TRIBUNWOW.COM - Sejumlah tokoh menyoroti Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang mengubah PP Nomor 68 Tahun 2013 menjadi PP Nomor 74/2021 pada 2 Juli 2021.
Pasalnya, revisi tersebut seolah mengesahkan Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Pengamat Kebijakan Publik, Muhammad Said Didu ikut terang-terangan mengkritik polemik tersebut.
Baca juga: Polemik Rektor UI Rangkap Jabatan, Arteria Dahlan Minta Ari Kuncoro Mundur: Saya Sih Terlecehkan
Melalui akun YouTube-nya, mantan Sekretaris Kementerian BUMN tersebut melayangkan sindiran terkait langkah presiden.
"Saya pikir ada tiga hal yang mudah-mudahan bukan ini yang terjadi," ujar Said Didu dikutip TribunWow.com, Rabu (21/7/2021).
Menurut Said Didu, revisi PP Statuta UI tersebut membuktikan bahwa negara leluasa mengubah peraturan sesuai kepentingan.
"Pertama, yang ingin ditunjukkan oleh pemerintah sekarang siapa tahu ingin menunjuukan 'Wahai teman-temanku, apabila kau melanggar hukum tidak usah takut, karena nanti aturannya yang aku ubah'," ujar Said Didu.
"Yang kedua, menyatakan kepada semua pihak bahwa 'Apa yang saya mau jangan coba halangi berdasarkan aturan, karena aturan bisa saya ubah'.
Baca juga: Tertawa Lihat Cara Netizen Kritik Rektor UI, Rocky Gerung Sindir Jokowi: Frustasi dan Kekonyolan
Baca juga: Rektor UI Jadi Olok-olok di Twitter, Potongan Video Jokowi Viral: Tidak Boleh Rangkap Jabatan
Tak hanya itu, Said Didu juga menganggap bahwa ini adalah cara negara menunjukkan diri atas kekuasaan penuhnya terhadap kepentingan tertentu.
Kendati demikian, Said berharap apa yang disampaikaannya tersebut tidaklah benar.
"Selanjutnya menyatakan bahwa "Apapun yang saya inginkan enggak usah kamu halangi, karena aku bisa melakukan apa saja yang ku inginkan'," kritiknya.
Bersama wartawan senior Hersubeno Arif, Said Didu tampak cemas dengan langkah pemerintah.
Ia khawatir bahwa kejadian ini merupakan indikasi akan runtuhnya sebuah pemerintahan.
"Saya hanya ingin mengatakan, apakah ini awal rontoknya negara hukum dan menjadi negara otoriter?," kata Said Didu.
"Itu sinyal yang sangat bahanya bagi negara ini," imbuhnya.
Baca juga: Refly Harun soal Jokowi Izinkan Rektor UI Rangkap Jabatan: Rp 1 M per Bulan, Siapa Tak Tergiur?
Kritik Sejumlah Tokoh
Nama Jokowi dan Ari KUncoro ramai diperbincangkan hingga trending di Twitter.
Keduanya juga tak lutup dari sorotan ekonom terkemuka, Faisal Basri.
Faisal Basri secara pribadi juga menyampaikan kritik sekaligus keprihatinannya terhadap langkah presiden.
"Kalau begini terus, rakyat makin tidak percaya kepada presiden. Dalam kasus rektor UI, apakah mungkin presiden tidak membaca apa yang ia tanda tangani?
Membaca atau tidak, tanggung jawab tetap di pundak yang menandatangani," tulis @FaisalBasri.
Politisi partai Gerindra Fadli Zon juga tak mau ketinggalan menyampaikan kritiknya.
Ia menyebut kejadian ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi terjun bebas.
"Sungguh memalukan, statuta UI diubah untuk melegitimasi jabatan komisaris BUMN. Kepercayaan masyarakat rontok baik pd dunia akademik maupun kekuasaan. Sy masih berharap, P @jokowi tak sempat baca apa yg ditandatangani," kata Fadli Zon.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun juga ikut mengkritisi berita tersebut.
Kebijakan pemerintah terkesan telah melegalkan kesalahan dengan cara mengubah aturan sebelumnya.
Bahkan, nama Rektor UI dan Jokowi menjadi trending dan bulan-bulanan di media sosial Twitter.
"Besok kalau ada pelanggaran undang-undang, bukan pelanggar undang-undangnya diberi sanksi administratif, tapi cukup undang-undangnya diubah," kata Refly Harun di YouTube-nya.
"Sehingga yang tadinya haram jadi halal, luar biasa negeri kita."
Langkah tersebut dinilai telah mencederai cita-cita untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.
"Bagaimana mungkin kita menegakkan good governments atau clean governments kalau presidennya mencontohkan pelanggaran peraturan yang dibuatnya sendiri," kata Refly.
Jokowi dianggap tidak hanya telah mengubah PP, namun juga telah melanggar UU No.25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Dalam pasal 17, disebutkan jelas bahwa pelayan publik (dalam hal ini Rektor UI) dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus. (TribunWow.com/Rilo)