TRIBUNWOW.COM - Pakar tata hukum negara Refly Harun menyoroti kejanggalan dalam omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (12/10/2020).
Diketahui UU Cipta Kerja menuai penolakan dari masyarakat dan kalangan pekerja di berbagai sektor.
Baca juga: Beredar Draf Palsu UU Cipta Kerja, Refly Harun Sebut yang Asli pun Tak Ada: Jadi Jangan Salahkan
Pasalnya ada sejumlah perubahan dalam regulasi ketenagakerjaan, seperti soal upah, pesangon, dan pemutusan hubungan kejra (PHK).
Refly turut menanggapi isu yang diprotes mahasiswa dan buruh melalui demonstrasi tersebut.
"Enggak masuk akal ini," komentar Refly Harun seusai membaca berita terkait kejanggalan penyusunan UU Cipta Kerja.
Pakar hukum itu lalu menyatakan sikapnya terkait undang-undang yang menuai kontroversi itu.
Menurut Refly, nama 'UU Cipta Kerja' itu sendiri bertentangan dengan isinya.
"Memang UU Ciptaker itu sendiri bermasalah. Dari sisi judul saja bermasalah," singgung mantan Komisaris PT Pelindo ini.
Refly menilai UU Cipta Kerja justru meregulasi hal-hal lain di luar penciptaan lapangan kerja.
Misalnya tentang hubungan buruh dan pengusaha.
"Coba bayangkan, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja atau Cipta Kerja, tapi yang diurusi soal PHK," ungkit Refly Harun.
"Soal bagaimana mengurangi kerjaan," tambahnya.
Baca juga: PBNU Minta Pemerintah Bongkar Dalang Kerusuhan Demo UU Cipta Kerja: Jangan Hanya yang di Lapangan
Refly menyebutkan hal itu tidak sesuai dengan yang diharapkan saat membaca judul 'UU Cipta Kerja'.
Ia menilai ada banyak hal lain yang seharusnya dimasukkan dalam omnibus law tersebut.
Menurut Refly, justru UU Cipta Kerja semakin meruncingkan hubungan antara buruh dengan pengusaha.
"Harusnya, saya membayangkan yang diurus itu adalah hal-hal yang terkait dengan kemudahan membuat lapangan pekerjaan, kemudahan berinvestasi, dan lain sebagainya," paparnya.
"Bukan mengubah hubungan-hubungan industrial antara buruh dengan majikan serta hal-hal substansial lainnya," jelas Refly Harun.
"Jadi sudah salah kaprah," tambah pengamat politik itu.
Diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meluruskan beberapa hal terkait poin-poin kontroversial dalam UU Cipta Kerja.
Sebagai contoh mengenai PHK dan pesangon.
Dikutip dari Kompas.com, Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja mengatur batasan perusahaan dalam melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi, Minggu (11/10/2020).
Namun pihak serikat buruh khawatir dengan Pasal 154A yang menyebutkan perusahaan boleh melakukan PHK dengan 14 alasan.
Apabila alasan tersebut termasuk efisiensi atau strategi bisnis, maka perusahaan tidak wajib memberikan pesangon kepada karyawan yang terkena PHK.
Lihat videonya mulai menit 7.00:
Soroti Draf UU Cipta Kerja Tak Pernah Dipublikasikan
Dalam tayangan yang sama, Refly Harun menyoroti tidak terbukanya pembahasan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Pasalnya pembahasan UU Cipta Kerja dinilai tidak transparan, bahkan tidak ada draf asli yang dipublikasikan, meskipun telah disahkan DPR RI pada Senin (5/10/2002) lalu.
Refly lalu menyinggung bahkan draf tersebut tidak diedarkan di Badan Legislasi (Baleg) yang membahas UU Cipta Kerja.
"Jadi kalau anggota Baleg saja, tim perumus saja belum memegang draf yang bersih, lalu bagaimana masyarakat bisa menilai undang-undang itu?" komentar Refly Harun.
Sementara itu, draf yang beredar di masyarakat dan menjadi pemicu aksi penolakan besar-besaran, dianggap sebagai naskah palsu atau hoaks (kabar bohong).
Menurut Refly, draf yang beredar ini tidak dapat disebut palsu.
"Baleg dan DPR hanya mengatakan bahwa draf yang beredar adalah draf yang 'palsu'," kata Refly.
"Saya kira tidak palsu, tapi draf yang dipegang masing-masing orang yang belum final," jelasnya.
"Maka tidak ada yang palsu karena yang asli pun belum ada sampai paripurna 5 Oktober itu," tegas pengamat politik ini.
Maka dari itu, Refly mewajarkan jika banyak muncul perdebatan terkait isi UU Cipta Kerja.
"Jadi jangan salahkan kalau beredar banyak versi di masyarakat, ada kesalahpahaman, atau hoaks beredar di mana-mana," ucap dia.
Baca juga: Tentang Satu Pasal Bermasalah di UU Cipta Kerja, Bima Arya Ungkap Draf Asli: Asumsikan Ini Final
Refly menambahkan, berkaca dari kasus tersebut, sebetulnya ada pihak yang pertama kali menyebarkan hoaks terkait UU Cipta Kerja.
Menurut dia, yang disebut hoaks adalah pengesahan suatu undang-undang saat naskahnya bahkan belum final.
"Kita harus lihat, siapa yang sesungguhnya menyebar hoaks terlebih dahulu," ungkit mantan Komisaris PT Pelindo ini.
"Kalau ada undang-undang yang tidak solid, tidak final, kemudian dikatakan sudah disetujui dalam rapat paripurna, maka itulah hoaks yang sesungguhnya," lanjut Refly.
"Jadi jangan macam-macam juga dengan isu seperti ini," tandasnya. (TribunWow.com/Brigitta)