Virus Corona

Bantah Penjelasan Pihak Istana, Warga Bali yang Demo Tolak Tes Corona: Tidak Keberatan dari Mana?

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa yang tergabung dalam masyarakat nusantara sehat atau Manusa menggelar aksi turun ke jalan menolak kebijakan rapid test dan swab test Covid-19, di Denpasar, Bali, Minggu (26/7/2020).

TRIBUNWOW.COM - Sejumlah massa menolak rapid test dan swab test sebagai syarat administrasi di Denpasar, Bali pada Minggu (26/7/2020).

Aksi yang digelar Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSIA) tersebut turut diramaikan Jerinx SID.

Dilansir TribunWow.com, anggota kolektif aksi tolak rapid test I Wayan Gendo Suwardhana menjelaskan latar belakang demonstrasi tersebut.

Perdebatan terjadi antara Tenaga Ahli Utama KSP Dany Amrul Ichdan (kanan) dengan anggota kolektif aksi tolak rapid test I Wayan Gendo Suwardhana (kiri), Rabu (29/7/2020). (Capture YouTube TvOne)

 

Alat Rapid Test Hasil Produksi Indonesia Dijual Rp 75 Ribu per Unit, Disebut Lebih Unggul dari Impor

Ia mempertanyakan surat bebas Covid-19 yang harus dimiliki sebagai syarat perjalanan atau membuka bisnis.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Dany Amrul Ichdan kemudian menanggapi hal tersebut dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Pagi di TvOne, Rabu (29/7/2020).

Ia menyinggung penjelasan Gendo sebelumnya yang menerangkan adanya keberatan terhadap hasil tes sebagai syarat administratif.

"Artinya secara prinsip kesehatan pelaku usaha di Bali tidak keberatan terhadap rapid test apalagi swab, itu sudah clear bahwa tidak keberatan," kata Dany Amrul Ichdan.

Namun Gendo langsung memotong penjelasan tersebut.

"Tidak keberatannya bagaimana, Pak? Dari mana Bapak tahu? Pernah ada survei? Pernah ada riset lapangan metode kuantitatif?" cecar Gendo.

Ia menilai poin penjelasannya tidak dipahami oleh pihak KSP.

"Apa yang dilakukan oleh KSP berani bilang bahwa orang tidak keberatan?" tanya dia.

"Pekerja dipaksa untuk rapid tes mandiri," tambah Gendo.

Ramai-ramai Tolak Kedatangan Tim Medis yang akan Lakukan Rapid Test, Warga: Tidak Ada Corona di Sini

Dany segera meralat tanggapannya dengan menyebutkan warga Bali bukannya menolak rapid test secara keseluruhan.

Ia memperjelas bahwa warga Bali hanya menolak rapid test sebagai syarat untuk menjalankan kegiatan usaha.

"Artinya secara prinsip filosofi kesehatan tidak keberatan. Keberatannya ketika dijadikan syarat administratif," ralat Dany.

"Artinya kalau dijadikan syarat administratif itu keberatan. 'Kan begitu?" tanya dia.

Setelah mendengar penjelasan Dany, Gendo membenarkan.

"Betul, Pak," jawab warga Bali tersebut.

Dany kemudian melanjutkan pemaparannya tentang rapid test.

Ia menegaskan penggunaan rapid test sebagai syarat administratif perjalanan memang masih perlu dievaluasi.

Dany tidak menepis kemungkinan syarat tersebut dapat dipermudah, terutama bagi pelaku usaha dan masyarakat yang bepergian.

"Tentu ini 'kan pemerintah mendengar aspirasi pelaku usaha. Kalau ini dijadikan beban, lalu berat, lalu tidak memberikan kepastian untuk wisatawan untuk datang, itu 'kan dalam perjalanan jadi evaluasi," paparnya.

"Kami akan akomodasi dengan baik dengan lembaga terkait, dengan pemerintah provinsi di Bali, ini ada masukan untuk melakukan keringanan persyaratan administratif," tambah Dany.

Lihat videonya mulai menit 8:00:

Keluhan Calon Mahasiswa di Surabaya yang Diharuskan Ikut Rapid Test Covid-19

Para calon mahasiswa di Surabaya kini diharuskan untuk mengikuti rapid test Covid-19 sebelum bisa ikut serta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2020.

Hal itu diwajibkan setelah Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan surat edaran Nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tentang pelaksanaan UTBK.

Peraturan itu lantas menuai kritik baik dari calon mahasiswa maupun para orangtua.

• Momen ketika Risma dan Terawan Sidak ke Pasar Genteng Surabaya Pakai Pengeras Suara: Ayo Jaga Jarak

Dikutip dari YouTube tvOneNews, Sabtu (4/7/2020), Aminatus Alfia seorang calon mahasiswa di Surabaya, mengaku kesulitan dengan adanya peraturan tersebut

Ia mengatakan aturan itu tergolong mendadak sebab dirinya baru saja mendapat info terkait hal itu pada Kamis (2/7/2020) lalu.

Di samping mendadak, Aminatus juga mengeluhkan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mengikuti rapid test Covid-19.

"Menurut saya mendadak karena enggak semua anak yang mengikuti UTBK ini bisa ikut rapid test karena biaya yang mahal untuk mengikuti rapid test ini," papar Aminatus.

Aminatus mengatakan tidak semua calon mahasiswa bisa mendapat pelayanan rapid test secara gratis.

"Dan walaupun dari puskesmas-puskesmas itu juga menyediakan rapid test secara gratis, tapi kan enggak semua anak ini yang mengikuti UTBK ini itu memiliki KIPK, itu untuk bantuan kuliah secara gratis," terangnya.

"Jadi ya terlalu mendadak, kasihan juga untuk orangtuanya harus nyari uang buru-buru."

"Apalagi untuk yang UTBKnya itu besok Minggu atau Senin," sambung Aminatus.

Aminatus mengatakan beban yang paling berat adalah mahalnya biaya rapid test.

"Kita sebagai pelajar belum bisa mencari uang sendiri, mungkin yang bisa cari uang itu pun enggak semua hari ini uangnya cair," ujar dia.

Selain rapid test, Aminatus mengatakan pada pelaksanaan UTBK nanti para calon mahasiswa diharuskan untuk mengenakan masker, face shield, sarung tangan dan mematuhi social distancing.

Terakhir, Aminatus mengatakan dirinya telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 200 ribu untuk mengikuti rapid test Covid-19.

Sebelumnya, Dita Chairani calon mahasiswa yang lain memiliki pendapat berbeda dengan Aminatus.

Ia mengaku tidak keberatan dengan adanya pelaksanaan rapid test Covid-19.

Menurutnya, hal itu wajar karena Surabaya memiliki angka positif Covid-19 yang tinggi.

Sedangkan Danu, orangtua calon mahasiswa menilai pemerintah terlalu mendadak mengabarkan aturan rapid test tersebut.

Ia bahkan menyebut pemerintah gagap karena mengharuskan para calon mahasiswa mengikuti rapid test Covid-19. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Anung)