TRIBUNWOW.COM - Tingginya penambahan kasus harian Covid-19 membuat banyak rumah sakit merasa kewalahan dan bahkan hampir terisi penuh.
Satu di antaranya terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengakareng.
Kepastian itu dibenarkan oleh Direktur RSUD Cengkareng, drg. Bambang Suheri, dalam acara Mata Najwa, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Menangis, Evi Yulianti Cerita Kisah Pilu Mertuanya Meninggal karena Covid-19 dan Tak Dapat Ruang ICU
Baca juga: Cerita Pilu Pasien Covid-19, Sempat Terpuruk di ICU dan Hampir Menyerah: Sudah Merasa Tidak Mampu
Dilansir TribunWow.com, Bambang mengatakan bahwa untuk ketersediaan ruang ICU di RSUD Cengakareng sudah penuh dari total 80 kapasitas.
Ia menambahkan begitupun juga dengan ruang isolasi yang dipastikan akan penuh jika kasus Covid-19 tidak mengalami penurunan.
"Ada 80 tempat tidur dan situasinya sekarang full, terisi semua," ujar Bambang.
"Kalau ruang isolasi yang lainya kita masih tersisa kurang lebih 20 persennya," jelasnya.
"Tapi kita juga enggak tahu situasi sekarang ini pasien meningkat, bisa juga kemungkinan besok full juga."
Menurutnya, pasien Covid-19 yang dirawat di RSUD Cengkareng bukan hanya yang berasal dari Jakarta, melainkan juga dari luar Ibu Kota.
"Iya, termasuk dari luar daerah. Data yang kami punya itu kurang lebih 12,3 persen itu pasien dari luar DKI Jakarta," ungkapnya.
Lebih lanjut, Bambang lantas menceritakan aktivitas memilukan yang terjadi di ruang ICU.
Baca juga: Cerita Pasien Covid-19 Sulitnya Cari Rumah Sakit, Nekat Nyetir Sendiri Pakai Selang Oksigen
Dikatakannya bahwa para dokter maupun perawat yang petugas di ICU tentunya terus dihadapkan dengan kasus meninggalnya pasien Covid-19 yang begitu menyayat hati.
"Kalau kita cerita tentang ruang ICU mbak, tentunya sesuai dengan judulnya 'ICU Pilu' karena hampir setiap malam, setiap hari, kita melihat pasien yang meninggal," kata Bambang.
"Tentunya itu yang sangat memilukan bagi petugas kami."
Simak videonya mulai menit awal:
Cerita Pasien Covid-19 Dipasangi Ventilator: Tak Sadarkan Diri 35 Jam
Penyintas Covid-19, Anggun Wibowo membagikan pengalamannya saat memakai alat bantu pernapasan atau ventilator.
Dalam berjuang melawan Covid-19, Anggun dirawat intensif di ruang ICU selama 16 hari, termasuk juga harus dipasangkan ventilator.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Mata Najwa, Rabu (27/1/2021), Anggun Wibowo mengatakan bahwa hal itu menjadi pengalaman buruk sekaligus berharga dalam hidupnya.
Baca juga: Jenazah Pasien Covid-19 Terlantar karena Tukang Pikul Mogok, Keluarga Angkut Sendiri Tanpa Pakai APD
Anggun menceritakan bahwa pemakaian ventilator dilakukan berdasarkan rekomendasi dari dokter yang menangani dirinya.
Hal itu menyusul kondisinya yang sudah semakin memburuk.
"Jadi kondisi waktu itu saturasi saya sangat turun, setelah satu hari berada di ICU, sampai ke 63 persen," ujar Anggun.
"Terus dokter mengatakan saya harus dipasang ventilator. Demi untuk kesembuhan saya akhirnya setujui untuk memasang ventilator," imbuhnya.
Anggun lalu menceritakan proses pemasangan ventilator yang disalurkan ke alat pernapasannya.
Sebelum dipasangkan, Anggun mengaku sempat diberitahu bahwa pemasangan ventilator sangat berisiko sehingga membutuhkan kesiapannya.
"Pertama-tama itu harus dibius dulu," kata Anggun.
"Kemudian kita berdoa bersama dan saya harus dibius total tapi dalam kondisi yang masih setengah sadar."
"Itu dimasukkan alat kayak sejenis cangkul kecil untuk membuka kerongkoangan untuk dimasukan selang ke dalam lubang tenggorokan," jelasnya.
Baca juga: Cerita Pasien Covid-19 Sulitnya Cari Rumah Sakit, Nekat Nyetir Sendiri Pakai Selang Oksigen
Menurutnya ada momen yang begitu menegangkan setelah dibius dan dipasang ventilator.
Pasalnya dikatakan Anggun, dirinya tidak kunjung sadarkan diri selama 35 jam.
Kondisi tersebut tak dipungkiri membuat keluarga merasa khawatir.
"Setelah itu saya enggak sadar sampai 35 jam. Keluarga sudah kebingungan karena harusnya 12 sampai 17 jam, tetapi baru siuman setelah 35 jam," ungkap Anggun.
Lebih lanjut, terkait hal yang dirasakan antara sebelum dan sesudah dipasang ventilator, Anggun mengaku sangat jauh berbeda.
"Pas sudah bangun saya baru merasakan bahwa ternyata dipasang ventilator itu dimasukan alat ke dalam tenggorokan yang membuat kita tidak bisa ngomong," ucap Anggun.
"Kemudian bahkan untuk meludah atau menelan ludah pun tidak bisa. Jadi semua cairan itu untuk dikeluarkan dari tenggorkan itu harus dipompa dan itu sakitnya minta ampun," pungkasnya.
Baca juga: Sebut 24 Persen Pasien Luar Daerah Isi RS di Jakarta, Anies Baswedan: Bukan Bagian Persiapan Kita
Mengaku Hampir Menyerah
Pada saat pemasangan ventilantor sebagai alat bantu pernapasan, Anggun mengaku sempat dibius atau ditidurkan terlebih dahulu.
Menurut Anggun, saat-saat itulah menjadi kondisi terburuk dan menjadi hal yang paling sulit yang pernah dihadapi.
Bahkan diakuinya sempat merasa pesimis untuk kesembuhannya dan hampir menyerah.
"Setelah bangun itu ternyata seperti itu, saya enggak bisa gerak, seandainya mau pindah rebahan atau minta ganti bantal harus minta tolong perawat," terang Anggun.
"Kondisinya saya sudah merasa 'Aduh ini kayak gini apa saya mampu bertahan'. Dan saat itu saya merasakan mulai hari ketiga sampai hari ke enam itu sudah merasa tidak mampu."
"Karena sudah sakit, berat, badan sudah kayak enggak kerasa, apalagi hanya bisa rebahan. Bahkan makan saja harus disuntikkan lewa hidung, makanan cair."
Beruntung, ia mengaku masih mendapatkan banyak dukungan dan doa dari keluarga hingga para sahabat yang membuatnya kembali bersemangat untuk bisa sembuh.
"Tapi untungnya dengan ada komunikasi walaupun saya tidak bisa ngomong biasanya keluarga nelepon, video call, mereka kasih suport, orangtua kasih doa, kemudian keluarga, sahabat juga selalu kasih suport," ungkapnya.
"Makanya ayok harus bisa lawan penyakitnya, harus bisa sembuh," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)