Terkini Daerah

Kisah Warung Kerekan di Tepi Kali Mampang, Makanan Dikerek Pakai Ember, Pernah Dapat Uang Segepok

Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suami Ibu Khatirah sedang mengerek ember berisi pesanan untuk diantarkan ke pada pembeli di seberang Kali Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Kamis (16/9/2021).

TRIBUNWOW.COM - Kisah warung erekan di tepi Kali Mampang Prapatan, Jakarta Selatan jadi lahan penghidupan bagi warga tepi Kali Mampang.

Selama mencari nafkah dari warung erekan di tepi Kali Mampang, Mpok Neneng (40) pernah menangguk rezeki dalam jumlah yang besar sekali.

Bayangkan, satu menu makanan yang dijualnya seharga Rp 14 ribu malah dibayar dengan uang senilai Rp 14 juta.

Baca juga: Paksa Anak Layani Nafsu Setiap Hari, Ayah di Bolmong Dibekuk seusai Curhatan Korban Viral di Medsos

Mpok Neneng mengatakan saat itu ibunya, Irma, yang menerima rezeki nomplok itu lantaran ia sedang tidak membantu berjualan.

Uang segepok itu dimasukkan ke dalam ember oleh pembeli itu di seberang kali Mampang kemudian ember yang tergantung di tali tambang ditarik kembali oleh Ibu Irma.

Melihat uang sebesar itu, Ibu Irma jelas kaget. Pembeli itu berasal dari Timur Tengah. Dia memang kelihatanya ingin bersedekah.

Pelanggan di seberang itu pun menuju perkampungan Kebalen, tempat warung erekan di Kali Mampang berada.

Saat di sana, pelanggan itu menanyakan kepada Ibu Irma siapa lagi yang berjualan seperti ini.

Akhirnya, pelanggan itu bagi-bagi uang lagi ke penjual warung erekan lainnya.

Ibu Irma, kata Mpok Neneng, bahkan sempat ditawari oleh orang itu untuk berangkat umrah.

"Iya, Rp 40 juta harganya (katanya) udah dibikinin paspor semuanya. Cuman karena Covid-19 di sana enggak bisa terima," pungkasnya.

Cerita Mpok Neneng, 10 Nasi Bungkus Hanyut di Kali

Bermandikan panas terik matahari, Mpok Neneng (40) mengerek tali tambang di tepi Kali Mampang, Kelurahan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Di tali tambang itu tergantung ember berisi pesanan makanan untuk pembeli yang menunggu di seberang kali.

Mpok Neneng sudah tak lagi khawatir pesanan tumpah ke kali atau uang di dalam ember itu terbang terbawa angin.

Selama 7 tahun jualan, Mpok Neneng sudah pernah mencicipi asam garam kehidupan mengerek ember. Ia belajar dari pengalaman apes pada saat awal berjualan.

Baca juga: Wanita di Ogan Ilir Tewas Alami Luka Parah di Leher, Keluarga Korban Heran: Tidak Mungkin Bunuh Diri

Pernah suatu ketika, Mpok Neneng membawa pesanan 10 nasi bungkus beserta uang kembalian di ember.

Embernya kelebihan muatan sehingga tumpukan nasi bungkus itu pun jatuh ke kali.

Ia hanya bisa meratap bungkusan itu mengambang di kali.

Itu terjadi karena Mpok Neneng terburu-buru. Asal cepat saja tanpa memikirkan beban muatan ember.

Yang bikin makin elus-elus dada, makanan itu jatuh ke kali beserta uang kembalian dari pembeli.

"Eh, malah jatuh ke kali. Yaudah Wassalam. Sama uang kembaliannya sekitar Rp 75 ribu," ceritanya kepada TribunJakarta.com di warungnya pada Kamis (16/9/2021).

Akibatnya Mpok Neneng mau tak mau mengganti rugi pesanan pembeli dan mengembalikan uang kembaliannya itu.

Kejadian ember jatuh di kali sebenarnya tak hanya itu saja.

Pada saat awal berjualan, ada satu kejadian ember yang terbalik dalam sebulan.

Belajar dari pengalaman, Mpok Neneng akhirnya lebih awas. Ia memasukkan pesanan yang dirasa berat lebih dulu. Pesanan yang enteng di bagian atas. Ember pun hanya diisi paling banyak enam pesanan saja.

"Jadi yang berat aja dimasukkin di bawah. Sekarang udah jarang (jatuh). Udah terampil. Kalau dulu itu lagi training ibaratnya," katanya.

Selain tragedi ember jatuh, ada juga pembeli yang tak bayar.

Pembeli itu main ambil saja tanpa bertanya terlebih dahulu.

"Jadi itu pernah ada makanan orang dan kembaliannya diambil sama orang lain. Dia main ambil aja tapi belum masukin duit. Nah, orang yang udah bayar itu datang mana pecel lele sama kembaliannya bu? Akhirnya saya bikin lagi," ceritanya.

Baca juga: Dugaan Ciri Pelaku Pembunuhan Ibu-Anak di Subang Diungkap Kepolisian, Orang Dekat dan Lebih dari 1

Sedangkan Khatirah (58), penjual warung kerek lainnya, bercerita pernah uang kembalian dari dalam ember terbang terbawa angin.

