TRIBUNWOW.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengungkapkan kekecewaannya dalam pengejaran buron koruptor Djoko Tjandra yang terus lolos.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/7/2020).
Djoko Tjandra diketahui menjadi terdakwa kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.
• Sosok Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner OJK yang Kini Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya
Ia kemudian diduga membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.
Mengetahui hal tersebut, Tama mengaku kecewa dengan institusi negara yang saling tidak berkoordinasi dalam menangkap daftar pencarian orang (DPO).
"Keterangan-keterangan resmi yang disampaikan oleh kejaksaan, yang bersangkutan masih berstatus DPO," kata Tama S Langkun.
"Meskipun ada bantahan dari kuasa hukum, sejak tahun 2012 yang bersangkutan namanya tidak lagi masuk dalam DPO," lanjutnya.
Tama menegaskan sikapnya menanggapi Djoko Tjandra yang kembali lolos.
"Ini menurut saya banyak hal-hal yang sangat mengecewakan," tegasnya.
Menurut Tama, kepentingan untuk mengejar Djoko Tjandra bukan hanya tentang melanjutkan proses hukum.
Namun ada pula aset negara yang harus dikembalikan Djoko Tjandra senilai lebih dari setengah triliun rupiah.
"Bicara soal prioritas hukum, ini 'kan bagian dari eksekusi," jelas Tama.
"Ini bukan hanya soal Djoko Tjandra, tapi ada aset Rp 500 miliar lebih yang harus dikejar oleh negara," ungkapnya.
Tama menilai saat ini sudah sangat terlambat jika Kejaksaan Agung atau aparat terkait lainnya hendak mengejar Djoko Tjandra.
• Imbau Pejabat Tak Bandel hingga Berani Korupsi terutama Dana Corona, Jokowi: Silakan Digigit Keras
"Sebetulnya ini kita bicara sudah terjadi. Artinya sudah enggak ada orangnya," papar Tama.
"Kemarin ada keterangan dari kejaksaan akan mengejar, menurut saya sudah terlambat," lanjutnya.
Pada pengadilan 28 Agustus 2000 kasusnya dianggap bukan sebagai perbuatan pidana, tapi perdata, sehingga Djoko Tjandra dapat melenggang bebas.
Meskipun begitu, dakwaan terhadap Djoko Tjandra tetap dinyatakan terbukti secara hukum.
Pada Oktober 2008 Jaksa Agung meminta peninjauan kembali kasus Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).
Ia kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh MA pada 11 Juni 2009.
Harta Djoko Tjandra sebesar Rp 546 miliar dinyatakan sebagai rampasan negara.
Meskipun begitu, pada 16 Juni 2009 Djoko Tjandra tidak muncul saat dipanggil MA.
Ia diduga kabur ke negara lain sehari sebelum MA menjatuhkan vonis dan tidak pernah menjalani hukuman.
Sejak saat itu Djoko Tjandra masuk dalam DPO Kejaksaan Agung.
• Nurhadi Ditangkap KPK, Refly Harun Justru Tanyakan Keberadaan Harun Masiku: Itu Pemain Kelas Berat
Lihat videonya mulai menit 5:30
Penjelasan Dukcapil soal Lolosnya Djoko Tjandra
Dalam tayangan yang sama, Dirjen Data Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan alasan buron kasus korupsi, Djoko Tjandra, lolos dalam pembuatan KTP elektronik.
Menanggapi hal itu, pihak Dukcapil berdalih sebelumnya tidak ada pemberitahuan daftar pencarian orang (DPO) oleh aparat yang bersangkutan.
"Kami ini bekerja, Dukcapil itu membawahi perangkat sampai di kecamatan," kata Zudan Arif Fakrulloh.
Ia menjelaskan pihak Dukcapil harus melayani masyarakat dengan berbagai keperluan.
"Kecamatan kita sekitar 7.400, pegawai Dukcapil lebih dari 60 ribu pegawai," papar Zudan.
"Kita harus memahami realita di lapangan bahwa Dukcapil itu fokus di pelayanan publik," lanjutnya.
• Tangis Ibu Tahu Vanny Tewas di Kamar Hotel setelah Pamit Interview Kerja: Anakku Besok Ulang Tahun
Ia menyebutkan sebelumnya pihak Dukcapil tidak pernah memiliki data siapa saja yang terdaftar dalam DPO.
Zudan menyebutkan tidak pernah mendapat pemberitahuan tersebut dari aparat keamanan terkait.
"Di Dukcapil itu tidak ada data siapa saja yang menjadi buronan, siapa saja yang menjadi DPO," jelasnya.
"Kami tidak mendapatkan data, tidak ada notifikasi, tidak ada pemberitahuan dari aparat yang berwenang," lanjut Zudan.
• Jika Harun Masiku Belum Meninggal, MAKI Sebut Ada yang Sengaja Sembunyikan: Banyak Pihak Terancam
Setelah kejadian tersebut, Zudan menyebutkan sudah menyampaikan ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Menurut Zudan, Tito Karnavian juga sudah memberikan instruksi terkait adanya DPO yang melenggang bebas setelah membuat e-KTP.
"Kami melapor pada Menteri Dalam Negeri dan Beliau memberi arahan, sekarang kita harus lebih proaktif," papar Zudan.
Zudan menyebutkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung yang menangani kasus Djoko Tjandra.
Ia menambahkan, Dukcapil juga sudah meminta agar diberitahu saat ada warga yang masuk dalam DPO.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Ke depan kita akan diberi notifikasi pemberitahuan siapa saja yang menjadi buronan, siapa saja yang menjadi DPO," jelasnya.
"Sehingga Dukcapil bisa membantu penegakan hukum itu," lanjutnya.
Zudan menjelaskan pihak Dukcapil juga tidak dapat berbuat banyak karena khawatir akan melangkahi kerja aparat yang berwenang.
"Kami memiliki banyak keterbatasan. Kalau tidak ada pemberitahuan resmi, nanti kami salah," ungkap Zudan. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)