TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menanggapi tuduhan radikal yang disampaikan oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Apa Kabar Indonesia di TvOne, Rabu (24/2/2021).
Diketahui GAR Alumni ITB melaporkan Din dengan enam poin tuduhan, termasuk dugaan pelanggaran etis aparatur sipil negara (ASN) dan radikalisme.
Baca juga: Din Syamsuddin Dilaporkan GAR ITB dengan Tudingan Radikal, Pengamat: Yang Lapor Mestinya Malu
Menurut Din, pemahaman banyak orang tentang radikalisme adalah hal yang salah, apalagi selalu dikaitkan dengan agama tertentu.
"Padahal istilah itu sendiri salah kaprah, mengalami distorsi dalam pemakaiannya," jelas Din Syamsuddin.
Ia menyebut dirinya terlibat dalam berbagai gerakan perdamaian antaragama yang melawan ekstremisme.
"Sebenarnya di dunia, kebetulan saya ikut terlibat countering violent extremism, melawan ekstrem kekerasan," ungkapnya.
Din melanjutkan, istilah radikal dapat memiliki makna positif.
Sebagai contoh beragama dapat dilakukan dengan radikal, yakni harus berdasar pada akarnya.
"Sementara kalau radikal ada konotasi positif. Beragama harus radikal," ungkap anggota Presidium Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini.
Baca juga: Din Syamsuddin Dilaporkan GAR ITB dengan Tudingan Radikal, Pengamat: Yang Lapor Mestinya Malu
"Beragama secara radikal itu berpegang pada akar-akar agama. Beragama secara radikal berpegang pada unsur-unsur nilai keagamaan," terangnya.
Mantan Wasekjen DPP Golkar ini menyebut makna itu sering diselewengkan.
Akibatnya muncul gerakan anti-radikalisme, seperti GAR Alumni ITB.
Din menyinggung justru kelompok tersebut yang mencerminkan tindakan radikal.
"Di Indonesia ini agaknya enggak paham, istilah itu disalahgunakan dan disalahpahami," papar Din.
"Sehingga lahir gerakan anti-radikal. Mereka radikal itu, karena memaksakan kehendak, mengurus orang lain," komentarnya.
"Ada yang mengatakan bukan anti-radikalisme, tapi pengawas pegawai negeri," tambahnya menyindir.
Din menambahkan, dirinya memang ASN tetapi bertugas di bidang akademik.
"Itu yang tidak dipahami. ASN itu ada macamnya. Kami ini ASN akademisi yang mengajar, jadi ada kebebasan akademisi," ungkap Din.
Lihat videonya mulai menit ke-3.00:
Ade Armando Ungkap Bukti Tudingan Radikal ke Din Syamsuddin
Pakar komunikasi politik Ade Armando mengungkapkan ada sejumlah bukti yang menguatkan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dengan tuduhan sikap radikal.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Cokro TV, Senin (15/2/2021).
Diketahui Din Syamsuddin dilaporkan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) atas dugaan pelanggaran disiplin dan etika sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Baca juga: Ade Armando Sebut Pendukung Din Syamsuddin yang Memelintir Isu Radikal, Imbas Pernyataan Jokowi
Awalnya, Ade Armando menjelaskan radikalisme berbeda dengan ekstremisme dan terorisme.
Radikalisme mengacu kepada paham yang ingin menciptakan perubahan mendasar, berjangka panjang, dan mendalam, termasuk dengan melandaskan diri pada ajaran agama tertentu.
"Din memang dikenal dulu sebagai tokoh muslim moderat yang menjadi penjembatan ideologi antarumat," ungkap Ade Armando.
Walaupun begitu, ia menilai sikap Din Syamsuddin kini patut dipertanyakan.
"Namun Din sekarang bukanlah Din yang dulu. Kini kebencian atau kekecewaannya pada pemerintah tampaknya sudah membuatnya menjadi membabi buta," kata Ade.
Ade menilai Din tidak lagi sekadar kritis, tetapi sudah sampai pada tahap menyebarkan kebencian dan perpecahan bangsa.
"Misalnya saja pada 5 Oktober 2020, dia menyebarkan surat kepada publik yang seolah ditujukan kepada Presiden Jokowi. Di dalamnya dia menyebarkan tuduhan ada teror terhadap lambang, simbol, dan pemuka Islam," ungkapnya.
"Dia menuduh ada rentetan tindak kekerasan, penganiayaan, hingga pembunuhan ulama, imam, dai, dan tokoh agama," lanjut dia.
Baca juga: Din Syamsuddin Dilaporkan GAR ITB, Dedi Mulyadi hingga Mahfud MD Tepis soal Tudingan Radikal
Saat itu Din mengancam tidak mustahil para ulama akan melawan dengan caranya sendiri jika kehilangan kesabaran.
"Masalahnya, dia cuma asal bicara," kata dosen komunikasi ini.
Menurut Ade, tuduhan ini tidak didasari fakta sehingga justru berpotensi memecah belah bangsa.
"Pada 2019 Din berkomentar pedas terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan kubu Prabowo untuk membatalkan hasil Pilpres 2019," kata Ade mengungkap bukti lainnya.
Saat itu Din Syamsuddin menuduh ada ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam keputusan MK.
Menurut Ade, argumen ini pun tidak dipersiapkan dengan matang.
Alih-alih menuai simpati masyarakat, justru banyak yang mengecam argumen Din.
Contoh lainnya adalah komentar Din terhadap konser amal yang digelar BPIP untuk menggalang dana bagi masyarakat yang terdampak pandemi.
Din menyebut konser itu membuat kesan pemerintah bergembira di atas penderitaan rakyat.
"Karena itu apa yang disampaikan GAR ITB sangat masuk akal," simpul Ade Armando. (TribunWow.com/Brigitta)