TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak dapat disalahkan atas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam kanal YouTube Refly Harun, diunggah Selasa (15/9/2020).
Diketahui sebelumnya keputusan Anies untuk menerapkan PSBB lagi menuai sorotan dari banyak pihak.
• Azas Tigor Anggap Anies Baswedan Hanya Pencitraan terkait PSBB, Refly Harun: Namanya Politisi
Meskipun ada yang mendukung, tidak sedikit yang menentang karena dinilai tidak sinkron dengan pemerintah pusat.
Refly Harun lalu mengingatkan sejak awal pemerintah terkesan tidak serius saat pertama kali muncul kasus Virus Corona.
"Sejak adanya kasus Depok, pemerintah tertatih-tatih menyiapkan regulasi," komentar Refly Harun.
Ia menyoroti bagaimana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tidak dapat mengakomodasi seluruh penanganan Covid-19.
"Ketika regulasi disiapkan, ternyata yang muncul adalah Perppu nomor 1 tahun 2020 yang tidak bercerita tentang Covid-19, bagaimana strategi, misalnya menanganinya, pendanaan, dan lain sebagainya," paparnya.
"Yang muncul adalah Perppu tentang pemulihan ekonomi, paket-paket ekonomi yang disediakan melalui Perppu nomor 1 tahun 2020 yang sekarang menjadi Undang-undang Nomor 1," lanjut Refly.
• Ancaman Anies Baswedan terkait PSBB: Jika Ditemukan Kasus Positif di Suatu Tempat, 1 Gedung Ditutup
Pengamat politik itu menyinggung banyak pihak yang curiga ada 'penunggang gelap' dengan munculnya perppu ini.
Pasalnya perppu tersebut lebih banyak membahas dana tambahan untuk pengusaha demi mengembalikan ekonomi.
Selain itu, Refly menyinggung, tidak ada perppu yang secara khusus membahas Covid-19.
Maka dari itu, pilihan karantina dan status darurat kesehatan yang dapat dilakukan sejumlah pemerintah daerah hanya PSBB.
"Pilihan radikal seperti karantina rumah dan karantina wilayah, lockdown misalnya, tidak diberikan. Maka pemerintah lokal hanya dapat menu PSBB," ungkit Refly.
Selain itu, birokrasi pengajuan PSBB ini tergolong panjang dan rumit.
"Menunggu Peraturan Menterinya, lalu mengajukan izin, lalu back and forth dari Kementerian Kesehatan kepada gubernur, bupati, dan wali kota," jelasnya.
Refly menduga alasan Anies Baswedan kembali menerapkan PSBB adalah sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
Ia pun mengapresiasi langkah Anies tersebut.
Selain itu, Refly juga meminta agar masyarakat tak menyalahkan gubernur hingga wali kota karena penanganan pandemi Covid-19 merupakan ranah pemerintah.
"Jadi langkah Anies Baswedan menetapkan lagi PSBB 'tanpa berkonsultasi dengan pemerintah pusat', hanya melihat gestur atau pernyataan dari Presiden Jokowi yang namanya kesehatan harus diutamakan ketimbang ekonomi," terangnya.
"Itu langkah yang patut diapresiasi. Banyak pihak yang mengapresiasinya," tambah Refly.
"Tetapi sekali lagi, saya ingin mengatakan tidak bisa kita menyalahkan seorang gubernur, bupati, walikota dalam hal penanganan Covid-19 kalau masalahnya bersifat nasional," tukasnya.
Lihat videonya mulai menit 11:30
Jokowi Beri Peringatan Langsung kepada 34 Gubernur
Kasus Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan dan bahkan sebaliknya masih terus melonjak.
Dilansir TribunWow.com, bahkan pada lima hari terakhir, penambahan kasus per harinya hampir selalu menembus angka 3 ribu kasus.
Termasuk penambahan kasus terbanyak dan memecahkan rekor yakni pada Sabtu (29/8/2020), dengan jumlah 3.308 kasus.
Sehingga sampai saat ini Selasa (1/9/2020), kasus Covid-19 di Tanah Air sudah mencapai 177.571 dengan kasus aktif mencapai 42.009 kasus.
• Jokowi Sebut 20-30 Juta Vaksin Covid-19 Masuk Indonesia Akhir Tahun: Kita Rebutan, Berlomba-Lomba
• Malaysia Laporkan Kasus Covid-19 Baru dari Kapal yang Telah Melakukan Perjalanan dari Singapura
Kondisi tersebut membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa khawatir dengan penambahan yang masih terus tinggi tersebut.
Dilansir TribunWow.com, Jokowi lantas mengingatkan sekaligus memperingatkan langsung kepada semua kepala daerah di 34 provinsi untuk memperhatiannya secara serius.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas dengan gubernur dan jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/9/2020), seperti yang dikutip dari tayangan Youtube Sekretariat Presiden.
"Saya ingin dan ingatkan agar para gubernur melihat data dan angka-angka pergerakan kasus Covid di wilayah masing-masing," ujar Jokowi.
Meski begitu, menurutnya, peningkatan kasus tinggi tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga negara-negara lain, termasuk negara Eropa.
"Hati-hati saat ini berbagai negara kembali menjadi trend peningkatan kasus positif, baik di negara-negara Eropa maupun di kawasan Asia," jelasnya.
"Oleh sebab itu kita harus hati-hati."
• Peneliti Unair Klaim Temukan Mutasi Ganas Covid-19 di Surabaya, Disebut 10 Kali Lebih Cepat Menular
Selain itu, Jokowi menilai bahwa sejauh ini penanganan Covid-19 di Indonesia bisa dikatakan masih cukup terkendali.
Karena di satu sisi, Jokowi memberikan apresiasi atas tingginya tingkat kesembuhan pasien Covid-19.
Dikutip dari laman resmi kawalcovid19.id, jumlah pasien sembuh mencapai 128.057 orang.
"Di negeri kita walaupun ada peningkatan kasus positif di beberapa daerah tetapi kalau dibandingkan dengan negara-negara lain," kata Presiden asal Solo Jawa Tengah itu.
"Posisi Indonesia masih relatif terkendali dan ini yang harus kita jaga bahwa pengendalian manajemen untuk Covid ini betul-betul masih pada posisi terkendali," pungkasnya. (TribunWow.com/Brigitta/Elfan)