TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan tanggapan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) dan juga sengketa yang terjadi pada Pilpres 2019 lalu.
Dilansir TribunWow.com, MA belum lama ini telah mengeluarkan putusan pengabulan atas gugatan terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019.
Sebelumnya gugatan tersebut dilakukan oleh Rachmawati Soekarnoputri selaku Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
• Unggah Foto Berdua Bareng Jokowi, Prabowo Subianto: Kementerian Pertahanan akan Terus Bersinergi
Namun menurutnya, putusan dari MA tersebut sudah tidak berarti apa-apa lagi, apalagi untuk membatalkan hasil Pilpres 2019.
Dikatakannya bahwa setidaknya, putusan tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki aturan yang berlaku pada pemilu-pemilu selanjutnya, jika kembali hanya terdapat dua pasangan calon saja.
Meski begitu, Refly Harun berpandangan bahwa persoalan pada PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tidak akan terjadi jika tidak mati-matian mempertahankan kebijakan Presidential Threshold.
Menurutnya, dengan adanya Presidential Threshold tersebut, maka menjadikan kesulitan bagi para calon presiden yang ingin mencalonkan diri.
Para calon presiden harus bisa memenuhi syarat ambang batas, yakni setidaknya 25% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 20% suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Akibatnya sudah dua kali perhelatan Pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yakni pada tahun 2014 dan 2019.
Seperti yang diketahui, ketika hanya ada dua pasangan calon yang maju, maka pasangan terpilih harus memenuhi syarat dari persebaran suara.
Yakni setidaknya memenangi suara di setengah jumlah provinsi di Indonesia, termasuk juga mendapatkan minimal 20 persen suara di seluruh provinsi.
• Jokowi Teken Perpres soal Prakerja, Peserta yang Tak Penuhi Syarat Wajib Kembalikan Dana Insentif
"Tetapi hal lain, sebenarnya masalah seperti ini tidak perlu harus ada, kalau kita kemudian tidak mati-matian mempertahankan Presidential Threshold yang membuat kemudian pasangan itu hanya dari dua calon saja," ujar Refly Harun.
"Sehingga orang berdebat, bagaimana kalau dua calon saja, apa syarat persebaran itu harus ada atau tidak," imbuhnya.
Meski begitu, menurut Refly Harun persyaratan tersebut juga mempunyai perbedaan di Mahkamah Konstutusi dan Mahkamah Agung dalam Peraturan KPU.
'MK mengatakan tidak perlu dalam Keputusan 2014, tetapi kemudian Mahkamah Agung dalam konteks pengujian peraturan KPU mengatakan ada," jelasnya.
Maka dari itu, Refly Harun meminta ketegasan aturan mana yang seharusnya dilakukan.
"Untuk pembentukan hukum ke depan, hal seperti ini harus jelas dan tegas dalam Undang-undang yang baru," pungkasnya.
• Yusril Sebut Putusan MA Dipelintir dan Tidak Batalkan Kemenangan Jokowi-Maruf Amin di Pilpres 2019
Simak videonya mulai menit ke- 1.45
Refly Harun: Putusan MA Tidak Mungkin Batalkan Hasil Pemilu
Pakar hukum tata negara Refly Harun membahas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia bahas dalam kanal YouTube Refly Harun, diunggah Rabu (8/7/2020).
Diketahui sebelumnya MA mengabulkan gugatan Rachmawati Soekarnoputri atas uji materi Pasal 3 Ayat (7) PKPU tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Dalam pertimbangannya, keputusan MA berdasarkan PKPU dinilai membuat norma baru dari peraturan yang menaunginya, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2019.
Refly Harun kemudian turut menanggapi berita tersebut.
"Ketika saya membaca ini, saya langsung ketawa," komentar Refly Harun.
Menurut Refly, meskipun putusan itu diterbitkan bukan berarti hasil pemilihan presiden lalu dibatalkan.
"Rasanya tidak mungkin Mahkamah Agung membuat sebuah putusan yang membatalkan hasil pemilu, baik langsung maupun tidak langsung," jelas Refly.
• Tanggapi Beredarnya Calon Menteri Baru Jokowi, Politikus Hanura: Jangan Ada yang Ge-er, Belum Tentu
Ia menjelaskan membatalkan hasil pemilu bukan kewenangan MA.
Refly menyebutkan putusan MA hanya berpengaruh terhadap peraturan yang diterbitkan KPU.
"Cuma soalnya adalah Mahkamah Agung berwenang dalam melakukan uji materi atau judicial review terhadap Peraturan KPU," paparnya.
"Peraturan KPU itulah yang dibatalkan," lanjut pakar hukum tersebut.
Menanggapi polemik tersebut, pihak KPU turut angkat bicara melalui Komisioner Hasyim Asy'ari.
Ia menegaskan hasil putusan MA tidak berpengaruh pada penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2019.
"Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 tidak berpengaruh terhadap keabsahan penetapan paslon Presiden dan Wapres terpilih hasil Pemilu 2019," kata Hasyim Asy'ari, dikutip dari Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
Hasyim menjelaskan putusan tersebut tidak memengaruhi hasil Pilpres karena asas hukum dan ketentuan perundang-undangan tidak berlaku surut.
"Karena putusan MA tersebut adalah pengujian norma PKPU, maka tidak dapat diberlakukan surut terhadap peristiwa hukum yang telah dilaksanakan," papar Hasyim.
• PAN Tawarkan 4 Nama Menteri yang Berpeluang Berkoalisi, Saleh Daulay Tunggu Keputusan Jokowi
Hasyim menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 50 tahun 2014 tentang pelaksanaan Pilpres yang hanya diikuti dua paslon.
Apabila terjadi kondisi tersebut, maka tidak perlu ada putaran kedua pemilihan.
"Dalam UU 7/2017 tidak ditentukan secara tekstual norma tentang Pilpres dalam situasi diikuti hanya oleh 2 paslon tidak perlu putaran kedua, namun tetap berlaku norma sebagaimana terdapat dalam Putusan MK 50/2014 dalam situasi yang sama Pilpres 2019 diikuti hanya 2 paslon tidak perlu putaran kedua," kata Hasyim.
Dalam putusannya, MA menetapkan Pasal 3 Ayat (7) PKPU bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui gugatan terhadap PKPU tersebut diajukan Rachmawati Soekarnoputri yang saat itu menjadi Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Gugatan dikabulkan pada 28 Oktober 2019 dan diunggah di situs resmi MA pada 3 Juli lalu.
Lihat videonya mulai menit 7:20
(TribunWow/Elfan Nugroho/Brigita)