Namun, ia masih lebih beruntung dari penjual di sebelahnya yang rugi uang Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu karena terbang terbawa angin.

"Saya paling Rp 20 ribu, pernah juga Rp 5 ribu. Yaudah lah udah hanyut mau diapain," kata perempuan asal Wonogiri tersebut.

Kisah Warung Kerekan di Kali Mampang

Warung kerekan di Kampung Kebalen, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan menjadi lahan penghidupan bagi warga tepi Kali Mampang.

Dengan bermodalkan tali tambang yang terbentang dari satu sisi kali ke sisi seberangnya, Mpok Neneng (40) mengerek ember berisi pesanan nasi bungkus kepada pembeli.

Mengerek ember sudah dikerjakan Mpok Neneng sekitar 7 tahun yang lalu.

Ide membuat warung kerekan itu muncul ketika jembatan di Kali Mampang yang menghubungkan lokasi proyek hotel Four Season, Gatot Subroto, dibongkar.

Saat itu, Ibunya Mpok Neneng, Irma dan beberapa warga lainnya membuka warung nasi. Banyak pekerja proyek yang makan di sana.

Namun, ketika ada penurapan di tepi kali, jembatan pun dibongkar. Sumber periuk nasi penjual menjadi terdampak.

Ibu Irma sempat pindah ke seberang kali itu untuk berjualan, tetapi hanya sebentar karena harga sewa yang mahal.

"Akhirnya di pinggir-pinggir sini (kali). Pakai tambang nariknya," cerita Mpok Neneng saat ditemui TribunJakarta.com pada Kamis (16/9/2021).

Saat ini ada sekitar enam warung kerekan yang berada di tepi kali Mampang. Pada saat awal-awal buka, Ibu Irma merupakan orang kedua yang membuka warung.

Setelah menikah, Mpok Neneng memutuskan berhenti dari pekerjaan sebagai kasir di mal dan membantu ibunya di warung kerekan.

Para pembeli yang memesan makanan di warung kerekan berasal dari karyawan gedung-gedung jangkung di sekitar kali.

Di antaranya karyawan hotel, karyawan pemasaran, penjaga parkir dan petugas kebersihan.

Lauk untuk nasi rames yang dijual Mpok Neneng terbilang beranekaragam.

Menu ayamnya pun bisa digeprek, digoreng dan dipenyet.

Ada juga soto dan gado-gado.

Pesan MestiTeriak

Berbeda dengan warung nasi umumnya, memesan makanan di warung kerekan Mpok Neneng punya sensasi tersendiri.

Komunikasi penjual dan pembeli berlangsung dengan berteriak. Menurut Mpok Neneng, cara seperti itu malah bisa menghilangkan stres.

"Itu ciri khasnya, yang bikin orang seneng buat ngilangin stres," katanya enteng.

Pembayaran dilakukan dengan cara berteriak. Bila sudah terdengar berapa harganya, pembeli meletakkan uang di ember sebelum makanan jadi.

Nanti, uang kembalian dan makanan yang dimasukkan ke dalam ember akan diantarkan lagi kepada pembeli.

Biasanya pembeli yang berteriak tidak memiliki nomor whatsapp Mpok Neneng atau pembeli baru.

"Mereka teriak, ada apa aja bu? saya bilang apa aja ada. Sayurnya apaan? sayur asem. Tumisnya apaan? Tergantung dia mintanya apaan," tambahnya.

Namun, komunikasi dengan cara berteriak ini punya risiko bagi para penjual di warung kerekan. Bila salah dengar pesanan, bisa-bisa malah jadi buntung alias rugi.

Seperti penjual di warung kerekan, Ibu Khatirah (58). Tak jarang Ibu Khatirah keliru mendengar pesanan yang disampaikan pembeli dari seberang kali.

"Sering keliru, karena ibu sama bapak pendengarannya udah kurang. Itu di dekat kali ada air grojogan (air yang turun dari saluran air) suaranya kenceng kalau lagi ngalir," ceritanya.

Ketika pembeli berteriak, penjualnya pun terkadang iya-iya saja.

Ibu Khatirah akhirnya mengganti pesanan pembeli yang salah.

"Ya nanti diganti. Mau enggak mau rugi. Risiko orang dagang," tambahnya.

Raup Untung besar

Meski warungnya terlihat sederhana, para penjual bisa meraup untung gila-gilaan dari berjualan makanan.

Warung kerekan diminati bagi para karyawan lantaran harga makanan dan minuman yang murah, sesuai kocek mereka.

Mpok Neneng bercerita sebelum pandemi Covid-19, omzet per hari warungnya bisa meraup sekitar Rp 1,5 juta!

Sebab, Mpok Neneng dan penjual lainnya tak perlu bayar harga sewa tempat.

Itu tentu berbeda ketika ia membuka kantin di gedung tinggi yang harga sewa saja bisa mencapai Rp 3,3 juta sebulan.

Mereka tentu berharap pandemi Covid-19 lekas berlalu, agar roda perekonomian yang sempat seret bisa kembali berjalan mulus.

Bermodal tambang dan ember, untung besar pun dituai warga pinggiran ibu kota ini. (*)

Baca berita lainnya

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Cerita Pemilik Warung Erekan di Tepi Kali Mampang, Pernah Dapat Uang Segepok di Ember dari Pelanggan