TRIBUNWOW.COM - Saksi kunci dalam kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari Djoko Tjandra, Heriadi dikabarkan telah meninggal dunia.
Dilansir TribunWow.com, Heriadi yang juga merupakan adik ipar dari Djoko Tjandra diduga memiliki peran sebagai perantara pencairan uang kepada Jaksa Pinangki.
Menanggapi hal itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan bahwa meninggalnya Heriadi sudah terjadi pada bulan Februari 2020 lalu.
• Singgung Mahfud MD soal Kasus Djoko Tjandra, Rocky Gerung: Masih Banyak Pinangki-pinangki Lainnya
• Boyamin Ungkap Kehidupan Mewah Jaksa Pinangki dengan Gaji hanya 13 Juta: Operasi Hidung ke Amerika
Oleh karena itu, Boyamin justru mempertanyakan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang baru memunculkan kabar tersebut sekarang ini.
Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Rabu (9/9/2020).
Boyamin bahkan mengaku tertawa melihat sikap dari Kejaksaan Agung tersebut yang dinilai tidak ada pengaruhnya terhadap proses penyelidikan maupun penyidikan terhadap Jaksa Pinangki.
Dirinya pun menegaskan bahwa seharusnya, meninggalnya Heriadi tidak lantas menjadi penghalang bagi Kejaksaan Agung.
Ia mencontohkan proses penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim yang nyatanya tidak terganggu atas meninggalnya saksi kunci tersebut.
Karena menurut Boyamin, semuanya sudah terlihat dari bukti-bukti yang ada.
"Kemarin tentang meninggalnya Heriadi, itu kan sudah bulan Februari, kenapa oleh Kejaksaan Agung dimunculkan minggu kemarin," ujar Boyamin.
"Itu saja saya malah ketawa, wong ini sudah meninggal Februari sebelum meletusnya perkara dan kemudian di Bareskrim juga tidak ada masalah dengan meninggalnya Heriadi yang dianggap mencairkan uang, itu atas dugaan perintahnya Djoko Tjandra," jelasnya.
"Udah ada titik temu ujung dan pangkalnya ngapain dimunculkan lagi," imbuhnya.
• Mantan Istri Djoko Sebut Jaksa Pinangki Telah Rebut Suaminya, Tahu dari Kode Sopir hingga Kwitansi
Boyamin kemudian juga menyinggung soal sikap dari Kejaksaan Agung yang juga mempersoalkan pensiunnya Hakim Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali pada April 2020 lalu.
Kondisi tersebut digunakan sebagai alasan dari Kejaksaan Agung terkait permohonan fatwa dari Jaksa Pinangki.
Padahal menurut Boyamin, permohonan fatwa dari Jaksa Pinangki untuk Djoko Tjandra sudah diproses pada bulan Desember hingga Maret.
Itu artinya, proses permohonan fatwa sudah selesai sebelum Hatta Ali resmi pensiun.
"Kedua misalnya tentang berakhirnya kerja sama Djoko Tjandra dan Pinangki karena alasannya tidak percaya karena hakim ketua Mahkamah Agungnya sudah pensiun," kata Boyamin.
"Padahal kan kalau time line-nya dari yang diprogramkan oleh Jaksa P itu kan bulan pertama sosialisasi, minggu kedua permohonan fatwa, minggu ketiga fatwanya keluar," ungkapmya.
"Kemudian sebulan adalah untuk edaran dari Kejaksaan Agung terhadap perkara itu. Kalau bicara Desember, Januari, Februari sudah selesai, Maret sudah full."
Oleh karenanya, apa yang dilakukan atau keterangan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung hanyalah bersifat pengalihan isu semata.
"Jadi ini suatu yang dinarasikan oleh Kejaksaan Agung itu malah pengalihan-pengalihan ini ya saya ketawakan saja," pungkasnya.
• Ungkap Kesaksian Suaminya Direbut Jaksa Pinangki, Indri: Saya Takutnya Diakui Harta Kekayaan Dia
Simak videonya mulai menit ke- 1.07:
Boyamin Ungkap Kehidupan Mewah Jaksa Pinangki dengan Gaji hanya 13 Juta
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengungkapkan kehidupan mewah dari seorang Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Dilansir TribunWow.com, Boyamin Saiman mengaku tidak meragukan lagi kehidupan mewah dari Jaksa Pinangki.
Kehidupan mewah dari Jaksa Pinangki juga dibuktikan dengan kepemilikan aset yang terbilang cukup banyak dan tersebar di mana-mana.
Hal itu diungkapkan dalam acara Fakta 'tvOne', Senin (7/9/2020).
• Awalnya Tak Sadar Jaksa Pinangki Selalu Pamer Perhiasan Berlian, Boyamin: Emas Saja Enggak Ada
Tidak hanya itu, dikatakan Boyamin, Jaksa Pinangki pernah menjalani operasi hidup sampai ke Amerika hingga menghabiskan dana sekitar Rp 200 juta.
Padahal disebutnya bahwa gaji maksimal dari Jaksa Pinangki yang notabene sebagai pejabat eselon golongan IV PNS, hanya Rp 13 juta.
Menurutnya, sejauh ini aset milik Jaksa Pinangki yang sudah diketahui adalah aset properti bangunan yang berdiri di Sentul, Bogor.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), aset tersebut ditafsir mencapai Rp 5-6 miliar.
"Punya aset banyak, hidupnya mewah, biasa perawatan, operasi hidung ke Amerika yang harganya 200 juta, liburan ke luar negeri ke Jepang," ujar Boyamin.
"Setahu saya yang di Sentul, Bogor itu harganya sekitar kisaran 5 M di laporan LHKPNnya," jelasnya.
Boyamin kemudian menyinggung soal hunian mewah di Dharmawangsa Essence dan The Pakubuwono Signature yang diakui termasuk apartemen mewah.
Selain itu juga memiliki dua mobil mewah yang terbilang masih baru, yakni Alphard yang dibeli tahun 2019 dan BMW X5 dibeli tahun 2020.
• Barita Simanjuntak Minta Kejagung Contoh Mahfud MD soal Kasus Jaksa Pinangki Tak Diserahkan ke KPK
Dan kabarnya khusus untuk BMX X5 dengan harga Rp 1,7 miliar telah dibayar dengan lunas pada Januari-Februari 2020.
"Terus kemudian mampu menyewa di Darmawangsa Esense dan (The Pakubuwono) Signature, mobilnya bulan Juni sekitar 2019 beli Alparhd, terus kemarin bulan Desember beli BMW X5 itu harganya 1,7 dan itu dugaan saya juga dibayar lunas bulan Januari atau Februari," kata Boyamin.
Menurut Boyamin dengan gaji hanya Rp 13 juta, tidak mungkin bisa menopang kehidupan mewah dari Jaksa Pinangki, termasuk bisa memiliki banyak aset berharga dengan harga miliaran.
"(Gajinya) 13 juta untuk Pinangki, saya tahu persis itu, maksimal, sudah dengan tunjangan, termasuk remun," jelasnya menutup.
Simak videonya mulai menit ke- 4.47
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)