TRIBUNWOW.COM – Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Colin Powell meninggal karena komplikasi Covid-19 pada usia 84 tahun pada Senin (18/10/2021).
Ungkapan rasa duka dan penghormatan disampaikan oleh beberapa tokoh dunia untuk Colin Powell.
Dikutip dari The Guardian, ketika mengumumkan kematian Colin Powell, pihak keluarga mengatakan mereka telah kehilangan suami, ayah, kakek dan orang Amerika yang luar biasa penyayang.
Baca juga: Anggota Parlemen Inggris David Amess Tewas Ditikam Terduga Teroris, Boris Johnson Ikut Melayat
Baca juga: Momen Presiden Joe Biden Lupa Nama Perdana Menteri Australia saat Umumkan Pakta Keamanan Baru
Menteri luar negeri kulit hitam pertama AS itu meninggal saat dalam perawatan karena Covid-19 di Pusat Medis Nasional Walter Reed di Bethesda, Maryland, AS.
Dia sudah sepenuhnya divaksinasi Covid-19, tetapi memiliki sistem kekebalan yang terganggu karena menjalani perawatan untuk multiple myeloma, kanker yang mempengaruhi sel plasma darah.
Pensiunan jenderal bintang empat itu menjabat sebagai ketua kepala staf gabungan pada awal 1990-an dan menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah pemerintahan presiden George W Bush sejak 2001 hingga 2005.
Presiden AS Joe Biden dalam pernyataannya menyebutkan sosok Colin Powell telah mewujudkan cita-cita tertinggi prajurit dan diplomat.
“Selama bertahun-tahun kami bekerja bersama, bahkan dalam ketidaksepakatan, Colin selalu menjadi seseorang yang memberi Anda yang terbaik dan memperlakukan Anda dengan hormat,” ungkap Biden.
“Colin mewujudkan cita-cita tertinggi prajurit dan diplomat. Setelah berperang, dia memahami lebih baik daripada siapa pun bahwa kekuatan militer saja tidak cukup untuk menjaga perdamaian dan kemakmuran kita."
"Colin memimpin dengan komitmen pribadinya pada nilai-nilai demokrasi yang membuat negara kita kuat.”
Bersama ibu negara, Jill Biden, presiden AS itu juga mengatakan bahwa mereka sangat sedih karena kehilangan teman baik dan seorang patriot yang memiliki kehormatan dan martabat tak tertandingi.
Di sisi lain, ucapan belasungkawa juga dinyatakan oleh Wakil Presiden AS kulit hitam pertama, Kamala Harris yang mengatakan Powell adalah “seorang Amerika yang luar biasa” yang “melayani dengan bermartabat dan anggun”.
Colin Powell menduduki posisi militer tertinggi di pemerintahan AS sebagai ketua kepala staf gabungan antara 1989 dan 1993.
Dalam peran itu, dia memimpin invasi Panama pada 1989 dan perang Teluk pertama pada 1990 hingga 1991.
Powell kemudian mengundurkan diri sebagai menteri luar negeri pada November 2004, menyusul terpilihnya kembali George W Bush.
Mantan Presiden AS itu juga memberikan penghormatannya, dengan mengatakan Powell menjadi favorit para pemimpin negara itu dalam pernyataannya pada Senin (18/10/2021).
Bush menyebut sosoknya sebagai pelayan publik yang hebat hingga pernah mendapatkan Presidential Medal of Freedom sebanyak dua kali.
“(Powell) pelayan publik yang hebat. Dia adalah favorit para presiden sehingga dia mendapatkan Presidential Medal of Freedom dua kali. Dia sangat dihormati di dalam dan luar negeri,” kata Bush.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wakil Presiden Bush, Dick Cheney, yang mengatakan bahwa bekerja dengan Powell selama perang Teluk pertama telah menunjukkan kepadanya dedikasi dan komitmen pria itu untuk AS.
