Terkini Nasional

Penembakan 6 Laskar FPI Bukan Langgar HAM Berat? Mahfud MD Tantang: Bawa Bukti Itu, Kita Adili

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap kelanjutan kasus tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang disinyalir ditembak aparat keamanan, Selasa (9/3/2021).

TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan penyelidikan kasus tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang disinyalir ditembak aparat keamanan.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (9/3/2021).

Mulanya Mahfud MD pihaknya sudah mendapat laporan investigasi Komnas HAM.

Adegan penggeledahan para rekonstruksi kasus penembakan enam anggota FPI di rest area KM 50 tol Jakarta-Cikampek, Senin (14/12/2020) dini hari. (KOMPAS.COM/FARIDA)

Baca juga: Bela Habib Rizieq, Kuasa Hukum Ungkap Bayarannya Urus Kasus sang Pemimpin FPI: Paling Tinggi

"Temuan Komnas HAM yang terjadi di Tol Cikampek Kilometer 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa," ungkap Mahfud MD.

Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang turut mengawal kasus ini, Marwan Batubara, mengungkapkan sejumlah keyakinan bahwa ada pelanggaran HAM berat.

"Pak Marwan Batubara mengatakan, mereka yakin enam orang ini adalah warga negara Indonesia. Oke, kita juga yakin," papar Mahfud.

"Mereka adalah orang-orang yang beriman, kita juga yakin. Pak Marwan Batubara juga yakin telah terjadi pelanggaran HAM berat," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Menanggapi sikap Marwan Batubara, Mahfud mengaku siap menerima masukan apapun.

Namun ia mempertanyakan bukti atas tuduhan Marwan dan rekan-rekannya.

Ia mendesak bukti itu segera diserahkan, sehingga mendukung proses penyelidikan.

"Saya katakan, pemerintah terbuka. Kalau ada bukti, mana pelanggaran HAM beratnya itu?" tanya Mahfud.

"Mana? Sampaikan sekarang. Atau kalau tidak sampaikan menyusul kepada presiden. Bukti, bukan keyakinan," tegasnya.

Mahfud menuturkan, hasil penyelidikan Komnas HAM menemukan memang ada pelanggaran HAM, tetapi bukan jenis pelanggaran berat.

"Kalau keyakinan, kita punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C. Tapi Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai kewenangan undang-undang tidak ada," terangnya.

Baca juga: Sering Disebut Pentolan FPI, Pengakuan Haikal Hassan Buat Akbar Faizal Terkejut: Orang Melabelkan

Mantan politikus PKB ini menyebut ada syarat yang harus dipenuhi sebelum menuduhkan pelanggaran HAM berat.

"Pelanggaran HAM berat itu tiga syaratnya. Satu, dilakukan secara terstruktur. Itu dilakukan oleh aparat secara resmi dengan berjenjang," kata Mahfud.

"Harus targetnya bunuh enam orang ini, taktiknya begini, alatnya ini, kalau terjadi ini, larinya ke sini. Itu terstruktur," lanjutnya.

"Sistematis, juga jelas tahap-tahapnya perintah pengerjaan itu. Masif, menimbulkan korban yang meluas," tambah pakar hukum ini.

Jika pihak Marwan dan rekan-rekannya bisa membawa bukti, Mahfud memastikan laporan mereka akan diproses.

"Kalau ada bukti itu, mari bawa. Kita adili secara terbuka. Kita adili para pelakunya berdasar Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000. Saya sampaikan begitu, silakan, kami menunggu," tegasnya.

Lihat videonya mulai menit 0.50

Refly Harun Ragu soal Pernyataan Komnas HAM

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memertanyakan pernyataan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini terkait dengan penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) hingga tewas.

Komnas HAM menyebut keenam laskar FPI itu tertawa dan menikmati baku tembak dengan polisi, 7 Desember 2021 lalu.

Selain itu, Kombas Ham juga memberikan jaminan bahwa tidak adanya intervensi pada kasus tersebut.

Terkait hal itu, Refly Harun justru meragukan kebenaran pernyataan Komnas HAM.

Baca juga: Respons FPI soal Komnas HAM yang Sebut Pengawal Rizieq Tertawa-tawa saat Bentrok dengan Polisi

Baca juga: Hasil Temuan Komnas HAM, Sebut Ada Anggota Laskar FPI yang Tertawa-tawa saat Bentrok dengan Polisi

Hal itu diungkapkannya dalam kanal YouTube Refly Harun, Senin (19/1/2021).

"Artinya ada dua kemungkinan," ucap Refly.

"Kapolda Metrojaya sama sekali tidak tahu bahwa yang tewas itu hanya dua."

"Dan pasokan informasi dari bawah adalah enam langsung tewas."

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menunjukkan barang bukti hasil penyelidikan saat konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020). (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Refly lantas menyinggung soal pernyataan Polda Metro Jaya setelah baku tembak itu terjadi.

Menurut dia, Polda Metro Jaya mulanya menyebut enam, laskar FPI tewas seketika dalam baku tembak.

Padahal, Refly menyebut hanya dua orang laskar FPI yang tewas saat bentrok.

Baca juga: Rekening FPI dan Afiliasinya Dibekukan Sementara, PPATK Buka Suara: Ini Proses Normal

Baca juga: Amien Rais Minta Fadil Imran Ungkap Oknum yang Lakukan Pelanggaran HAM atas Tewasnya 4 Laskar FPI

"Pertanyaannya adalah untuk apa petugas di lapangan melakukan kebohongan seperti itu?," tanya Refly.

"Kan informasi itu informasi yang menyesatkan, tentu ada maksudnya."

"Maka kemudian logika kita bisa bergerak."

"Kalau misalnya versi benarnya mereka enam terpaksa ditembak karena melawan petugas," tambahnya.

Karena itu, Refly menyayangkan pernyataan Polda Metro Jaya.

Menurut Refly, justru terlihat kejanggalan karena pernyataan Polda Metro Jaya tersebut.

"Maka sampaikan saja versi yang sesungguhnya," kata Refly.

"Bahwa yang dua tewas dalam tembak menembak dan empat tewas saat mau merebut senjata petugas ketika mau dibawa ke Polda Metro Jaya."

"Ketika informasi pertama sudah seperti itu, justru menimbulkan tanda tanya."

"Ini soal logika saja, terus terang logika ini mengusik saya," tandasnya. (TribunWow.com/Brigitta/Tami)