TRIBUNWOW.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengungkapkan alasan pemerintah lebih mengutamakan vaksin Covid-19 dari China, yakni Sinovac.
Terlepas dari adanya pro dan kontra soal vaksin Sinovac, Erick Thohir menyebut pemerintah memiliki pertimbangan tersendiri sebelum membeli vaksin asal China itu.
Dilansir TribunWow.com dari kanal YouTube KompasTV, Rabu (20/1/2021), Erick Thohir mengaku sudah melakukan penjajakan awal kepada semua negara pemproduksi vaksin.
Baca juga: Menkes Sebut RI Beruntung Amankan 600 Juta Vaksin Covid-19: Jadi untuk Cover kalau Ada Apa-apa
Baca juga: Ini Riwayat Penyakit yang Tak Bisa Terima Vaksin Covid-19, Bagaimana dengan Ibu Hamil dan Menyusui?
Dirinya mengatakan pemilihan vaksin Sinovac tidak terlepas dengan hubungan dagang yang baik antara Indonesia dengan China.
Pasalnya menurutnya, hanya China dan Uni Emirat Arab yang merespon baik permintaan vaksin dari Indonesia.
Sedangkan di satu sisi, ia mengaku Indonesia membutuhkan vaksin dengan cepat guna mengendalikan pandemi Covid-19 yang cukup tinggi.
"Bersama Ibu Menlu untuk mencoba melakukan penjajakan untuk vaksin," ujar Erick Thohir, dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (20/1/2021).
"Kenapa juga dua negara tujuan saat itu yaitu UAE dan China karena memang sejak awal ketika kita mengontak para pembuat vaksin dari negara Eropa dan Amerika, responnya sangat rendah," jelasnya.
"Hal itu kita jajaki tentu sebagai BUMN. BUMN bertemu BUMN China, bertemu dengan BUMN UAE."
Setelah mendapatkan vaksin Sinovac, Erick Thohir mengatakan persoalan tidak lantas selesai.
Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang tidak sedikit, dirinya menyadari harus menambah kapasitas produksi di Bio Farma.
Baca juga: Soal Vaksinasi Covid-19 Mandiri, Jokowi: Mungkin Merek dan Tempat Lakukan Vaksin Berbeda
"Tentu ada catatan lain, salah satunya di kapasitas produksi," kata Erick Thohir.
"Ketika bulan Maret dan April kita menemui Bio Farma, pada saat itu kapasitas produksi Bio Farma satu miliar tanpa vaksin Covid-19. Jadi kalau nanti ada Covid, waktu itu kami memberanikan diri menambah kapasitas," terangnya.
"Alhamdulillah keputusan di bulan April itu di bulan Desember dibuktikan bahwa 250 juta kapasitas ini sudah bisa jadi."
Simak videonya mulai menit awal:
Kata Kemenkes Kemungkinan Orang yang Divaksin Masih Bisa Terpapar
Pemerintah menyampaikan bahwa suntikan vaksin Sinovac bukanlah perlindungan utama terhadap Covid-19.
Pemerintah berulang kali menyampaikan bahwa protokol kesehatan harus terus diterapkan mesti sudah mendapat suntikan vaksin.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan, suntikan vaksin Sinovac tidak akan membuat penerima vaksin menjadi kebal Covid-19.
Baca juga: Penjelasan soal Penerima Vaksin Covid-19 Tetap Masih Bisa Menularkan Virus Corona
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne, Minggu (17/1/2021).
Siti menegaskan, tidak ada vaksin yang memiliki efikasi 100 persen atau membuat pasien yang disuntik menjadi kebal dari Covid-19.
"Sampai saat ini tidak ada vaksin yang 100 persen efikasinya, artinya membuat orang menjadi tidak berisiko untuk sakit Covid-19," ujar dia.
Siti memaparkan, para penerima suntikan vaksin Sinovac nantinya akan memiliki risiko tertular Covid-19 hanya 35 persen.
"Kemungkinan kita untuk sakit Covid-19 hanya 35 persen," ujar dia.
Jumlah tersebut turun sebanyak 65 persen sebelum disuntik vaksin.
Ia juga mengingatkan bahwa protokol kesehatan masih harus diterapkan dalam situasi pandemi saat ini.
Karena konsentrasi penyebaran virus di masyarakat masih tergolong tinggi.
Baca juga: Siapa Saja Kelompok Masyarakat yang Tidak Bisa Diberi Vaksin Covid-19 Sinovac?
"Situasi di dalam masyarakat, penularannya masih sangat tinggi," ungkap Siti.
"Walau sudah divaksinasi, kita harus menerapkan protokol kesehatan."
Selanjutnya, Siti menerangkan soal antibodi yang tidak bisa secara instan terbentuk seusai menerima suntikan vaksin.
"Tidak bisa satu kali suntik pada dosis pertama maupun pada dosis kedua, itu sudah langsung membentuk antibodi yang optimal," kata Siti.
"Sehingga dalam masa pembentukan antibodi tersebut, kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan," sambungnya. (TribunWow/Elfan/Anung)