Terkini Nasional

Soal Penembakan FPI, Mahfud MD: Saya Yakin Siapa di Belakang Ini, Saya Tahu tapi Tak Punya Bukti

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polhukam Mahfud MD, Minggu (14/2/2021). Terbaru, Mahfud MD mengungkap kelanjutan kasus tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang disinyalir ditembak aparat keamanan, Selasa (9/3/2021).

TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) tidak asal tuduh terkait kasus penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) pada 7 Desember 2020 silam.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Apa Kabar Indonesia di TvOne, Selasa (9/3/2021).

Diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Mahfud MD menerima kunjungan TP3 yang dipimpin Amien Rais, serta didampingi Marwan Batubara, Kyai Muhiddin, Abdullah Hehamahua, dan tiga anggota TP3 lainnya.

Adegan penggeledahan para rekonstruksi kasus penembakan enam anggota FPI di rest area KM 50 tol Jakarta-Cikampek, Senin (14/12/2020) dini hari. (KOMPAS.COM/FARIDA)

Baca juga: Update Kasus Penembakan Laskar FPI, Komnas HAM Sebut Ada Pelanggaran HAM oleh Aparat

TP3 meyakini adanya pelanggaran HAM berat dalam penembakan laskar FPI dan mendesak agar kasus dibawa ke pengadilan HAM.

Namun Komnas HAM telah menyatakan kasus itu sebagai pelanggaran HAM biasa.

"Komnas HAM itu bukan bawahan pemerintah, sehingga kita tidak bisa (memberi perintah)," jelas Mahfud MD.

Ia juga mengingatkan Komnas HAM dibentuk ketika Amien Rais menjabat sebagai Ketua MPR.

Lembaga negara itu sengaja dibentuk agar lepas dari pemerintah dan dapat bekerja independen.

"Itu undang-undang tahun 2000, (waktu) Pak Amien Rais Ketua MPR," ungkap Mahfud.

Menurut dia, presiden sekalipun tidak dapat ikut campur dalam investigasi oleh Komnas HAM.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Peristiwa Penembakan Tak Terjadi jika Mobil FPI Tak Menunggu Polisi: Ini Penting

"Lalu sekarang enggak percaya Komnas HAM, lalu presiden disuruh mengambil langkah. Enggak boleh presiden, menurut undang-undang. Atas dasar apa?" tanya Mahfud.

"Kalau boleh, enak sekali. Ini enggak boleh," lanjut pakar hukum ini.

Agar tidak melontarkan tuduhan sewenang-wenang, Mahfud mendesak TP3 memberikan bukti bahwa ada pelanggaran HAM berat.

"Demi fairness, kalau TP3 punya bukti seperti itu tadi, kapanpun kita tunggu, kita proses," tegas mantan politikus PKB ini.

Menurut Mahfud, dalam pertemuan tersebut pihak TP3 hanya melontarkan tuduhan hanya atas dasar keyakinan.

"Jangan hanya, 'Saya yakin itu terjadi'. Lho, saya yakin gerakan itu ada yang membiayai juga, tapi saya enggak punya bukti," terang Mahfud.

"'Kan saya enggak bisa membawa si A, si B, si C ke pengadilan (dengan tuduhan) membiayai, memberikan senjata," lanjutnya.

"Saya yakin juga si A, si B, si C membiayai ini, yang mengatur semua itu, gerakan itu. Tahu saya, tetapi saya tak punya bukti," tambah dia.

Lihat videonya mulai menit 12.20:

Komnas HAM Sebut Banyak HoaksĀ  soal Penembakan 6 Laskar FPI

Penyelidikan masih terus dilakukan terkait kasus baku tembak antara anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) dan polisi, di sekitar jalan tol Jakarta-Cikampek, Karawang pada Senin (7/12/2020).

Baik Polri maupun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih terus mendalami kasus ini.

Komnas HAM menyebut, selama pihaknya melakukan pendalaman, di luar banyak beredar informasi bohong yang mengutak atik keterangan dari Komnas HAM dan dikaitkan dengan informasi-informasi lainnya.

Baca juga: Disebut Temukan Rumah Penyiksaan 6 Laskar FPI sebelum Ditembak Mati, Begini Reaksi Komnas HAM

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Komnas HAM, Senin (28/12/2020) siang, Komisioner Komnas HAM Amiruddin meminta masyarakat agar berhati-hati dalam menyikapi beredarnya hoaks seputar kasus penembakan laskar.

"Selama proses penyidikan Komnas HAM mendapatkan beberapa fakta terutama karena tersebarnya informasi yang disebarkan oleh banyak orang, sebagian besar adalah hoaks," ujar Amiruddin.

Adegan penggeledahan para rekonstruksi kasus penembakan enam anggota FPI di rest area KM 50 tol Jakarta-Cikampek, Senin (14/12/2020) dini hari. (KOMPAS.COM/FARIDA)

"Ada yang berupaya mencampur aduk berita atau keterangan yang disampaikan oleh Komnas HAM, dicampur aduk dengan keterangan yang lain," sambungnya, dikutip dari YouTube Kompastv, Senin (28/12/2020).

"Atau keterangan Komnas HAM untuk peristiwa yang lain, dicampur aduk dengan peristiwa yang lain lagi."

Amiruddin dalam konpers itu menegaskan bahwa Komnas HAM masih dalam proses terus melakukan pendalaman.

"Kami mengharapkan masyarakat supaya berhati-hati dengan hoaks seperti ini," tegasnya.

"Sampai hari ini Komnas HAM masih dalam proses terus menguji semua keterangan dan bukti ini."

Ia juga menyinggung adanya penyerangan kepada personal Komnas HAM yang beredar di media sosial (medsos).

Terkait adanya hoaks, Amiruddin meminta seluruh pihak agar berhenti menyebar berita bohong supaya tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Komnas HAM: Bikin YouTube, Bikin Analisis Sendiri

Sebelumnya diberitakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepada publik agar tidak buru-buru menyimpulkan sendiri soal kasus penembakan 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI).

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyoroti banyaknya opini-opini yang beredar di masyarakat terkait kasus penembakan 6 laskar FPI.

Dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (15/12/2020), Taufan menjelaskan, tim dari Komnas HAM sudah melakukan pemeriksaan lapangan.

"Kami berharap sebaiknya sebelum ini dikumpulkan semua, dianalisis, dikroscek sana-sini, kita tidak akan bicara tentang substansinya. Tapi tahapan itu sudah kita lakukan. Kita sudah tiga hari tiga malam ada di lapangan. Mengkroscek semua bahan dan informasi-informasi," kata Taufan.

Taufan menjelaskan, Komnas HAM masih belum mau membuka substansi hasil penyelidikan yang dilakukan.

"Ya semuanya kan sebetulnya menjadi baru. Karena masyarakat kan masih melihat katanya katanya."

"Kalau nanti kemudian kita ungkap kan akhirnya jadi baru di masyarakat. Kenapa? Karena sampai hari ini masyarakat sebetulnya hanya mendengar opini."

"Lihat saja beredar di masyarakat kita beredar opini, orang bikin youtubenya sendiri, orang bikin analisisnya sendiri, tapi dia tidak pernah melihat fakta itu langsung," kata Taufan. (TribunWow.com/Brigitta/Anung)