TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin baru saja melakukan konferensi pers terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang kini menjadi perhatian masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Azis Syamsuddin menanggapi soal adanya tiga versi draf UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.
Ada versi draf UU Cipta Kerja sebanyak 1.032 halaman, 907 halaman, dan 812 halaman.
Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Rusuh, Massa Anak Muda Lempar Batu ke Arah Aparat di Kawasan Patung Kuda
Dikutip TribunWow.com dari channel YouTube Kompas TV pada Selasa (13/10/2020), Azis bersumpah bahwa adanya perbedaan versi halaman itu bukan karena ada pasal selundupan dari pihak tertentu.
"Saya jamin sesuai sumpah jabatan saya, dan rekan-rekan ada di sini, tentu kami tidak berani dan tidak akan menyelundupkan pasal, itu saya jamin dulu sesuai dengan sumpah jabatan kami."
"Karena itu merupakan tindakan pidana soal penyelundupan pasal," tegas Azis.
Soal adanya 1.032 halaman draf UU Cipta Kerja itu hanyalah rumor.
"Kemarin ada 1.032 halaman sekarang 812 halaman tadi saya sampaikan 1.032 halaman itu kan rumor yang berkembang," ungkapnya.
Azis menjelaskan, draf UU Cipta Kerja yang akan diberikan ke pemerintah harus diketik dallam format legal paper.
"Pada saat pengetikan draf final untuk menjadi lampiran sesuai ketentuan undang-undang nomor 2 tahun 2011 yang akan dikirim ke pemerintah itu harus menggunakan legal paper secara resmi," kata Azis.
Baca juga: Situasi Demo PA 212 soal Tolak UU Cipta Kerja, Jika Disahkan, Bisa Jadi Babu di Negara Sendiri
Sedangkan sebelumnya, bagian Kesekjenan menulis draf itu dalam format kertas bukan legal papper.
Sehingga, draf UU Cipta Kerja bisa mencapai 1.032 halaman.
"Sehingga pengetikannya ada di pihak kesekjenan, sekjen kenapa menyampaikan 1.032."
"Ini masih draft kasar diketik bukan sebagai legal papernya kemudian berkembang setelah dilakukan netting, pengetikan, koma, garis-garis tidak diatur kembali," jelasnya.
Politisi Golkar ini menerangkan, draf awal yang ditulis Sekjen itu berubah menjadi 812 halaman ketika diformat sesuai legal paper.
Dari 812 halaman, 488 di antaranya adalah undang-undang dan sisanya penjelasan.
"Sehingga setelah dilakukan editing secara legal drafter, setelah dinet bapak Sekjen dan kawan-kawan, jumlahnya adalah 812 halaman termasuk penjelasan."
"Undang-undang secara resmi hanya 488 halaman, plus penjelasan menjadi 812 halaman yang merupakan bagian lampiran," kata dia.
Baca juga: Aparat Gabungan Lakukan Penyekatan Massa Demo Tolak UU Cipta Kerja, Cimanggis Ada 3 Titik
Lihat videonya mulai menit ke-15:10:
Daftar 7 hoaks soal UU Cipta Kerja yang dibantah Jokowi
1. Upah Minimum Dihapus
Jokowi menegaskan kalau upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan seperti halnya yang sudah diatur di UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, baik UMP maupun UMK.
"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral Provinsi.
Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja memang menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.
Selain itu, regulasi baru ini diklaim pemerintah justru menambah perlindungan bagi pekerja.
2. Upah per Jam
Jokowi juga membantah isu kalau tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.
Ia menegaskan kalau skema masih menggunakan aturan lama.
Hitungan per jam di UU Cipta Kerja dilakukan untuk memfasilitasi pekerja yang sifatnya pekerja lepas dan sebagainya.
"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.
Baca juga: Singgung Kemungkinan Ada Titipan di UU Cipta Kerja, Dahlan Iskan: Banyak Lubang di Tengah Jalan
3. Cuti Dihapus
Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.
Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.
"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.
4. PHK Sepihak
Ia lalu menyinggung soal kabar di UU Cipta Kerja yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.
Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.
5. Amdal Dihilangkan
Jokowi membantah jika Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengurus izin Amdal.
Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi, namun prosesnya dipermudah di UU Cipta Kerja.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar, Amdal tetap ada bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ucap Jokowi.
6. Perampasan Tanah
Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja mengatur soal bank tanah di mana aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pembebasan tanah untuk pekerjaan infrastruktur kepentingan umum.
"Kemudian diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tahan dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," ujar dia.
Baca juga: Amien Rais Minta Jokowi Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja: Undang-undang dengan Kejahatan Besar
7. Sentralisasi Pusat
Terakhir, Jokowi juga menyinggung soal peran daerah yang dipangkas dalam kemudahan berinvestasi karena kewenangannya dialihkan ke pusat dalam UU Cipta Kerja.
"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada."
"Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," tegas Jokowi.
"Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," kata dia lagi.(TribunWow.com/Mariah Gipty, Kompas.com/Muhammad Idris)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Daftar 7 Hoaks yang Dibantah Jokowi di UU Cipta Kerja"