TRIBUNWOW.COM – Panglima angkatan bersenjata Sudan membela perebutan kekuasaan oleh militer, dengan mengatakan upaya itu dilakukan untuk menghindari perang saudara, Selasa (26/10/2021).
Pengambilalihan pemerintahan oleh militer terjadi pada Senin (25/10/2021), menghentikan transisi Sudan ke demokrasi, dua tahun setelah pemberontakan rakyat menggulingkan pemimpin sebelumnya, Omar al-Bashir.
Para pengunjuk rasa turun ke jalan untuk berdemonstrasi menentang aksi militer tersebut sehari setelahnya.
Baca juga: Rumah Dikepung, PM Sudan Ditangkap dalam Upaya Kudeta Militer, Layanan Internet dan Bandara Lumpuh
Baca juga: Krisis Sudan, Puluhan Mayat Demonstran Ditemukan di Sungai Nil
Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan berbicara dalam konferensi pers pertamanya sejak mengumumkan pengambilalihan pemerintahan Sudan, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (27/10/2021).
Al-Burhan mengatakan tentara tidak punya pilihan, selain mengesampingkan politisi yang menghasut melawan angkatan bersenjata.
Menurutnya, tindakan militer tidak selalu berarti kudeta.
"Bahaya yang kita saksikan minggu lalu bisa membawa negara ke dalam perang saudara," katanya, merujuk pada demonstrasi menentang kemungkinan kudeta.
Sementara itu, Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok yang ditangkap pada Senin lalu bersama anggota kabinet lainnya, tidak dilukai serta dibawa ke rumah Al-Burhan sendiri.
“Perdana menteri ada di rumahnya. Namun, kami takut dia dalam bahaya sehingga dia ditempatkan bersama saya di rumah saya,” kata Al-Burhan.
Berdasarkan sumber yang dikutip Reuters, menyebutkan Hamdok bersama istrinya sudah kembali ke kediaman mereka di ibu kota Khartoum, meskipun dengan pengawalan ketat pada Selasa (26/10/2021).
Namun, sumber keluarga mengatakan mereka belum bisa menghubungi Hamdok mau pun istrinya melalui telepon.
Pada Senin lalu, Al-Burhan muncul di televisi untuk mengumumkan pembubaran Dewan Berdaulat, sebuah badan yang dibentuk setelah penggulingan Bashir untuk berbagi kekuasaan antara militer dan warga sipil, serta memimpin Sudan meuju pemilihan umum yang bebas.
Laman Facebook kantor perdana menteri, tampaknya masih dikuasai loyalis Hamdok, menyebutkan sejumlah menteri dan politisi sipil masih ditahan di lokasi yang tidak diketahui.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken berbicara dengan Hamdok pada Selasa, menyambut "pembebasannya dari tahanan" dan mengulangi seruan kepada militer Sudan untuk membebaskan semua pemimpin sipil yang ditahan, kata Departemen Luar Negeri.
Sebuah postingan di akun Facebook kantor perdana menteri, menyebut bahwa Hamdok tetap menjadi otoritas eksekutif yang diakui oleh Sudan dan dunia.
Dikatakan tidak ada alternatif selain protes, pemogokan, dan pembangkangan sipil.
Duta besar Sudan untuk 12 negara, termasuk AS, Uni Emirat Arab, China, dan Prancis, telah menolak pengambilalihan pemerintahan oleh militer tersebut, kata sumber diplomatik.
Duta Besar untuk Belgia dan Uni Eropa, Jenewa serta badan-badan PBB, China, Afrika Selatan, Qatar, Kuwait, Turki, Swedia dan Kanada juga menandatangani pernyataan tersebut, yang mengatakan para utusan mendukung perlawanan rakyat terhadap kudeta.
Negara-negara Barat mengecam kudeta itu, menyerukan agar menteri-menteri Kabinet yang ditahan dibebaskan.
Baca juga: Ditemukan Uang Tunai Sebesar Rp 1,5 Triliun di Rumah Mantan Presiden Sudan
Baca juga: Presiden Alpha Conde Ditangkap, Militer Guinea Muncul di Televisi Siarkan Pengakuan Kudeta
Mereka mengancam akan menghentikan bantuan, jika militer tidak memulihkan pembagian kekuasaan dengan warga sipil.
Sebelumnya, seorang pejabat kementerian kesehatan mengatakan tujuh orang tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan, Senin (25/10/2021).
Sehari setelahnya, militer menutup sebagian Khartoum dan Omdurman, di mana pengunjuk rasa membarikade jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil.
Terlihat gumpalan asap membubung dari tempat pengunjuk rasa membakar ban, serta seruan pemogokan juga diumumkan melalui pengeras suara masjid.
Sementara, toko-toko juga ditutup, dan dilakukan pemblokiran jalan oleh tentara.
"Kami membayar harga untuk krisis ini," kata seorang warga saat mencari obat di salah satu apotek yang stoknya hampir habis.
"Kita tidak bisa bekerja, kami tidak dapat menemukan roti, tidak ada layanan, tidak ada uang."
Al-Burhan mengumumkan keadaan darurat, dengan mengatakan angkatan bersenjata perlu melindungi keselamatan dan keamanan.
Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan umum pada Juli 2023 dan menyerahkannya kepada pemerintah sipil terpilih saat itu.
“Apa yang dialami negara saat ini merupakan ancaman dan bahaya nyata bagi impian para pemuda dan harapan bangsa,” katanya. (TribunWow.com/Alma Dyani P)
Berita terkait Sudan lain