Isu Kudeta Partai Demokrat

Soal Kisruh Demokrat, Din Syamsuddin Sebut Moeldoko Layak Dipecat dari KSP, Singgung Citra Jokowi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Din Syamsuddin buka suara soal Moeldoko jadi ketua umum Partai Demokrat versi KLB.

TRIBUNWOW.COM - Anggota Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Din Syamsuddin turut buka suara soal kudeta Partai Demokrat.

Dilansir TribunWow.com, Din menyebut Moeldoko layak dipecat dari jabatannya sebagai kepala Kantor Staf Presiden (KSP).

Sebelumnya, Moeldoko terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara.

Pidato Perdana Moeldoko Usai Terpilih Jadi Ketum Demokrat Versi KLB Deli Serdang, Jumat (5/3/2021). (YouTube Kompastv)

Baca juga: Moeldoko Ketum Demokrat Versi KLB, Jansen Sitindaon: Nyanyi Mars Demokrat Saja Belum Tentu Bisa

Baca juga: Sebut Nasib Moeldoko hingga Marzuki Alie Tinggal Seminggu, Andi Arief: Setiap Zaman Ada Orangnya

Terkait hal itu, Din menganggap Moeldoko telah merusak citra Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jika beliau (Jokowi) tidak pernah mengizinkan, maka Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden," ucap Din, dikutip dari Kompas.com, Senin (8/3/2021).

"Dan jika dia memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP."

Namun, menurut Din, Jokowi akan dianggap terlibat dalam upaya kudeta Partai Demokrat jika membiarkan Moeldoko tetap menjabat di KSP.

"Jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu maka dapat dianggap Presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi," sambungnya.

Baca juga: Sebut Demokrasi Sedang Dizolimi karena KLB, Politisi Demokrat: Ada Kekuasaan yang Ikut Campur

Baca juga: Manuver Moeldoko di Demokrat Disebut akan Bahayakan Jokowi, Relawan: Kita Lihat Siapa yang Menang

Karena itu, Din berpendapat sikap yang tepat ditunjukkan pemerintah adalah menolak KLB di Deliserdang itu.

Ia pun menyinggung soal KLB yang dianggap melanggar AD/ART Partai Demokrat.

"Maka yang tepat dan terbaik bagi pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut," terang Din.

"Jika pemerintah mengesahkan maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional."

Mahfud MD: SBY Juga Tak Lakukan Apa-apa 

Di sisi lain, sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkit masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dilansir TribunWow.com, hal itu terkait kisruh yang kini terjadi di Partai Demokrat.

Seperti diketahui, Konferensi Luar Biasa (KLB) Demokrat memutuskan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, sebagai ketua umum.

Menurut Mahfud, di era SBY, terjadi pula perebutan kekuasaan dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan konferensi terkait digelarnya KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). (Youtube/KompasTV)

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Alasan Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Deliserdang, Contohkan Era SBY dan Megawati

Baca juga: Minta AHY Segera Kumpulkan DPD dan DPC, Pengamat: Masyarakat Masih Melihat Demokrat adalah SBY

Karena itu, di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah disebutnya tak bisa ikut campur soal kisruh di Demokrat.

"Apakah ini akan dilarang apa tidak? Secara opini kita mendengar ini tidak sah, ini sah, dan sebagainya," ujar Mahfud, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (6/3/2021).

Mahfud mengatakan, pemerintah belum bisa memutuskan sah atau tidaknya KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Terkait hal itu, ia lantas kembali mengungkit perebutan kekuasaan partai di era Presiden Megawati Soekarnoputri.

"Tapi secara hukum kan tidak bisa kita menyatakan ini sah, tidak sah, sebelum ada dokumen di atas meja," tutur Mahfud.

"Oleh sebab itu, ini juga terjadi dulu pada 2002."

Mahfud menyebut, seorang presiden memang tak bisa mencampuri urusan internal partai.

Baca juga: Elus Dada saat Sebut Nama Moeldoko, SBY Mengaku Malu dan Bersalah Pernah Berikan Jabatan

Baca juga: Penah Berikan Jabatan Moeldoko sebagai Panglima TNI, SBY: Saya Malu dan Merasa Bersalah

Kala itu, Megawati disebutnya juga tak bisa melakukan apa pun.

"Pak Matori Abdul Djalil misalnya mengambilalih PKB dari kelompoknya tersebut," ucap Mahfud.

"Presiden Megawati tidak melakukan apa-apa."

"Bukan tidak mau, tidak bisa melarang karena ada undang-undang yang tidak boleh melarang orang berkumpul."

"Kecuali secara jelas melakukan sesuatu yang melarang hukum. Mereka berkumpul sebagai suatu kelompok dalam masyarakat," lanjutnya.

Hal itu pula yang dulu dilakukan SBY.

Menurut Mahfud, SBY juga tak mau ikut campur saat muncul dualisme kepemimpinan PKB.

"Sehingga waktu itu Ibu Mega membiarkan," ujar Mahfud.

"Pada zaman Pak SBY juga sama, Pak SBY tidak melarang saat dualisme PKB muncul di Parung dan Ancol."

"Pak SBY juga tidak melakukan apa-apa, dibiarkan, diserahkan ke pengadilan."

"Dan sama kita, yang akan datang pemerintah enggak boleh loh kalau ada orang internal ribut lalu dilarang," tambahnya. (TribunWow.com)

Sebagian artikel ini telah diolah dari Kompas.com dengan judul Jika Manuver Tanpa Izin Jokowi, Moeldoko Dinilai Din Syamsuddin Layak Dipecat