TRIBUNWOW.COM - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mencoba sebuah inovasi baru dari alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19.
Menggunakan alat tersebut, hasil tes bisa diketahui dalam waktu kurang dari 15 menit.
Sandi mengunggah momen dirinya mencoba alat tersebut di akun Instagram miliknya @sandiuno, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Bicarakan Pemberian Vaksin Covid-19 untuk Lansia, Simak Penjelasan dari Menkes Budi Gunadi
"PCR dengan enzim yang bisa didapatkan hasilnya kurang dari 15 menit," ujar Sandi sambil menunjukkan alat PCR tersebut.
Alat PCR itu diketahui merupakan barang produksi perusahaan alat-alat medis asal Amerika Serikat bernama Abbott.
Sandi menyebut alat bernama ID NOW itu sebagai sebuah terobosan baru.
Ia bahkan berencana meletakkan alat PCR buatan Abbott itu di lokasi-lokasi wisata.
"Ini juga bisa diletakkan di destinasi-destinasi wisata," terang dia.
"Kita bisa menggunakan fasilitas seperti ini."
"Tentunya bekerja sama dengan dunia usaha," sambungnya.
Pada video yang diunggah oleh Sandi, tampak alat buatan Abbott itu berbeda dari alat PCR pada umumnya.
Dikutip dari Kompas.com, tes PCR pada umumnya dikenal oleh masyarakat dengan nama test swab.
Hasil tes PCR pada umumnya memerlukan waktu berhari-hari untuk mengetahui hasilnya.
Berikut caption lengkap yang ditulis oleh Sandi pada unggahannya itu:
"Inovasi baru pendeteksi covid-19, Abbot ID NOW.
PCR dengan enzim yang hasilnya bisa didapat dalam wakru kurang dari 15 menit.
Kita harapkan bisa menjadi solusi dalam membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif tanah air dengan menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi para pengunjung, meningkatkan kembali minat masyarakat untuk berwisata."
Baca juga: Sosok Helena Lim, Crazy Rich PIK yang Viral karena Disuntik Vaksin Covid-19
Hati-hati Suntikan Vaksin ke Lansia
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan vaksin Covid-19 kepada kelompok usia di atas 60 tahun (lansia), sejak Jumat (5/2/2021).
Namun BPOM juga meminta agar para tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi vaksinator ekstra hati-hati dalam menyuntikkan Vaksin Sinovac kepada pasien lanjut usia.
Solusi yang diungkapkan oleh BPOM adalah memperketat proses screening kepada para lansia sebelum menerima suntikan vaksin.
Hal itu disampaikan melalui Juru bicara pemerintah, dr. Reisa Broto Asmoro, di Istana kepresidenan Jakarta, Senin (8/2/2021).
Dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, dr. Reisa menyampaikan, uji klinik yang dilakukan di negara lain menunjukkan bahwa Vaksin Sinovac mampu memberikan antibodi yang baik kepada para lansia.
"Sesuai hasil uji klinis, uji klinis ini menyatakan tidak ada efek samping serius akibat pemberian vaksin," jelasnya.
Baca juga: Soal Vaksin Covid-19 Mandiri, Kadin: Jadi Ini Gratis, Kita Tidak Memperjualbelikan
Perbedaannya adalah para lansia memerlukan jeda waktu 28 hari antara suntikan vaksin pertama dan kedua.
Sedangkan pada usia 60 tahun ke bawah, para penerima vaksin disuntik dalam jeda waktu 14 hari.
Seusai BPOM memberikan izin penyuntikan Vaksin Sinovac kepada lansia, Kementerian Kesehatan langsung melakukan vaksinasi terhadap nakes berusia di atas 60 tahun.
Dokter Reisa mengatakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga meminta agar nakes lansia menjadi prioritas karena lebih rawan terpapar dibanding lansia non nakes.
Proses vaksinasi terhadap nakes lansia diketahui sudah dilakukan pada Senin (8/2/2021) pukul 09.00 WIB.
"Vaksinasi perdana bagi tenaga kesehatan berusia di atas 60 tahun langsung dilaksanakan hari ini," ujar dr. Reisa.
"Kementerian Kesehatan sudah membuka peluang nakes senior berusia di atas 60 tahun untuk menerima vaksin CoronaVac."
Targetnya ada 11 ribu nakes di atas 60 tahun yang akan menerima Vaksin Sinovac.
Dokter Reisa lalu memaparkan perbedaan manfaat suntikan pertama dan kedua vaksin.
Suntikan pertama diketahui berfungsi untuk memperkenalkan tubuh kepada virus yang telah di-non aktifkan.
"Dosis kedua berperan sebagai booster atau meningkatkan kekuatan vaksin, sehingga antibodi yang telah terbentuk akan semakin kuat dan optimal," papar dr. Reisa.
Seusai melakukan vaksinasi kepada nakes lansia, warga lansia non nakes juga akan segera menerima suntikan vaksin.
"Pemberian vaksinasi kepada lansia dapat menekan angka kematian dan juga mengurangi tekanan terhadap beban rumah sakit," kata dr. Reisa.
"Dengan begitu angkat rawat inap dan bed occupancy ratio dapat turun, kasus aktif dapat turun, dan angka kesembuhan tentunya akan naik."
Dokter Reisa menegaskan, ada hal yang harus diperhatikan pada pemberian vaksin terhadap lansia.
BPOM berpesan agar para lansia diperiksa betul sebelum disuntikkan vaksin.
Hal tersebut karena para lansia lebih rawan memiliki penyakit penyerta.
"Kelompok lansia cenderung memiliki berbagai penyaki penyerta atau komorbid," ujar dr. Reisa.
"Maka dari itu pesan bagi para vaksinator di seluruh Indonesia dan juga dokter yang memberikan konsultasi kepada nakes lansia bahwa prokes screening menjadi sangat critical (genting) sebelum memutuskan untuk dapat dilakukan vaksinasi," pungkasnya. (TribunWow.com/Anung)