TRIBUNWOW.COM - Mantan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kotamobagu, Sulawesi Utara, Gerald Piter Runthuthomas mengungkapkan kekecewaannya.
Dilansir TribunWow.com, Gerald mengaku diiming-imingi uang Rp 100 juta agar mendatangi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara.
Namun, yang ia terima jauh dari nominal tersebut.
Hal itu diungkapkan Gerald dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompas TV, Senin (8/3/2021).
Baca juga: Marzuki Alie Masih Berharap Islah Antara AHY dan Moeldoko di Demokrat: Saling Serang Tidak Bagus
Baca juga: AHY sampai Speechless Kader Demokrat Dijanjikan Rp 100 Juta Buat Hadir KLB tapi Cuma Dapat Rp 5 Juta
Gerald mengaku diajak kader Partai Demokrat bernama Vecky Gandey untuk menghadiri KLB.
"Selang beberapa hari kemudian ditelepon sama Pak Vecky Gandey," kata Gerald.
"Saya akan mendapatkan uang yang besar, uang yang gede kalau mau mengikuti kongres tersebut."
"Dengan alasan ketua DPC tidak mau, maka wakil ketua bisa."
Dalam telepon itu, Gerald juga diberi informasi bahwa Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, yang akan dipilih sebagai ketua umum.
"Saya bilang sama Pak Vecky Gandey 'Saya ini belum pegang SK untuk revisi struktur yang ketumnya Mas AHY (Agus Harimurti Yudhoyono)'," jelasnya.
"Pak Vecky bilang sama saya 'Ya tidak apa-apa ikut saja yang penting sudah ada di lokasi KLB, kita akan memilih ketum baru yaitu Pak Moeldoko'."
Baca juga: Sosok Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya yang Viral Mau Santet Moeldoko karena KLB Demokrat
Baca juga: Pengakuan Peserta KLB Demokrat, Sebut Hanya 32 Orang yang Punya Hak Suara: Saya 3 Kali Tanda Tangan
Untuk menghadiri acara itu, Gerald diiming-imingi uang Rp 100 juta.
Bayaran itu dijanjikan akan dilunasi jika KLB usai.
"Oke saya bilang saya ikut karena diiming-imingi yang besar, (Rp) 100 juta," tutur Gerald.
"Yang pertama, kalau sudah tiba di lokasi akan mendapatkan 25 persen dari (Rp) 100 juta, yaitu (Rp) 25 juta."
"Selesai KLB akan mendapatkan sisanya yaitu 75 juta," sambungnya.
Namun, kenyataan tak sesuai janji.
Gerald mengaku hanya diberi uang senilai Rp 5 juta.
"Tapi nyatanya kita cuma dapat uang 5 juta," lanjutnya.
Tak hanya itu, Gerald pun merasa ada kejanggalan selama proses KLB berlangsung.
Pasalnya, semua peserta yang hadir langsung menyebut nama Moeldoko dan Marzuki Alie sebagai calon ketua umum baru.
"Yang menjadi rancu dalam proses KLB ini yaitu pemilihan ketua umum. Pemilihan ketua umum dalam KLB ini secara voting," kata Gerald.
"Ketika ditanya siapa yang akan dipercayakan untuk menjadi ketum, para peserta berteriak Pak Moeldoko."
"Ditanya lagi siapa lagi yang bisa menjadi calon ketua umum."
"Para peserta juga berteriak Pak Marzuki Alie," sambungnya menyudahi.
Simak videonya berikut ini mulai menit ke-1.32:
Moeldoko Disebut Tak akan Bisa Besarkan Demokrat Tanpa SBY
Dualisme kepemimpinan Partai Demokrat menjadi nyata setelah digelarnya kongres luar biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
Kepala Staf Presiden (KSP) terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB sekaligus menjadi tandingan ketua umum hasil kongres ke-V, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dilansir TribunWow.com, pengamat politik Hendri Satrio menyebut bahwa keterlibatan Moeldoko hanya memiliki tujuan jangka pendek.
Hal itu disampaikan dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Senin (8/3/2021).
Menurutnya, tidak mudah bagi Moeldoko untuk membesarkan dan mengembangkan nama Partai Demokrat, andai nantinya mendapatkan legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham).
Dirinya menyebut bahwa Partai Demokrat tidak bisa dilepaskan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca juga: Soal Kisruh Demokrat, Pengamat: Ujian bagi AHY, Godaan bagi Moeldoko, Tes bagi Kemenkumham
Baca juga: KTA Partai Demokrat Moeldoko Dipertanyakan, Max Sopacua Samakan dengan Milik AHY pada 2016
"Saya rasa yang sangat dilupakan oleh Pak Moeldoko dkk stigma atau stampel dari Partai Demokrat ini ya SBY," ujar Hendri Satrio.
"Jadi kalau tanpa SBY, ini bukan Demokrat," imbuhnya.
"Jadi kalau kemudian Pak Moeldoko susah-susah bikin KLB, terus enggak ada SBY-nya, enggak akan bisa mengembangkan atau memperbesar lagi Demokrat," jelasnya.
Oleh karenanya, Hendri Satrio menyebut bahwa langkah yang dilakukan oleh Moeldoko tidak memiliki tujuan jangka panjang.
Ia menyakini hanya untuk kepentingan di Pilpres 2024 mendatang.
"Jadi saya menilainya kemungkinan besar memang tujuannya jangka pendek, hanya memanfaatkan kekuatan Demokrat yang ada saat ini sampai 2024," kata Hendri Satrio.
"Setelah itu enggak mungkin membesarkan Demokrat lagi, karena stampel tadi."
Baca juga: Rocky Gerung Sanggah Pernyataan Mahfud Samakan Kudeta Demokrat dengan PKB dan PDI: Ada Kepanikan
Lebih lanjut, Hendri Satrio menilai tindakan dari Moeldoko tersebut juga tidak bisa dilepaskan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), meskipun yang bersangkutan sudah menegaskan sebagai keinginan pribadi.
Maka dari itu, ia meminta kepada Moeldoko untuk bisa menjauhkan nama Jokowi dalam urusan pribadinya tersebut.
"Sekarang kondisinya sudah sangat berbeda, Pak Moeldoko harus mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan, yang terberat itu ke Presiden," terang dia.
"Kemudian ke kolega, menteri-menteri yang lain dan ke partai-partai politik lain."
"Kalau ini berhasil, berarti partai-partai politik lain bisa diginiin. Jadi ada was-was juga dari partai politik lain dengan apa yang dilakukan oleh Pak Moeldoko," pungkasnya. (TribunWow/Tami/Elfan)