewengan Dana Bansos
Hari ini, sidang kembali dilanjutkan dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana, akan turun sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang dipimpin majelis hakim Yohannes Purnomo Suryo Ali, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"Pada hari ini juga ada dua orang saksi yang hadir, satu hadir secara fisik, satu lagi memberikan keterangan melalui video conference tadi," ujar Asep, seusai sidang.
Asep mengejar adanya dugaan terkait penyelewengan dana bantuan sosial di pesantren yang dikelola terdakwa HW.
Kata dia, saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini turut menguatkan dugaan jaksa dan hal itu sudah didengat Majelis Hakim.
"Keterangan tersebut mendukung pembuktian bahwa ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh HW dalam pengelolaan pesantren maupun di tempat pendidikan, dan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bagaimana dia melanggar UU perlindungan anak," katanya.
Dugaan itu, berasal dari penyelidikan jaksa dalam menangani kasus ini.
Hal-hal yang ditemukan penyidik kejaksaan, sudah disampaikan dalam persidangan itu.
"Sesuai yang disangkakan, kami tanyakan seluruhnya, termasuk tidak hanya kemudian perbuatan pidana pada anak-anak itu tapi juga termasuk penggunaan bansos," katanya.
Sebelumnya, HW dilaporkan sejak Mei 2021 karena melakukan tindak asusila terhadap 21 santriwati di bawah umur di pesantren yang dikelolanya.
Sekitar tujuh korban dikabarkan sudah memiliki anak akibat pebuatan HW.
Bahkan, seorang anak berusia 14 tahun sudah memiliki dua anak gara-gara HW. (TribunWow.com/Afzal Nur Iman)
Artikel ini diolah dari Tribun Jabar yang berjudul Keluarga Korban Minta Herry Wirawan Dihukum Mati, Namun Jaksa Cuma Beri Tuntutan Penjara Segini dan Sidang Kasus Herry Wirawan Rudapaksa Santriwati, 1 Saksi Korban Hadir Langsung 1 Lagi Melalui Video