TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti tidak terbukanya pembahasan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (12/10/2020).
Diketahui undang-undang tersebut menuai kontroversi dan penolakan dari masyarakat.
Baca juga: Isu Gatot Nurmantyo Target 2024, Refly Harun Singgung Ucapan Moeldoko: KAMI Diserang di Mana-mana
Pasalnya pembahasan UU Cipta Kerja dinilai tidak transparan, bahkan tidak ada draf asli yang dipublikasikan, meskipun telah disahkan DPR RI pada Senin (5/10/2002) lalu.
Refly lalu menyinggung bahkan draf tersebut tidak diedarkan di Badan Legislasi (Baleg) yang membahas UU Cipta Kerja.
"Jadi kalau anggota Baleg saja, tim perumus saja belum memegang draf yang bersih, lalu bagaimana masyarakat bisa menilai undang-undang itu?" komentar Refly Harun.
Sementara itu, draf yang beredar di masyarakat dan menjadi pemicu aksi penolakan besar-besaran, dianggap sebagai naskah palsu atau hoaks (kabar bohong).
Menurut Refly, draf yang beredar ini tidak dapat disebut palsu.
"Baleg dan DPR hanya mengatakan bahwa draf yang beredar adalah draf yang 'palsu'," kata Refly.
"Saya kira tidak palsu, tapi draf yang dipegang masing-masing orang yang belum final," jelasnya.
"Maka tidak ada yang palsu karena yang asli pun belum ada sampai paripurna 5 Oktober itu," tegas pengamat politik ini.
Maka dari itu, Refly mewajarkan jika banyak muncul perdebatan terkait isi UU Cipta Kerja.
"Jadi jangan salahkan kalau beredar banyak versi di masyarakat, ada kesalahpahaman, atau hoaks beredar di mana-mana," ucap dia.
Baca juga: Tentang Satu Pasal Bermasalah di UU Cipta Kerja, Bima Arya Ungkap Draf Asli: Asumsikan Ini Final
Refly menambahkan, berkaca dari kasus tersebut, sebetulnya ada pihak yang pertama kali menyebarkan hoaks terkait UU Cipta Kerja.
Menurut dia, yang disebut hoaks adalah pengesahan suatu undang-undang saat naskahnya bahkan belum final.
"Kita harus lihat, siapa yang sesungguhnya menyebar hoaks terlebih dahulu," ungkit mantan Komisaris PT Pelindo ini.
"Kalau ada undang-undang yang tidak solid, tidak final, kemudian dikatakan sudah disetujui dalam rapat paripurna, maka itulah hoaks yang sesungguhnya," lanjut Refly.
"Jadi jangan macam-macam juga dengan isu seperti ini," tandasnya.
Lihat videonya mulai menit 4.00:
Bima Arya Menentang Satu Pasal Bermasalah di UU Cipta Kerja
Wali Kota Bogor Bima Arya menyoroti pasal yang menurutnya bermasalah dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Minggu (11/10/2020).
Diketahui undang-undang tersebut menuai penolakan dari masyarakat, aliansi mahasiswa, dan buruh.
Baca juga: Singgung UU Cipta Kerja, Hotman Paris Bahas Pesangon Buruh: Dia Tidak Mampu Bayar Pengacara
Selain itu, omnibus law yang disebut hendak menyerderhanakan perizinan itu di sisi lain akan menimbulkan permasalahan baru dengan kepala daerah.
"Sejak awal kepala daerah menyoroti kecenderungan desentralisasi. Artinya kewenangan daerah ditarik ke pusat," papar Bima Arya.
Ia menilai pasal terkait kewenangan kepala daerah ini akan menimbulkan pertentangan pada penerapannya.
"Kami paham bahwa ada semangat untuk mempermudah perizinan, semangat untuk mempercepat layanan publik," komentar Aria.
"Tapi semangat ini enggak boleh, bertentangan dengan konstitusi," tegas Wali Kota Bogor.
Selain itu, ia menyinggung keotonomian daerah yang akan dilanggar dengan menarik kewenangan ke pemerintah pusat.
Bima Arya menegaskan dirinya sebagai kepala daerah menolak UU Cipta Kerja khusus pada bagian tersebut.
"Utamanya adalah semangat otonomi daerah seluas-luasnya berdasarkan konstitusi kita di era reformasi," tegasnya.
Baca juga: Lihat Cara TNI Ungkap Penyusup Demo UU Cipta Kerja: Anda dari Mana? Mahasiswa Bukan?
"Karena itu sedari awal kami mengkritisi ini, khususnya yang terkait penataan tata ruang, perlindungan lingkungan hidup, perizinan, dan pelayanan publik," tambah Bima.
Ia menjelaskan hal itu dapat disimpulkan setelah melihat draf UU Cipta Kerja.
Bima mengaku dirinya sudah mendapat draf final yang disahkan DPR.
Sebagai informasi, draf UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat disebut-sebut belum final dan belum ada rilisan resmi dari DPR.
Berdasarkan 'draf final' tersebut, Bima menilai tidak banyak perubahan yang ia temui sejak awal UU Cipta Kerja dicetuskan.
"Dari draf yang saya pegang, draf ini diberikan oleh teman-teman DPR, ini draf dari Baleg, 5 Oktober kemarin. Jadi saya asumsikan bahwa ini adalah draf final," ungkit Bima.
"Dari draf yang saya pegang, saya melihat tidak ada perubahan berarti sejak pertama kali kami melihat konsep itu," lanjutnya.
"Pertama terlihat jelas bagaimana birokrasi perizinan mencoba disederhanakan, tetpai kemudian kita melihat ada kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, seperti Amdal," jelas dia. (TribunWow.com/Brigitta)