TRIBUNWOW.COM – Laporan Wall Street Journal mengungkap pasukan operasi khusus Amerika Serikat (AS) diam-diam telah melatih pasukan Taiwan selama berbulan-bulan, pada Kamis (7/10/2021).
Dalam laporan itu, Wall Street Journal juga menyebutkan pelatihan rahasia telah berlangsung selama satu tahun.
Laporan itu muncul ketika hubungan China dan Taiwan memanas baru-baru ini.
Baca juga: Taiwan Kirim Peringatan setelah 19 Pesawat Tempur China Kembali Masuki Wilayah Pertahanan
Baca juga: Shanghai Tutup Sementara Sekolah setelah Topan Chanthu Hantam Taiwan dan Filipina
Dilansir dari The Guardian, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan tidak mencari konfrontasi militer dengan negara mana pun, termasuk China.
Namun, Tsai Ing-wen menegaskan Taiwan akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kebebasan dan cara hidup demokratisnya.
“Taiwan tidak mencari konfrontasi militer,” katanya dalam forum keamanan di Taipei pada Jumat (8/10/2021).
“Taiwan berharap hidup berdampingan secara damai, stabil, dapat diprediksi dan saling menguntungkan dengan tetangganya. Tetapi Taiwan juga akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kebebasan dan cara hidup demokratisnya,” tambahnya.
Laporan Wall Street Journal mengutip pernyataan pejabat Pentagon yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari AFP.
Sekitar 20 anggota operasi khusus dan pasukan konvensional, disebutkan telah melatih pasukan darat dan laut Taiwan, di tengah meningkatnya ancaman verbal China terhadap pulau sekutu AS itu.
Kementerian Pertahanan Taiwan menolak mengomentari laporan tersebut.
Sementara, pihak Pentagon tidak mengelak mau pun membenarkannya.
Juru bicara Pentagon, John Supple, mengatakan secara umum dukungan AS untuk militer Taiwan diukur dari kebutuhan pertahanannya.
"Dukungan kami dan hubungan pertahanan dengan Taiwan tetap selaras melawan ancaman saat ini yang ditimbulkan oleh Republik Rakyat China," kata Supple dalam sebuah pernyataan.
"Kami mendesak Beijing untuk menghormati komitmennya terhadap resolusi damai perbedaan lintas-Selat."
Sebelumnya, media Taiwan melaporkan November lalu, yang mengutip Komando Angkatan Laut Taiwan, bahwa pasukan AS telah tiba untuk melatih marinir negara itu dan pasukan khusus, dalam operasi kapal kecil dan amfibi.
Namun, pejabat AS dan Taiwan sama-sama membantah laporan tersebut.
Keduanya menekankan hanya terlibat dalam pertukaran dan kerja sama militer bilateral.
AS diketahui memasok senjata ke Taiwan, termasuk rudal untuk pertahanan dan jet tempur.
Baca juga: Tuai Kritik Warga hingga Pakar, China Bunuh 3 Kucing Peliharaan seusai Positif Virus Covid-19
Hal itu dilakukan di tengah ancaman Beijing yang secara paksa ingin merebut kendali pulau itu dan mengintegrasikannya kembali dengan China.
AS juga mempertahankan komitmen ambigu untuk membela Taiwan, yang dianggap Beijing sebagai provinsi pemberontak.
Baru-baru ini, pasukan China telah meningkatkan upaya penerbangan sejumlah pesawat pengebom dan pesawat tempur di dekat wilayah udara Taiwan.
China berusaha memperlihatkan intensitas dan kecanggihan militer terbarunya serta menegaskan ambisi teritorialnya di Taiwan.
China menerbangkan 56 pesawat tempur di lepas pantai barat daya Taiwan pada Senin (4/10/2021).
Tindakan itu menjadi rekor terbaru jumlah pesawat tempur yang dikerahkan China melintasi zona pertahanan udaranya, dikutip dari AP News, Kamis (7/10/2021).
AS menyebut tindakan terbaru China berisiko dan mengganggu stabilitas.
Sementara, China menjawab bahwa AS yang menjual senjata ke Taiwan dan kapal-kapalnya yang menavigasi Selat Taiwan adalah tindakan provokatif.
Pada saat yang sama, AS meningkatkan manuver angkatan laut di Indo-Pasifik dengan sekutunya, menantang klaim teritorial Beijing di perairan kritis.
Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, mengatakan kepada legislator bahwa situasi hubungan China dan Taiwan saat ini adalah yang paling parah dalam 40 tahun sejak dirinya menjabat, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: Pemadaman Listrik Massal di China karena Krisis Energi Ganggu Aktivitas Warga dan Bisnis
Presiden Tsai Ing-wen memperingatkan bahwa ada banyak yang dipertaruhkan, jika Beijing memanfaatkan ancaman masa lalu untuk merebut pulau itu dengan paksa.
“Jika Taiwan jatuh, konsekuensinya akan menjadi bencana besar bagi perdamaian regional dan sistem aliansi demokrasi,” tulisnya dalam majalah Foreign Affairs yang diterbitkan Selasa (5/10/2021).
“Ini akan menandakan bahwa dalam kontes nilai global saat ini, otoritarianisme lebih unggul daripada demokrasi.”
Manuver terbaru China pada Senin lalu, membuat total jumlah penerbangan negara itu ke wilayah Taiwan menjadi 815 unit.
Dilansir dari CNN, Chiu Kuo-cheng mengatakan bahwa China dapat meluncurkan invasi skala penuh ke Taiwan pada 2025 mendatang.
Dia juga menambahkan bahwa China saat ini memiliki kapasitas untuk menyerang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah.
Pemerintahan Biden telah mengalihkan fokus kebijakan keamanan nasional AS ke China.
Badan Intelijen Pusat mengumumkan pembentukan pusat misi baru untuk China pada Kamis (7/10/2021).
Itu dilakukan setelah peninjauan selama berbulan-bulan dan menemukan China sebagai ancaman jangka panjang terbesar bagi AS.
Penasihat keamanan nasional, Jake Sullivan, bertemu dengan seorang pejabat tinggi China di Swiss dalam sebuah diskusi pada Rabu (6/10/2021).
Pertemuan tersebut mengatur pertemuan virtual antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akhir tahun ini dalam upaya untuk memastikan stabilitas.
Tetapi, kesepakatan pertemuan itu tidak banyak mengurangi gesekan saat ini, di sekitar Laut Cina Selatan yang disengketakan. (TribunWow.com/Alma Dyani P)
Berita terkait Taiwan lain