Terkini Daerah

Cerita Rasminah, Korban Pernikahan Dini Asal Indramayu, Dipaksa Nikah hingga 4 Kali: Tak Bisa Nolak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rasminah (34) korban pernikahan dini sekaligus penyandang disabilitas warga Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jumat (12/3/2021).

TRIBUNWOW.COM - Rasminah (34), korban pernikahan dini sekaligus penyandang disabilitas asal Kabupaten Indramayu ini terus melakukan perlawanan.

Ia tidak sendiri, bersama Endang Wasrinah dan Maryati, Rasminah dibantu Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Rasminah terus berjuang mengentaskan perkawinan anak atau pernikahan dini yang masih marak terjadi di Indramayu, Jawa Barat.

Usaha mereka pun berhasil, setelah melakukan perdebatan alot di DPR, akhirnya revisi UU Perkawinan No.1/1974 soal usia kawin perempuan dikabulkan.

Baca juga: Bambang Widjojanto Ungkap Alasan Mau Ditunjuk AHY Jadi Pengacara Demokrat: Yang Sah Saja Diobok-obok

Pada tahun 2019, pasal soal usia kawin bagi perempuan akhirnya dirubah dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun.

Namanya pun kini mulai dikenal banyak publik seusai mendapat penghargaan dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) atas prestasinya dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Indramayu.

Kepada Tribuncirebon.com, Rasminah menceritakan, tidak terhitung trauma berat yang harus ia tanggung selepas dipaksa menikah oleh orang tuanya di usia yang sangat belia, yakni 13 tahun.

Rasminah ingin, cukup hanya dirinya saja yang menjadi korban perkawinan anak dan tidak ada lagi korban setelah dirinya.

"Jangan sampai ada Rasminah-Rasminah lain, cukup saya saja yang jadi korban," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jumat (12/3/2021).

Rasminah menceritakan sudah menikah sebanyak 4 kali di usianya yang sekarang menginjak 34 tahun.

Tak pernah ada kebahagiaan yang ia rasakan sebagai seorang istri saat menjalani rumah tangga tersebut.

"Sama sekali gak bahagia, baru bahagia pas nikah dengan suami keempat, sekarang sudah 8 tahun rumah tangga," ujar dia.

Baca juga: 29 Tewas dalam Kecelakaan, Bus Padma Kencana Ternyata Ilegal dan Tak Punya Izin Pariwisata

Rasminah menceritakan, saat usianya 13 tahun, ia dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan alasan faktor ekonomi.

Ayahnya saat itu lumpuh, sehingga beban keluarga dibebankan kepada sang ibu.

Rasminah yang dahulunya diketahui merupakan kembang desa pun akhirnya dinikahkan demi membantu ekonomi keluarga.

Namun, di pernikahan awalnya itu tidak berbuah manis, baru setahun menjalani rumah tangga, ia ditinggal begitu saja oleh sang suami tanpa alasan yang jelas.

Dari pernikahan yang pertama, Rasminah dikaruniai 1 orang anak.

Di usianya yang ke 15 tahun, ia bahkan kembali dinikahkan oleh orang tuanya. Ironisnya, kejadian yang sama yakni ditinggal suami kembali terulang.

Saat itu, ia kembali dikaruniai satu orang anak.

Berkaca dari dua pernikahan awalnya itu, Rasminah mengaku mengalami trauma yang amat berat.

Di usia yang seharusnya sibuk diisi dengan belajar di sekolah, Rasminah sudah harus mengurusi dua orang anak.

Meski demikian, kejadian untuk ketiga kalinya justru mau tidak mau harus ia alami, orang tuanya kembali memaksa Rasminah menikah untuk kali ketiga.

Kali ini, Rasminah dipaksa menikah dengan seorang kakek-kakek kaya raya, mereka menikah saat usia Rasminah berusia 17 tahun pada saat itu.

Imbas dari pernikahan itu, kehidupan kelam pun kembali dialami Rasminah.

Ia menceritakan, walau tidak mengalami kekerasan secara fisik, namun apa yang ia rasakan lebih seperti pembantu dibanding seorang istri.

Berbagai pekerjaan berat mulai dari mengurus suami yang sakit-sakitan, mertua, nenek, sawah, dan lain sebagainya ia lakukan sendiri.

Tidak hanya itu, kejadian tidak mengenakan pun lagi-lagi harus dialami Rasminah.

Baca juga: Bus Sri Padma Kencana Tak Berizin, Kemenhub Ungkap Akal-akalan Pengusaha Percantik Bus Bekas

Kali ini, Rasminah harus kehilangan kaki sebelah kanannya setalah mendapat semburan ular saat bekerja di sawah.

Semburan itu, membuat kakinya membusuk, tulang pergelangan kakinya bahkan lepas begitu saja secara sendirinya.

