Terkii Nasional

Effendi Simbolon Klaim Tak Ada Pasal Karet di UU ITE, Refly Harun: Kalau Tidak Ada Kita Tak Berdebat

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon (kanan) dan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun (kiri) dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/2/2021).

TRIBUNWOW.COM - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon mengaku kurang setuju dengan wacana revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elekronik (UU ITE).

Dilansir TribunWow.com dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/2/2021), Effendi Simbolon juga membantah ada pasal karet di UU ITE.

Pernyataannya tersebut lantas mendapat tanggapan dari Pakar Hukum Tata Negar Refly Harun.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon membantah membantah ada pasal karet di dalam Undang-undang ITE, dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/2/2021). (YouTube/Najwa Shihab)

Baca juga: Tagih Jokowi soal Revisi UU ITE, Burhanuddin: Kalau Komit, Saya Kira Bisa Secepat Omnibus Law

Menurut Refly Harun, jika memang UU ITE tersebut berjalan baik tanpa adanya pasal-pasal kontroversi, maka tidak akan terjadi perdebatan.

Baik antara dirinya dengan Effendi Simbolon maupun perdebatan di publik.

"Kalau tidak ada pasal karet kan kita tidak berdebat malam ini," ujar Refly Harun.

Refly Harun lantas mencontohkan pasal di UU ITE yang pantas disebut sebagai pasal karet.

Dirinya menyebut pasal 27 Ayat 3 yang dinilai tidak memiliki kejelasan atau batasan subjek dan objeknya.

"Bang Effendi Simbolon tadi menantang karetnya di mana?"

"Salah satunya adalah kalau kita lihat pasal 27 ayat 3 soal penghinaan itu, kita bicara subjek dan objek," ungkapnya.

"Itu kan subjeknya tidak dibatasi, kemudian objeknya tidak dibatasi," jelas Refly Harun.

Dalam kasus Pasal 27 Ayat 3, menurut Refly Harun karena tidak ada batasan subjek dan objek, maka bisa menjadikan banyak tafsiran.

Termasuk juga bisa disalahgunakan untuk adu-mengadu dengan tujuan saling menjatuhkan.

Baca juga: Kutip Ucapan Habibie, Said Didu Dukung Revisi UU ITE: Hentikan, Gak Ada Guna Penjarakan Teman

"Maka kemudian dalam praktek adalah yang dihina A, yang melaporkan B, padahal A sendiri tidak merasa dihina atau jangan-jangan dia sengaja memimjam tangan orang lain," terangnya.

"Jadi yang menjadi masalah adalah karena ketidakjelasan inilah kemudian akhirnya banyak adu-mengadu."

"Kedua karena tidak ada batasan akhirnya dikembalikan kepada penegak hukum," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke-7.23:

Effendi Simbolon: Apanya yang Mau Direvisi

Sebelumnya, Effendi Simbolon membantah adanya pasal karet di dalam UU ITE.

Oleh karenanya, dirinya mempertanyakan alasan adanya desakan untuk merevisi UU ITE.

Effendi Simbolon mulanya menanggapi pernyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal wacana UU ITE.

Menurutnya, Jokowi hanya mengatakan 'kalau' ada pasal karet yang dianggap membingungkan dalam penegakan hukum.

Bukan berarti menyimpulkan memang ada pasal karet.

"Tapi kalaupun dianggap itu menjadi biang masalahnya dan menyebut pasal karet, saya ingin bertanya kembali kepada Pak Presiden, yang disebut pasal karet itu yang mana?" ujar Effendi Simbolon.

"Karena mulai dia (UU ITE) lahir sampai revisi, tidak ada yang melanggar, sudah teruji," imbuhnya.

Menanggapi hal itu, presenter Najwa Shihab lantas mencontohkan beberapa pasal yang dinilai karet karena tidak memiliki patokan subjek yang jelas.

Baca juga: Bandingkan Penerapan UU ITE Era SBY dengan Jokowi, Haikal Hassan: Enggak Ada Kritikan yang Ditangkap

Najwa Shihab pun menyebutkan pasal 27 Ayat 3 yang berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'.

"Sepanjang yang merasa dihina itu melakukan delik aduan, ya monggo diproses hukum, di mana karetnya?" kata Effendi Simbolon.

Najwa Shihab kembali mencecar Effendi Simbolon dengan membandingkan anggota legislasi lainnya yang mayoritas sudah mendukung untuk merevisi UU ITE.

Meski begitu, Effendi Simbolon kembali mempertanyakan apa dasarnya untuk merevisi undang-undang yang disahkan pada 2008 tersebut.

"Apanya yang mau direvisi, itu kan hak dari tiga kelembagaan, DPD, DPR dan eksekutif boleh saja berinisiasi setelah dua tahun dianggap cukup untuk dievaluasi," bantah Effendi Simbolon.

"Tapi pertanyaannya kalau alasannya karena ada pasal-pasal karet, tolong dibuktikan dulu yang mana?" imbuhnya.

"Saya tidak melihat ada korban gara-gara Undang-undang itu," pungkasnya.

Najwa Shihab kembali tercengang dengan jawaban Effendi Simbolong yang mengatakan tidak melihat korban dari UU ITE. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)