TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengkritik kedua belah pihak yang sedang berseteru di Partai Demokrat.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Metro TV, Jumat (12/3/2021).
Awalnya Yunarto menyarankan Moeldoko yang terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi kongres luar biasa (KLB) Deliserdang, Sumatera Utara sebaiknya mundur dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).
Baca juga: Bambang Widjojanto Ungkap Alasan Mau Ditunjuk AHY Jadi Pengacara Demokrat: Yang Sah Saja Diobok-obok
"Kalau secara ketatanegaraan, secara kode etik, memang betul bahwa seharusnya ketika ada pejabat negara terlibat dalam konflik politik internal partai, katakanlah Demokrat sekarang ada dua kubu, memang alangkah baiknya pejabat tersebut meletakkan jabatan dan fokus pada konflik politik internal," kata Yunarto Wijaya.
Jika Moeldoko serius ingin berpolitik di Demokrat, Yunarto menyarankan ia melepas jabatannya agar tidak ada tudingan terlibatnya Istana dalam peristiwa tersebut.
"Sehingga tidak menjadi beban buat pemerintah ketika ada keputusan hukum ke depan. Entah itu pengadilan sampai MA (Mahkamah Agung), ataupun keputusan dari Kemenkumham, nanti dikaitkan dengan intervensi kekuasaan," lanjutnya.
Sementara itu ia juga mengkritik pihak Ketua Umum Partai Demokrat yang terpilih dalam KLB 2020, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Dari kacamata lain saya melihat Demokrat kubu AHY harusnya fokus saja pada aspek-aspek hukum yang kemudian bisa menyelesaikan kasus ini," komentar Yunarto.
Baca juga: Soal Kisruh Demokrat, Pengamat: Ujian bagi AHY, Godaan bagi Moeldoko, Tes bagi Kemenkumham
"Jangan kemudian main di level drama. Kita tahu awal jadi kasus besar ini ketika sebagian teman DPP Demokrat kubu AHY fokus pada 'ada intervensi kekuasaan, ada kekuasaan yang bermain'," tambah pengamat politik ini.
Terkait pihak mana yang nantinya akan disahkan Kemenkumham, Yunarto menilai posisi putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih lebih kuat.
"Pak Mahfud sudah mengatakan yang masih diakui adalah kubu AHY, karena belum ada berkas kepengurusan KLB Deliserdang kepada Kemenkumham," singgung Yunarto.
"Sebelum ada berkas dari yang satu lagi, kubu yang existing sekarang diakui," lanjutnya.
Walaupun begitu, ia tidak menampik kemungkinan adanya perkembangan dinamis simpatisan AHY yang kemudian membelot ke Moeldoko, sehingga dukungan terhadap Moeldoko bertambah kuat.
Lihat videonya mulai dari awal:
Darmizal: Partai Demokrat AHY Langgar UU Politik
Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang yang dipimpin oleh Moeldoko melakukan konferensi pers di kediaman Moeldoko Rawamangun, Jakarta, Kamis (11/3/2021).
Mereka mengklaim bahwa KLB Deliserdang, Sumatera Utara tersebut sah dan konstitusional.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com dan Kompas TV, kubu besutan Darmizal dan Jhoni Allen Marbun menjelaskan tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) 2020 yang digunakan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melanggar Undang-Undang (UU) Partai Politik.
Darmizal mengatakan DPD Partai Demokrat AHY melanggar UU Politik.
“Maka Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat versi AHY telah melanggar UU Politik, karena itu batal demi hukum,” ujar Darmizal saat membuka konferensi pers, seperti dikutip Kompas TV.
Baca juga: Kritik Moeldoko, Gatot Nurmantyo: Kompetisi Hendaknya Mengedepankan Jiwa Kesatria
Baca juga: Sayangkan KLB Pilih Moeldoko Jadi Ketum, Pengamat Khawatir Konflik Demokrat Tak Selesai Dua Tahun
Dalam kesempatan itu, Moeldoko tak ikut serta dalam konferensi pers yang dilakukan di kediamannya tersebut.
Sementara itu, petinggi Partai Demokrat versi KLB Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun membeberkan beberapa hal yang dinilai cacat secara hukum di kubu Partai Demokrat AHY.
Jhoni juga memberikan contoh kejanggalan yang ia ketahui selama ini, misalnya, kata dia, posisi ketua umum yang memiliki kekuasaan penuh.
“Sekjen dan yang lain hanya membantu,” imbuh Jhoni.
Jhoni menambahkan itu juga berlaku untuk posisi Ketua Majelis Tinggi Partai yang diemban oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ketua Majelis Tinggi bisa menentukan calon ketua umum. Kemudian bisa menentukan kongres atau kongres luar biasa," jelasnya.
Ia juga mengatakan Mahkamah Partai hanya bertugas sebagai pemberi rekomendasi saja kepada Majelis Tinggi.
Jhoni membeberkan bahwa semua itu tertera pada AD/ART 2020, tetapi UU Partai Politiknya sebaliknya hanya mengatur hal-hal yang sangat fundamental. (TribunWow.com/Brigitta/Adi)