TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR F-PDIP Rikba Tjiptaning kini telah dipindahkan dari Komisi IX ke Komisi VII seusai menolak disuntik vaksin Sinovac.
Penolakan program vaksinasi Covid-19 tidak hanya datang dari Ribka, namun juga berbagai kalangan lain.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut ada rasa tidak percaya terhadap keampuhan vaksin Sinovac.
Baca juga: Digeser dari Komisi IX setelah Tolak Vaksin Covid-19, Ribka Tjiptaning Ternyata Seorang Dokter
Pernyataan itu diunggah dalam akun YouTube-nya, Refly Harun, Senin (19/1/2021).
Mulanya, Rely mengungkit sekilas soal pernyataan Ribka ketika menolak disuntik vaksin Sinovac.
Saat itu Ribka mengkritik Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Ribka juga menuding bahwa ada bisnis di balik program vaksinasi Covid-19.
"Macam-macam dikritiknya, termasuk latar belakang Budi Gunadi Sadikin yang bukan dokter bisa jadi Menteri Kesehatan," ujar dia.
"Lalu dia juga menyebut soal bisnis vaksin dan lain sebagainya."
Refly menyebut, polemik pro dan kontra vaksinasi Covid-19 membuat orang tidak berpikir secara rasional.
"Pro dan kontranya banyak sekali, sehingga saya pun sebenarnya agak sedikit malas membahasnya," terang dia.
Mantan Komisaris Utama Pelindo I itu menyebut bagaimana ada anggapan bahwa pihak penerima vaksin adalah otomatis pendukung pemerintah, sedangkan penolak vaksin adalah penentang pemerintah.
"Berpikir soal dukung mendukung," ujar dia.
Refly menegaskan, bahwa pro dan kontra vaksinasi tidak bisa dikaitkan soal masalah dukungan.
Ia menyebut, masalah utama dari penolakan vaksin terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap keampuhan vaksin Sinovac.
"Yang menjadi persoalan adalah soal trust, soal kepercayaan," ujar dia.
"Bahwa masyarakat atau sebagian masyarakat masih ragu dengan keampuhan Sinovac ini," pungkas Refly.
Baca juga: Ribka Tjiptaning Sebut Vaksin Covid-19 sebagai Rongsokan, dr Tirta: Jangan Berlagak Pahlawan
Simak video selengkapnya mulai menit ke-7.00:
Ribka Tjiptaning: Mending Jual Mobil
Sebelum menolak menerima suntikan vaksin, awalnya ia menyoroti kriteria usia penerima vaksin, antara 18 sampai 59.
Menurut Ribka, dirinya sedari awal tidak memenuhi kriteria tersebut, bahkan jika nantinya ada vaksin yang aman digunakan orang lanjut usia (lansia).
"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, mau pun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak)," kata Riba Tjiptaning, dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Soal Ribka Tjiptaning Tolak Vaksinasi, Rocky Gerung: Artinya PDIP Memang Tidak Sepenuhnya Percaya
Diketahui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan sanksi denda Rp5 juta bagi warga yang menolak vaksin.
Menanggapi hal itu, Ribka mengaku lebih memilih membayar denda daripada dipaksa menerima vaksin.
Ia beralasan vaksin tahap pertama buatan Sinovac itu belum dapat dipastikan keamanannya.
Sebagai informasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan vaksin buatan Sinovac sudah teruji secara klinis.
"Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek," ungkit Ribka.
"Bagaimana orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," tambah politikus PDIP ini. (TribunWow.com/Anung/Brigitta)