Terkini Internasional

China Bayar Pasangan di Desa untuk Punya Banyak Anak, Langkah Hadapi Krisis Demografi

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

China kebijakan keluarga berencana setelah sensus 2020 menunjukkan populasinya menua dengan cepat pada Mei 2021. Beberapa warga China masih ragu untuk menambah anak karena biaya tinggi, sehingga beberapa tempat tawarkan insentif tunai untuk dorong angka kelahiran.

TRIBUNWOW.COM – Pemerintah China mengesahkan kebijakan baru terkait batas jumlah keluarga yang diizinkan dengan memperbolehkan pasangan memiliki tiga anak.

Kebijakan itu dikeluarkan beberapa minggu setelah sensus 2020 dikeluarkan bulan lalu, dikutip dari CNN pada Jumat (24/9/2021).

Tetapi, masih banyak pasangan di China yang ragu untuk menambah anggota keluarga mereka.

China telah mengumumkan pasangan akan diizinkan memiliki hingga tiga anak karena populasi China yang makin menua dan angkatan kerja menyusut. (YouTube/BBC News)

Baca juga: Alami Pertumbuhan Penduduk Terlambat, China Kini Batasi Tindakan Aborsi Tujuan Non-Medis

Baca juga: Lagi, WHO Bentuk Tim Baru untuk Selidiki Asal-usul Covid-19 di China, Didesak Amerika Serikat?

Sehingga, beberapa tempat sekarang menawarkan insentif tunai untuk mendorong lebih banyak kelahiran.

Media pemerintah China, Global Times, melaporkan Desa Huangzhugen, di Kota Lianjiang, Provinsi Guangdong selatan akan membayar penduduk hingga Rp 7,2 juta per bulan untuk bayi yang lahir setelah 1 September pada Rabu (22/9/2021).

Keluarga di desa itu akan menerima subsidi bulanan sampai bayi mereka berusia dua setengah tahun.

Terhitung insentif yang bisa didapatkan dari setiap bayi mencapai Rp 213 juta.

Data resmi mengungkapkan pendapatan tahunan rata-rata di Linjiang adalah Rp 47 juta per orang pada 2019.

Pengumuman perubahan kebijakan jumlah anak dikeluarkan setelah populasi China mengalami pertumbuhan paling lambat dalam beberapa dekade terakhir.

Hal itu memaksa pemerintah untuk mengeluarkan aturan baru untuk mendorong tingkat kelahiran, termasuk memberikan insentif di banyak wilayah China.

Panzhihua, sebuah kota di Provinsi Sichuan memberikan bantuan tunai kepada keluarga dengan dua atau tiga anak sebanyak Rp 1,1 juta setiap bulan bagi satu bayi.

Hal serupa juga dilakukan di Kabupaten Linze, Provinsi Gansu barat laut yang menawarkan subsidi properti senilai lebih dari Rp 88 juta untuk pasangan yang memiliki dua atau tiga anak, menurut Global Times. 

Pemerintah daerah juga berencana menawarkan subsidi tunai hingga Rp 21 juta per bayi setiap tahun untuk keluarga dengan dua atau tiga anak.

Baca juga: Kontes Bangunan Terjelek di China, Mulai Boneka Raksasa 72 Meter hingga Jembatan Sambutan ke Neraka

Baca juga: Media Partai Komunis Minta China Atur Iklan Operasi Kecantikan yang Klaim Bisa Ubah Nasib

Namun, desakan pemerintah meningkatkan angka kelahiran mendapat kritik dari banyak wanita dan kalangan muda.

Mereka mengatakan pemerintah belum mengatasi masalah utama yang mencegah mereka memiliki lebih banyak anak, termasuk ketidaksetaraan gender, kurangnya kesempatan cuti untuk ayah, meningkatnya biaya hidup, dan berkurangnya kesempatan kerja.

Perempuan sering kali harus mengorbankan karir ketika memiliki lebih banyak anak.

Mereka juga dapat menghadapi diskriminasi yang meningkat di tempat kerja, sekaligus masih diharapkan untuk bertanggung jawab atas pengasuhan anak serta pekerjaan rumah tangga. 

Kendala itu terutama muncul di wilayah perkotaan dengan biaya hidup lebih tinggi.

Terdapat lebih banyak persaingan dalam pekerjaan dan keluhan atas upah yang stagnan.

Sementara itu, berdasarkan laporan think tank China pada 2005, sebuah keluarga membutuhkan lebih dari Rp 1 miliar untuk membesarkan anak, dilansir dari Al Jazeera pada Senin (27/9/2021).

Biaya itu meningkat pada 2020 hingga mencapai lebih dari Rp 4,4 miliar.

Kebijakan pemberian insentif bagi kelahiran bayi juga diterapkan di negara-negara lain yang juga mengalami krisis demografi, termasuk Kota Nagi di Jepang dan Singapura.

Baru-baru ini, China menerbitkan aturan baru untuk membatasi jumlah aborsi yang dilakukan untuk tujuan non-medis pada Senin (27/9/2021).

Dewan negara, kabinet China memberlakukan langkah-langkah ketat yang bertujuan untuk mencegah aborsi.

Otoritas kesehatan di China memperingatkan pada tahun 2018 bahwa penggunaan aborsi untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, sifatnya berbahaya bagi tubuh wanita.

Tindakan itu berisiko menyebabkan kemandulan.

Dewan Negara mengatakan pedoman baru yang dikeluarkan negara akan bertujuan untuk meningkatkan akses perempuan ke layanan kesehatan pra-kehamilan.

Data Komisi Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2018, telah terjadi rata-rata 9,7 juta aborsi per tahun.

Jumlah itu mengalami kenaikan 51 persen dari rata-rata tahun 2009 hingga 2013, meskipun sempat ada relaksasi kebijakan keluarga berencana pada 2015 lalu.

Namun, data itu tidak memberikan rincian secara jelas, berapa jumlah aborsi yang dilakukan untuk alasan medis dan non-medis.

Lembaga think tank China dan peneliti kebijakan telah mengidentifikasi penurunan tingkat kelahiran sebagai satu di antara tantangan kebijakan sosial utama di negara itu dalam beberapa tahun mendatang.

Belum jelas apakah langkah-langkah baru yang diumumkan Dewan Negara memang ditujukan untuk mengatasi penurunan tingkat kelahiran di China yang diperkirakan pertumbuhannya akan semakin melambat. (TribunWow.com/Alma Dyani P)

Berita terkait China lain