Sejak saat itu, ia harus melakukan beraktivitas berat dengan hanya dibantu sebuah tongkat untuk tetap bisa berjalan.

"Saya pisah dengan ketiga saya ini karena meninggal," ujarnya.

Baru pada pernikahannya yang keempat, diusianya yang menginjak 26 tahun ia baru merasakan bagaimana bahagianya menjadi seorang istri.

Ia tidak dikawin paksa lagi, Rasminah menikah atas keinginannya sendiri.

Hal ini dibuktikan dengan bertahan lamanya hubungan rumah tangganya sekarang.

Terhitung sudah 8 tahun bahtera rumah tangga ia jalani dengan sang suami.

"Total anak saya ada 5, dari suami pertama 1 anak, suami kedua 1 anak, suami ketiga 1 anak, dan suami keempat 2 anak. Semua anak saya yang urus, suami saya sebelumnya tidak tahu kemana, ninggalin begitu saja," ujar dia.

Pembelajaran Buat Orangtua

Kisah yang dialami Rasminah (34), mantan korban perkawinan anak sekaligus penyandang disabilitas asal Kabupaten Indramayu ini harus menjadi pembelajaran bagi setiap orang tua.

Ia mengalami trauma berat yang mengubah semua hidupnya setelah dipaksa menikah oleh orang tuanya di usia yang sangat belia, yakni 13 tahun.

Ironisnya saat itu, umur Rasminah dipalsukan menjadi 18 tahun untuk bisa dinikahkan.

Walau kejadian itu terjadi puluhan tahun lalu, Rasminah ingin, tidak ada lagi anak di Indonesia yang mengalami hal serupa seperti dirinya.

"Waktu dinikahkan masih muda, saya sangat sedih sekali, sebenarnya saya masih ingin sekolah, masih ingin belajar bersama teman-teman saya," ujar dia kepada Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jumat (12/3/2021).

Kini, Rasminah sudah menikah sebanyak 4 kali dan dikaruniai 5 orang anak.

Selama menjalani bahtera rumah tangga berulangkali ia mengalami perceraian.

Perceraian itu dipicu karena sang suami meninggalkan begitu saja dirinya bersama anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan itu.

Rasminah mengaku, hidupnya hancur di saat usianya yang seharusnya diisi dengan mengejar cita-cita justru harus mengurus rumah tangga.

Kepada Tribuncirebon.com, Rasminah mengatakan, dampak yang ia rasakan dari nikah dini ini sangat berat.

Hampir setiap malam ia menangis meratapi nasib, apalagi saat melihat teman-teman sebayanya sibuk belajar dan bermain.

Tapi, hal itu tidak bisa ia rasakan, ia harus mengurus suami, mertua, rumah, hingga pekerjaan yang berat.

Kebahagiaan sebagai seorang istri pun masa sekali tidak ia rasakan, termasuk saat melahirkan anak.

"Saya punya cita-cita jadi guru, saya ingin sekolah, ingin belajar," ujarnya.

Pada saat dinikahkan pada usia dini itu, Rasminah tidak bisa menolak keinginan orang tuanya.

Ayahnya saat itu lumpuh dan hanya sang ibu yang bekerja mencari nafkah, Rasminah yang merupakan kembang desa itu banyak yang meminangnya untuk dinikahi.

"Karena faktor ekonomi, saya gak bisa menolak," ujar dia.

Baru pada pernikahan yang keempat, Rasminah merasakan kebahagiaan sebagai seorang istri.

Kali ini, ia menikah atas kemauannya sendiri pada usia 26 tahun.

Sampai saat ini, hubungan rumah tangga Rasminah dan suami langgeng, terhitung sudah 8 tahun mereka berumah tangga.

Tidak seperti pada tiga pernikahan sebelumnya, hubungan rumah tangga Rasmina rata-rata hanya bertahan 1-3 tahun saja.

Dalam kasus tersebut, Rasminah terus melakukan perlawan.

Ia tidak sendiri, bersama Endang Wasrinah dan Maryati, Rasminah dibantu Koalisi Perempuan Indinesia (KPI), Rasminah terus berjuang mengentaskan perkawinan anak di usia dini.

Usaha mereka pun berhasil, setelah melakukan perdebatan alot di MK dan DPR, akhirnya revisi UU Perkawinan No.1/1974 soal usia kawin perempuan dikabulkan.

Pada tahun 2019, pasal soal usia kawin bagi perempuan akhirnya dirubah dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun.

Namanya pun kini mulai dikenal banyak publik seusai mendapat penghargaan dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) atas prestasinya dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Indramayu.

"Jangan sampai ada Rasminah-Rasminah lain, cukup saya saja yang jadi korban," ujar dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribuncirebon.com dengan judul Kisah Rasminah Korban Pernikahan Dini Asal Indramayu, Dipaksa Harus Nikah hingga 4 Kali Karena Ini