TRIBUNWOW.COM - Kasus rudapaksa yang dilakukan pengelola pesantren di Bandung, Jawa Barat, berinisial HW, berbuntut panjang.
Setelah merudapaksa 12 santriwati hingga lahir delapan bayi, kini terungkap kejanggalan pesantren yang dikelola HW.
Sebagai informasi, pesantren yang dikelola HW kini telah ditutup seusai kasus rudapaksa ini mencuat.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA), Garut, Diah Kurniasari Gunawan mengatakan selama ini para korban diiming-imingi biaya sekolah gratis oleh HW.
Kebanyakan korban berasal dari Garut, Jawa Barat.
Baca juga: Fakta Pesantren Tempat 12 Santriwati Jadi Korban Rudapaksa: Tak Ada Ijazah, Guru Hanya Pelaku
Baca juga: Rudapaksa 12 Santriwati, Begini Sosok Guru Pesantren di Bandung, Keluarga Korban Ungkap Kemarahan
Para korban masuk ke pesantren itu sejak 2016 atau sejak mereka duduk di bangku SMP.
Keanehan lain dalam pesantren tersebut adalah guru hanya berjumlah satu orang, yakni HW.
Guru lain biasanya datang di waktu tertentu dan merupakan guru panggilan.
"Sisanya (waktu), mereka masak sendiri, gantian memasak, tidak ada orang lain lagi yang masuk pesantren itu," ujar HW, dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Selain itu, di pesantren tersebut tidak ada ijazah.
Dugaan itu muncul karena ada korban yang disebut telah lulus SMP namun tidak memiliki ijazah resmi dari pesantren.
"Ijazahnya ini benar apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," jelas Diah.
Keanehan selanjutnya adalah orangtua santriwati diminta membantu pembangunan pesantren dengan menyumbang kayu hingga tenaga menjadi pekerja.
Padahal, pelaku menyebar proposal untuk mendapat bantuan hingga bisa membangun pesantren itu.
"Tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan seperti itu oleh para pelaku," tandasnya.
Baca juga: Guru Pesantren Cabuli 12 Santriwati sejak 2016 hingga 2021, 2 Korban Hamil dan 8 Sudah Melahirkan
Baca juga: Emosi Bakar Penjual Sosis, Preman di Tangerang Kabur Ngaku Mau Taubat di Pesantren
Sosok HW
HW, guru pesantren di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menuai sorotan seusai merudapaksa 12 santriwatinya.
Sejumlah dari korban bahkan sudah beberapa kali melahirkan.
Beredar surat keterangan domisili dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipit Kota Bandung yang mencantumkan tempat tinggal HW.
Ia selama ini tinggal di kawasan Dago Biru, Kota Bandung.
Seorang warga di lingkungan HW tinggal, Ashari (61), menyebut terdakwa sudah lama tak kembali ke daerah itu.
Disebutnya, HW kerap berbelanja ke tempat jualannya.
Tak hanya itu, HW juga dikenal sebagai sosok pendiam.
"Dia pernah ngajar di lembaga pendidikan sekitar sini, tapi sudah lama sekali, sekarang enggak tahu di mana tinggalnya," ungkap Ashari, dikutip dari TribunJabar.id, Kamis (9/12/2021).
Ia mengaku tak menyangka HW bakal melakukan tindakan bejat hingga menodai belasan santriwati.
Ashari berharap HW dituntut hukuman seberat-beratnya.
Kemarahan Keluarga Korban
Di sisi lain, kakak satu di antara 12 korban, AN (34), mengaku tak terima dengan tindakan mesum pelaku pada adiknya.
AN pun mengaku heran karena kasus ini baru ramai diperbincangkan.
"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang," ungkapnya.
"Kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame? Saya minta keadilan seadil-adilnya."
Selama ini, AN kesulitan untuk mendapatkan informasi terkait proses hukum yang berjalan.
Karena itu, AN bersyukur kasus ini akhirnya viral dan diketahui banyak orang.
"Biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakkan seadil-adilnya," tandasnya. (TribunWow.com)
Artikel ini telah diolah dari Kompas.com dengan judul "Guru Pesantren di Bandung Perkosa 12 Santriwati di Yayasan hingga Hotel", dan TribunJabar.id dengan judul Ketua DPD PSI Bandung Minta Terdakwa Kekerasan Seksual 13 Santriwati Dihukum kebiri Kimia, serta TribunJabar.id dengan judul FAKTA Baru Ustaz Bejat di Bandung Hamili Santri, Duit Bantuan Pemerintah Dipakai Sewa Hotel