TRIBUNWOW.COM - Tidak hanya kepada masyarakat berusia 18 sampai 59 tahun, pemerintah juga akan memberikan vaksin kepada para lanjut usia (lansia).
Di samping itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin untuk vaksinasi terhadap lansia.
Lantas apa bedanya vaksin yang disuntikkan kepada lansia dengan masyarakat produktif?
Baca juga: Bicarakan Pemberian Vaksin Covid-19 untuk Lansia, Simak Penjelasan dari Menkes Budi Gunadi
Baca juga: BPOM Izinkan Vaksin Covid-19 Sinovac untuk Lansia, Ada Tahapan dan Peringatan Sebelumnya, Apa Saja?
Menjawab hal itu, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan bahwa vaksin yang digunakan sama.
Hanya saja menurutnya ada perbedaan pada interval waktu penyuntikan.
"Sebetulnya vaksinnya sama, jadi dia terdiri dari inactivated hold viruses atau virus utuh yang dimatikan dengan ditambah acuvan," ujar Sri Rezeki, dalam acara Sapa Indonesia Pagi, Selasa (9/2/2021).
"Tetapi yang berbeda mungkin di dalam interval."
Dirinya menceritakan proses uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan di China.
"Pada waktu fase satu ada yang kurang bagus di vaksinnya," kata Sri Rezeki.
"Kemudian diperbaiki isinya dan kemudian dilakukan ulang dalam uji fase kedua."
"Jadi di fase dua ini ada dua kelompok, kelompok yang satu interval 1-14 hari dan satu lagi kelompok 0-28 hari," jelasnya.
Menurutnya, khusus untuk vaksinasi terhadap lansia tingkat imogenesitasnya lebih bagus yang disuntikkan dalam rentang waktu 28 hari.
"Dan ternyata untuk yang muda itu sama, untuk keamanan maupun imonogenesitasnya."
"Tetapi yang lansia, yang lebih bagus itu yang 0-28 hari," kata Sri Rezeki.
Baca juga: Viral Selebgram Helena Lim Suntik Vaksin Covid-19, Wagub DKI: Kami akan Cek kenapa Dia Bisa Datang
Sementara itu terkait keamanannya, Sri Rezeki mengaku mengacu pada uji klinis yang dilakukan di Brasil.
"Juga dilihat keamananya dari fase ketiga di Brasil."
"Dari itu Badan POM mengeluarkan izin yang kita sebut Emergency Use Authorization (EUA)," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengakui bahwa uji klinis yang dilakukan di Indonesia memang tidak mengambil sampel untuk lansia.
Hanya saja menurutnya, dengan berpatokan dengan tingkat imonogenitas serta keamanannya dari dua negara tersebut, maka diyakini aman untuk juga dilakukan kepada lansia di Indonesia.
"Di Indonesia sendiri kita tidak melakukan uji di atas 60 tahun, tetapi 18-59," kata Sri Rezeki.
"Karena yang paling penting selain imonogenitas adalah keamanan."
"Dan keamanan dibuktikan di Brasil dengan baik, hingga kita yakin bahwa ini memang aman untuk lansia," jelasnya menutup.
Simak videonya mulai menit awal:
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)