TRIBUNWOW.COM - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto buka suara terkait Maklumat Kapolri Nomor Mak 1/1/2021.
Maklumat tersebut tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (4/1/2021), Bambang Rukminto menilai maklumat tersebut terlalu berlebihan.
Baca juga: Hakim Tak Izinkan Rizieq Shihab Hadir di Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum Mengaku Kecewa
Baca juga: BEM UI Nyatakan Sikap soal Pembubaran FPI dan Maklumat Kapolri: Tidak Merefleksikan Negara Hukum
“Saya melihat maklumat tersebut terlalu dilebih-lebihkan dalam memandang persoalan terkait FPI,” kata Bambang Rukminto ketika dihubungi Kompas.com, Senin (4/1/2021).
Dirinya lalu membandingkan kasus FPI terhadap ormas lainnya yang juga dibubarkan, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menurutnya, keberadaan ataupun aktivitas FPI tidak lebih berbahaya dibandingkan dengan HTI.
“Secara ideologi, FPI tak lebih berbahaya dibanding HTI, tetapi selama ini tak ada maklumat Kapolri terkait HTI,” ungkapnya.
Oleh karenanya, ia menilai sikap dari kepolisian tersebut tidak mencerminkan sebagai negara demokrasi yang membebaskan berpendapat dan berserikat.
Selain itu menurutnya juga justru memancing gejolak tersendiri di masyarakat.
Dirinya memastikan bahwa masyarakat mempunyai penilaiannya tersendiri dalam memilih organsasi yang diikutinya.
Sehingga dikatakannya terbitnya maklumat tesebut dirasa tidak akan mengurangi niatan dari masyarakat.
“Hal-hal seperti ini tentunya akan menjadi kontraproduktif bagi pembangunan demokrasi yang kita idamkan,” lanjut Bambang.
Baca juga: Bantah Bekukan Rekening FPI, Polri: Itu Bukan Kewenangan Kami
Senada dengan yang disampaikan Bambang Rukminto, BEM UI juga mempertanyakan dan mempersoalkan maklumat dari Kapolri soal FPI.
Persoalan utamanya adalah pada poin yang meminta kepada masyarakat supaya tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten apapun terkait FPI.
"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."
"Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," jelasnya.
BEM UI merasa maklumat tersebut mengarah ke tindakan-tindakan represif.
Terlebih di satu sisi masih ada persoalan tersendiri antara pihak kepolisian dalam hal ini adalah Polda Metro Jaya dengan FPI terkait kasus di Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Sedangkan masyarakat sendiri masih menunggu pengungkapan kasus yang saat ini tengah ditangani oleh Komnas HAM tersebut.
"Aturan Maklumat Kapolri tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)
Artikel ini diolah dari Kompas.com dengan judul Maklumat Kapolri soal FPI Dinilai Berlebihan dan Pernyataan Sikap Lengkap BEM UI soal Pembubaran FPI Tanpa Peradilan