Ledakan di Gereja Katedral Makassar

Soal Temuan Atribut FPI di Rumah Jaringan Teroris, BNPT: Fakta Empiris Beberapa Anggota Terlibat

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Temuan atribut Front Pembela Islam (FPI) dalam penggerebekan rumah jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

TRIBUNWOW.COM - Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Eddy Hartono mengonfirmasi temuan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI) di rumah terduga teroris yang terlibat dalam bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (29/3/2021).

Diketahui dalam penggeledahan di sebuah rumah di Condet, Jakarta Timur, Densus 88 menemukan barang bukti berupa bahan peledak, senjata tajam, dan atribut FPI yang kini keberadaannya sudah dilarang.

Aparat mengamankan barang bukti saat melakukan penggeledahan di rumah tersangka bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar, Senin (29/3/2021). (Tribun Timur/Sanovra Jr)

Baca juga: Lukman Pengebom Katedral Makassar Sehari-hari Jualan Motor, Ketua RT: Habis Menikah Tertutup

"Memang hasil pengembangan di wilayah Bekasi dan Condet, hasil pengejaran oleh aparat penegak hukum, di samping tadi ditemukannya barang peledak, juga beberapa identitas dari organisasi yang dilarang," ungkap Eddy Hartono.

Ia menyinggung penangkapan yang dilakukan Densus 88 pada awal tahun 2021 di Makassar.

Saat itu ditemukan sejumlah anggota kelompok teroris memiliki keterkaitan dengan FPI.

Hal itu dibuktikan dari berbagai atribut yang mereka miliki saat ditangkap.

Diketahui kemudian organisasi FPI dilarang karena tidak lagi berizin.

"Dari 24 tersangka (teroris) yang dilakukan penangkapan Densus 88 Januari 2021, 18 berlatar belakang FPI," kata Eddy.

"Sehingga ditemukan beberapa atribut (FPI) yang memang sudah dilarang sesuai dengan SKB 6 Menteri," ungkapnya.

Ia menegaskan pernyataan itu sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan, yakni ada oknum anggota FPI yang terjun ke dalam aksi teror.

Baca juga: Sama-sama Pernah Serang Gereja, Ini Dugaan Motif Pasutri Bom Katedral Makassar Menurut Ali Imron

Mereka kemudian masuk dalam jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Makassar.

Selanjutnya, Eddy menambahkan, pihak kepolisian masih menyelidiki temuan tersebut.

"Ini juga menjadi fakta empiris bahwa beberapa anggota yang bagian dari FPI terlibat di dalam tindak pidana terorisme," papar Eddy.

"Dari 24 yang dilakukan penangkapan oleh Densus 88 yang memang tergabung afiliasi JAD Makassar, 18-nya itu adalah FPI," jelasnya.

"Ini hasil yang memang sekarang masih dalam penyelidikan aparat penegak hukum," tambah dia.

Eddy menyinggung JAD terafiliasi dengan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Mereka sudah melakukan baiat terhadap ISIS.

Seorang anggota JAD juga bertanggung jawab atas bom bunuh diri di sebuah gereja katedral di Jolo, Filipina pada 2015 silam.

Lihat videonya mulai dari awal:

Ali Imron Ungkap Dugaan Motif Bom Bunuh Diri

Mantan terpidana teroris Ali Imron mengungkapkan dugaan terkait motif bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) lalu.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Senin (29/3/2021).

Diketahui kedua pelaku bom bunuh diri yang merupakan pasangan suami istri, yakni L dan YSR.

Baca juga: Fakta Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar, Tinggalkan Surat Wasiat hingga Dinikahkan Teroris JAD

Awalnya, Ali mengungkapkan saat ini masih banyak anggota kelompok teror yang ingin melakukan bom bunuh diri.

Mantan terpidana teroris Ali Imron mengungkapkan fakta terkait motif pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Senin (29/3/2021). (Capture YouTube TvOne)

Ali mengungkapkan dirinya juga pernah melakukan serangan ke gereja-gereja dengan motif menyebarkan teror.

"Kami mengebom gereja itu ada tujuannya," ungkap Ali Imron.

Motif itu terkait rencana gembong teroris Hambali alias Riduan Islamuddin.

Hambali dikenal sebagai terpidana kasus Bom Bali pada 2002, dan sekarang ia ditahan di Guantanamo, Kuba.

"Apa tujuannya? Ini 'kan programnya Hambali yang sekarang dipenjara di Guantanamo, senior saya di Afganistan," jelas Ali.

"Apa tujuannya? Hanya memberi peringatan kepada umat Kristen akan kejadian Ambon dan Poso. Jadi waktu itu hanya memberi peringatan," lanjut terpidana Bom Bali I ini.

Baca juga: Sedang Zikir, Ustaz Zacky Mirza Kaget Dengar Dentuman Bom di Katedral Makassar: Bunyi Jeder

Ia mengakui perbuatannya telah meneror masyarakat, terutama terkait isu SARA yang berkembang di Ambon dan Poso.

"Maka bom yang kami buat bom yang kecil-kecil. Kami letakkan di tempat yang kosong karena hanya memberi peringatan umat Kristen mengenai kejadian Ambon dan Poso," kata Ali.

"Walaupun akhirnya kami instrospeksi," jelasnya.

Ali menyebut dirinya telah menyadari tujuan aksi teror tidak dapat dibenarkan, apapun alasannya.

"Bukan kami pribadi, tapi jaringan kami, Jamaah Islamiyah (JI), pada waktu itu ketika kami diketahui sebagai pelaku, kami dihabisi," ungkap Ali.

"Artinya adalah aksi jihad yang semacam itu adalah salah, enggak benar," tegasnya.

"Jadi kita saja sebagai pelaku masih pro dan kontra. Apalagi masyarakat," tambah Ali. (TribunWow.com/Brigitta)

Baca berita terkait lainnya