“Colin adalah pelopor dan panutan bagi banyak orang.”
Tony Blair, Perdana Menteri Inggris yang juga mendukung invasi Irak, menyebut Powell memiliki dedikasi dan keyakinan kuat untuk bekerja demi negara.
“Dia mengilhami kesetiaan dan rasa hormat. Hidupnya berdiri sebagai bukti tidak hanya untuk layanan publik yang berdedikasi tetapi juga keyakinan yang kuat dalam kesediaan untuk bekerja lintas divisi partisan demi kepentingan negaranya.”
Baca juga: Pemerintahan Joe Biden Digugat Negara Bagian Arizona atas Mandat Vaksinasi Covid-19, Ini Alasannya
Baca juga: Joe Biden akan Umumkan Langkah Baru Penanganan Covid-19 Jelang Pertemuan dengan PBB
Meskipun Colin Powell sudah tidak menjabat dalam pemerintahan, sosoknya masih berpengaruh besar bagi perpolitikan AS.
Pada 2008 lalu, sebagai seorang Republikan, dia justru mendukung Barack Obama dalam pemilihan presiden dan menjadi salah satu kritikus terkemuka bagi Donald Trump.
“(Powell) tidak pernah menyangkal peran ras dalam hidupnya sendiri dan dalam masyarakat kita secara lebih luas,” kata Barack Obama dalam pernyataannya.
“Tetapi dia juga menolak untuk menerima bahwa ras akan membatasi mimpinya,” tambahnya.
Obama juga mengatakan sangat menghargai keputusan Powell yang telah mendukungnya dalam pemilihan presiden 2008 hingga 2012 lalu.
Powell memilih menentang Trump pada 2016 dan 2020 serta mengecam Partai Republik yang tetap diam atau secara aktif mendukung kebohongan Trump.
Pada Januari lalu, dia mengatakan sangat muak dengan pemberontakan pendukung Trump di US Capitol, sehingga dia tidak lagi menganggap dirinya sebagai seorang Republikan.
Powell adalah seorang penyintas kanker prostat dan sedang menjalani perawatan untuk multiple myeloma, ketika tertular virus Covid-19.
Dia dijadwalkan untuk menerima booster minggu lalu ketika dia pertama kali jatuh sakit.
“Dia tidak bisa pergi ke janjinya,” kata Peggy Cifrino, kepala staf lamanya kepada Washington Post.
“Dia pikir dia merasa tidak enak badan, dan dia pergi ke rumah sakit.”
Berita kematian Powell juga sempat dimanfaatkan oleh para penentang vaksin Covid-19 untuk memicu keraguan masyarakat terkait efektivitas vaksin.
Tetapi sistem kekebalan Powell kemungkinan besar telah dilemahkan oleh multiple myeloma, kanker yang diidapnya.
Baik penyakit maupun pengobatannya dapat membuat orang lebih rentan terhadap infeksi.
Usianya yang sudah 84 tahun juga berkemungkinan meningkatkan risikonya, kata para ilmuwan, dikutip dari New York Times.
Peggy Cifrino juga mengatakan Powell telah menjalani perawatan untuk penyakit Parkinson tahap awal.
Para ilmuwan menekankan bahwa berita kematian Powell tidak boleh merusak kepercayaan masyarakat pada vaksin Covid-19, yang secara drastis mengurangi kemungkinan penyakit parah dan kematian.
“Tidak ada yang 100 persen efektif,” kata Dr Paul Offit, Direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia.
“Inti dari mendapatkan vaksin adalah Anda ingin tahu bahwa manfaatnya jelas dan pasti lebih besar daripada risikonya.”
Orang yang divaksinasi penuh kira-kira sepersepuluh lebih mungkin dirawat di rumah sakit dan bahkan lebih kecil kemungkinannya meninggal karena Covid-19, jika dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi, menurut sebuah studi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. (TribunWow.com/Alma Dyani P)
Berita terkait Amerika Serikat lain