Isu Kudeta Partai Demorat

Kepengurusan Partai Demokrat Diprediksi akan sampai pada Proses Pengadilan hingga Pilpres 2024

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021), Jumat (5/3/2021)

TRIBUNWOW.COM - Setelah Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang terselenggara di Sibolangit, Sumatera Utara, terjadi dualisma kepengurusan partai.

Dalam KLB tersebut, diputuskan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Dengan ini, ada dua kubu di Partai Demokrat. Yaitu kubu Munas 2020 dimana Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum, dan kubu KLB 2021 dengan Moeldoko sebagai ketua umum.

Baca juga: Akui Terima Jabatan Petinggi Demokrat Versi KLB, Marzuki Alie: Sah atau Tidak, Hukum yang Bicara

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam konferensi pers, Jumat (5/3/2021). (YouTube Kompas TV)

"Perkembangan terakhir ini berarti melahirkan adanya kepengurusan ganda di Partai Demokrat. Yang pertama, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan ketua umum AHY."

"Kemudian versi KLB, lembaga majelis tinggi ditiadakan, ada dewan pembina diketuai Marzuki Alie, ketua umumnya Moeldoko, dengan AD/ARTnya sendiri yang katanya mirip dengan kongres Demokrat 2005," ujar pengamat politik Muhammad Qodari, Sabtu (6/3/2021).

Berkaca pada pengalaman partai politik lain ketika terjadi dualisme kepengurusan, Qodari mengatakan Partai Demokrat dapat dipastikan akan mengalami perdebatan politik yang berujung ke proses pengadilan.

Proses itu, kata dia, akan memakan waktu yang tak sebentar alias tahunan. Karenanya hal tersebut perlu segera diselesaikan jika Partai Demokrat ingin berlaga di Pemilu 2024 mendatang.

"Berdasarkan pengalaman partai lain, proses pengadilan terkait sengketa itu memakan waktu tahunan. Nanti kalau sudah keluar keputusan dari Mahkamah Agung baru akan disahkan oleh Departemen Kehakiman. Selanjutnya dengan dasar itu akan berproses di KPU," ungkap Qodari.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Alasan Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Deliserdang, Contohkan Era SBY dan Megawati

"Jadi dengan melihat jadwal pemilu adalah 2024 maka harusnya itu selesai sebelum tahun 2024, karena kalau tidak akan terjadi perdebatan yang akan merepotkan KPU jika keduanya mengajukan calon ke KPU. KPU nya bisa jadi korban karena didesak oleh kubu Munas 2020 dan kubu KLB 2021," imbuhnya.

Di sisi lain, Qodari melihat ada dua skenario yang bisa terjadi kepada Partai Demokrat.

Skenario pertama sengketa diselesaikan lewat pengadilan seperti yang terjadi pada PKB ataupun PPP.

Sementara skenario kedua sengketa diselesaikan melalui kongres bersama atau rekonsiliasi seperti yang terjadi pada Golkar.

Hanya saja melihat dinamika saat ini, kubu AHY maupun kubu Moeldoko dipastikan akan sulit berekonsiliasi. Sehingga skenario PKB atau PPP ditengarai lebih besar peluangnya.

"Mengenai status KLB dan status Moeldoko saat ini, pasti kubu AHY menganggapnya ilegal. Sebaliknya kubu KLB akan mengatakan legal atau sah. Jadi yang akan menjadi kunci atau penentu adalah pengadilan. Ketua umum dan kepengurusan yang sah akan ditentukan oleh proses-proses di pengadilan," kata dia.

Baca juga: Akui Terima Jabatan Petinggi Demokrat Versi KLB, Marzuki Alie: Sah atau Tidak, Hukum yang Bicara

"Jadi tahapan pengadilan ini hampir bisa dipastikan akan terjadi. Karena sampai hari ini saya melihat agak sulit terjadi kongres rekonsiliasi seperti partai Golkar terdahulu. Jadi katakanlah ada dua skenario, skenario PKB dan skenario Golkar, saya cenderung melihat berdasarkan dinamika yang terjadi Partai Demokrat akan menjalani skenario PKB. Dimana keputusan final siapa yang akan memiliki legitimasi final secara hukum, memenuhi azas legalitas melalui pengadilan," ujarnya.

Jumat malam, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa kali mengelus dada saat menyebut nama Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Momen tersebut terjadi saat SBY menyampaikan responsnya terkait pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar Jhoni Allen Marbun Cs di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Selama KLB Partai Demokrat erlangsung, di twitter sejak 3 Februari lalu, mengungah foto lawas ketika Moledoko mencium tangan SBY. (istimewa/twitter)

Mulanya SBY menyebut Moeldoko sangat tega dan berdarah dingin lantaran mengkudeta putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari posisi Ketum Partai Demokrat.

"Banyak yang tidak percaya bahwa KSP Moeldoko yang bersekongkol dengan orang dalam, benar-benar tega dan dengan darah dingin melakukan kudeta ini," ujar SBY saat konferensi pers di Perumahan Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/3/2021).

SBY juga menyebut Moeldoko tidak berjiwa kesatria lantaran berusaha merebut posisi Ketum Partai Demokrat dengan cara ilegal dan inkonstitusional.

"Sebuah perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji, jauh dari sikap kesatria dan nilai-nilai moral," kata Presiden Ke-6 RI tersebut.

Perbuatan Moeldoko bahkan disebut SBY telah mempermalukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Dan hanya mendatangkan rasa malu bagi perwira dan prajurit yang pernah bertugas di jajaran Tentara Nasional Indonesia," kata SBY.

SBY juga mengungkapkan penyesalannya pernah memberikan sejumlah jabatan kepada Moeldoko.

Diketahui, Moeldoko pernah menjabat Kepala Staf TNI AD (KSAD) sejak 20 Mei 2013.

Saat itu SBY menunjuk Moeldoko sebagai KSAD menggantikan adik iparnya, Pramono Edhie Wibowo, yang memasuki masa pensiun.

Moeldoko juga diangkat menjadi Panglima TNI periode 2013 - 2015.

Saat itu Moeldoko diusulkan SBY untuk jadi Panglima TNI menggantikan Agus Suhartono yang segera pensiun.

Presiden ke-6 RI itu kini mengungkapkan penyesalan dan rasa bersalahnya sembari mengelus dada.

"Termasuk rasa malu dan rasa bersalah saya yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya (Moeldoko)," ungkap SBY sembari mengelus dada.

SBY lantas memohon ampun kepada Allah SWT karena telah memberikan kepercayaan kepada Moeldoko.

"Saya memohon ampun kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesalahan saya itu," sambung SBY. (tribun network/ditya/genik)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Partai Demokrat Dipastikan akan Mengalami Perdebatan Politik yang Berujung ke Proses Pengadilan."