Terkini Daerah

Kisah Siswi Berprestasi yang Punya 700 Piala tapi Tak Lolos PPDB karena Faktor Usia, Belum Dapat SMA

Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aristawidya Maheswari saat menunjukkan salah satu karyanya yang terpilih di pajang di Galeri Nasional pada Juli 2019 lalu.

TRIBUNWOW.COM - Seorang siswi berprestasi, Aristawidya Maheswari (15), belum diterima di SMA negeri mana pun hingga Sabtu (4/7/2020).

Padahal, anak yatim piatu alumni SMPN 92 Jakarta itu diketahui sangat berprestasi dan pernah meraih 700 piala.

Aristawidya Maheswari juga sudah mengikuti beberapa jalur Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) DKI Jakarta.

Remaja yang tinggal bersama nenek dan kakeknya di Rusun Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, tersebut tak lolos PPDB karena faktor usia.

Arista yang berusia 15 tahun 8 bulan kalah saing dengan calon siswa yang berusia lebih tua.

Jadwal Masuk Sekolah Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Resmi Dirilis Kemendikbud, Tatap Muka di Zona Hijau

Aristawidya Maheswari saat menunjukkan salah satu karyanya yang terpilih di pajang di Galeri Nasional pada Juli 2019 lalu. (Warta Kota/Rangga Baskoro)

Nadiem Makaraim akan Ambil Langkah Atasi Polemik PPDB Jakarta: Saya Berempati pada Orangtua Murid

Berulang kali gagal PPDB

Nenek Arista, Siwi Purwanti (60), sudah mendaftarkan cucunya melalui beberapa jalur PPDB, mulai dari jalur prestasi non-akademik, afirmasi untuk pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP), zonasi, hingga prestasi akademik.

Namun, Arista selalu gagal meraih kursi sekolah negeri melalui jalur-jalur PPDB tersebut.

Saat mengikuti jalur prestasi non-akademik, Arista gagal karena prestasinya diraih saat ia duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Padahal, Arista banyak meraih prestasi di bidang seni lukis.

Total, ada 700 piala yang telah diraihnya selama mengikuti lomba seni lukis.

Penghargaan yang pernah ia raih, antara lain juara III lomba cipta seni pelajar tingkat nasional dan juara I festival lomba Kementerian Perhubungan.

Lukisan Arista mengenai permainan tradisional anak di Ibu Kota juga pernah dipajang di Galeri Nasional pada Juli tahun lalu.

"Kalau jalur prestasi syaratnya penghargaan yang diraih maksimal berjarak dua tahun saat dia (Arista) mendaftar PPDB. Karena prestasinya pas SD, jadi enggak bisa," kata Siwi saat dikonfirmasi, Sabtu lalu.

Sementara itu, pada jalur afirmasi, Arista tak lolos lantaran faktor usia.

Banyak calon siswa yang diterima berusia lebih tua dibanding Arista.

Siwi kemudian mendaftarkan Arista melalui jalur zonasi.

Namun, lagi-lagi Arista gagal karena faktor usia.

"Saya nyoba (mendaftarkan Arista di) enam sekolah, pertama di SMAN 12, 61, dan 21, gagal karena usia. Dicoba lagi ke SMAN 36, 59, dan 53, sama tidak keterima, kalah usia," ungkap Siwi.

Siswa Berpretasi dengan Ratusan Penghargaan Tak Lolos PPDB Jakarta, Wali Siswa: Jangan Gunakan Umur

Tak patah arang, Siwi terus mengupayakan Arista agar bisa bersekolah di SMA negeri.

Siwi mendaftarkan Arista melalui jalur prestasi akademik.

Akan tetapi, upayanya juga gagal karena faktor usia.

Berharap bangku kosong

Satu-satunya harapan Arista saat ini adalah mencari bangku kosong yang masih tersedia melalui jalur tahap akhir.

PPDB tahap akhir akan dibuka apabila sekolah masih memiliki bangku kosong sisa PPDB jalur-jalur sebelumnya.

"Kami masih mau mencoba jalur terakhir, mencari kuota bangku kosong," kata Siwi.

"Di saat akhir, kalau ada sekolah yang sisa kuotanya, bisa daftar lagi, tapi enggak semua sekolah," lanjut dia.

Siwi masih harus mencari sekolah yang menyediakan bangku kosong untuk cucunya.

Arista pun juga harus bersaing dengan banyak calon siswa yang juga mengincar bangku kosong tersebut.

"Misalnya kan ada jatah inklusi dua kuotanya, tapi enggak ada yang daftar, kuota itu untuk jalur tahap akhir, cuma memang enggak semua sekolah yang menyediakan bangku kosong," ucap Siwi.

Tak mampu sekolah di SMA swasta

Siwi dan suaminya yang pensiunan pegawai swasta kini tak memiliki penghasilan.

Oleh sebab itu, mereka tersangkut faktor biaya apabila harus menyekolahkan Arista di sekolah swasta.

"Kesehariannya ya kami dibantu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu, berat biayanya kalau sekolah swasta," ujar Siwi.

Jika Arista benar-benar tak diterima di sekolah negeri mana pun hingga akhir PPDB nanti, satu-satunya pilihan adalah menunggu PPDB tahun depan.

"Kalau enggak masuk sekolah negeri, paling nunggu setahun, karena anaknya enggak mau juga sekolah di swasta," ucap Siwi.

Sebut Anies Baswedan Lepas Tangan soal PPDB, Ombudsman: Melakukan Kekerasan Terbuka pada Anak

Orang tua murid kirim karangan bunga ke Balai Kota

Puluhan orang tua murid menyampaikan kekecewaan mereka atas kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. (TRIBUNJAKARTA.COM/DIONSIUS ARYA BIMA SUCI)

Puluhan orang tua murid menyampaikan kekecewaan mereka atas kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Rasa kecewa itu disampaikan lewat sejumlah karangan bunga yang terpajang di depan kantor Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota.

Pantauan TribunJakarta.com di lokasi, karangan bunga itu berisi keluhan dari para orang tua terkait kebijakan PPDB yang diterapkan Pemprov DKI atau dalam hal ini Dinas Pendidikan (Disdik).

"Terimakasih pak gubernur dan ibu Disdik, anda sudah menghilangkan generasi yang cerdas dengan kebijakan anda yang bodoh," tulis orang tua murid di karangan bunga itu, Senin (6/7/2020).

Ketua KPA Singgung Peran Anies Baswedan Sikapi PPDB Jakarta: Saya Kira Sangat Paham Dunia Pendidikan

Puluhan orang tua murid menyampaikan kekecewaan mereka atas kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. (TRIBUNJAKARTA.COM/DIONSIUS ARYA BIMA SUCI)

Kemudian, ada juga yang menyebut kebijakan yang dikeluarkan oleh anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini telah menghancurkan psikologis generasi penerus bangsa.

"Terimakasih kelada gubernur dan Disdik DKI, kalian hancurkan kepercayaan anak didik dan psikologis mereka," ucapnya.

Selain itu, ada juga karangan bungan yang menyebut pendidikan di Indonesia telah mati dengan penerapan kebijakan berdasarkan umur yang dianggal tak adil.

"RIP pendidikan Indonesia, dari anak-anak lulusan 2020 yang kecewa," ujarnya. (TribunJakarta/Dion/WartaKota/Rangga Baskoro)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul "Siswi Berprestasi dengan 700 Piala Kini Hanya Tinggal Berharap Bangku Kosong di PPDB DKI Jakarta"