Virus Corona

Optimis soal Corona, Achmad Yurianto pada Refly Harun: Apakah Harus Panggil EO dari Luar Negeri?

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Achmad Yurianto menegaskan pemerintah optimis dalam menangani masalah Virus Corona. Hal itu diungkapkan Achmad Yurianto alias Yuri melalui channel YouTube Refly Harun yang tayang pada Jumat (5/6/2020).

TRIBUNWOW.COM - Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menegaskan pemerintah optimis dalam menangani masalah Virus Corona.

Hal itu diungkapkan Achmad Yurianto alias Yuri melalui channel YouTube Refly Harun yang tayang pada Jumat (5/6/2020).

Dilansir oleh TribunWow.com, mulanya, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun bertanya bagaimana pandangan pemerintah terkait Covid-19 di Indonesia.

Refly Harun sempat menyinggung soal Pemerintah Pusat dianggap lebih mementingkan aspek ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Hal itu disinggung Refly Harun pada Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto di channel YouTube Refly Harun pada Jumat (5/6/2020). (Youtube/Refly Harun)

 

Disinggung Refly Harun Pemerintah Lebih Pentingkan Ekonomi, Achmad Yurianto: Tolong Jangan Digiring

"Kalau kita lihat per hari ini Pak Yuri sebenarnya angka pandemi ini menunjukkan gejala yang optimistik atau pesimistik sebenarnya?," tanya Refly.

Yuri menegaskan bahwa pemerintah optimis dalam menangani Virus Corona.

Ia menganggap apa yang dilakukan sudah sesuai dengan jalur yang benar.

"Ya kalau kita lihat khusus Indonesia, tidak melihat dunia, khusus di Indonesia maka kita lihat bahwa kita sudah on the right track dalam kaitan penanganannya."

"Artinya tidak ada sisi untuk mengatakan harus pesimis, kalau kita mengatakan pesimis yang menyelesaikan negara ini siapa," ujar Yuri.

Meski optimis, Yuri sadar bahwa pemerintah mau tak mau belajar sambil mengatasi masalah Virus Corona karena pandemi ini baru pertama kali terjadi.

Soroti Corona, Achmad Yurianto: Sebagian Besar Penderita Covid-19 Gejala Klinisnya Tak Terlalu Berat

"Apakah kita harus panggil EO (Event Organizer) dari luar negeri? Jadi tidak ada pesimistik tetapi kita menyadari sepenuhnya bahwa kita belum punya pengalaman."

"Ini kan learning by doing, kan sebelumnya belum pernah ada bencana yang serupa," ungkapnya.

Kemudian, Yuri menegaskan bahwa bencana Covid-19 ini jauh berbeda dengan bencana-bencana lain yang sebelumnya sudah berulang kali terjadi di Indonesia, seperti gunung meletus hingga gempa bumi.

"Ini beda kalau kita misalnya dihadapkan dengan bencana gunung api misalnya, kita sudah memiliki pengalaman banyak tentang gunung api."

"Gempa setidak-tidaknya kita punya bekal untuk pernah menghadapi di berbagai tempat, banjir juga," jelas dia.

Yuri menambahkan, penanganan Covid-19 ini sudah sesuai dengan undang-undang.

"Tetapi terkait dengan Covid-19 ini baru pertama kali terjadi untuk kemudian kita kelola dengan struktur organisasi sesuai mandat undang-undang," ungkapnya.

Sebut Pandemi Corona Belum Selesai, Achmad Yurianto: Harus Ubah Perilaku Kehidupan Kita

Lihat videonya mulai menit ke-6:32:

 

 

Minta Jangan Ada Penggiringan Opini

Pada kesempatan yang sama, Yuri juga meminta agar penanganan Virus Corona oleh Pemerintah digiring seolah-olah pemerintah lebih mementingkan ekonomi. 

Mulanya, Refly sempat menyinggung soal Pemerintah Pusat dianggap lebih mementingkan aspek ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

"Ada yang mengatakan bahwa dalam ini bukan BNPB tentunya, pemerintah Istana kecenderungannya tidak all out dalam soal pandemi ini."

"Tapi masih terlalu berpikir aspek-aspek seperti ekonomi, dampak sosial, politik, pendapat Pak Yuri bagaimana," singgung Refly.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (27/5/2020). (Dok. BNPB)

 

• Soroti Corona, Achmad Yurianto: Sebagian Besar Penderita Covid-19 Gejala Klinisnya Tak Terlalu Berat

Yuri langsung membantahnya, menurutnya itu hanya penggiringan opini.

Yuri menegaskan bahwa pemerintah berusaha untuk melindungi warganya agar tak terpapar Covid-19.

"Ini kan sesuatu yang digiring ke sana. Sebenarnya kalau kita bicara dari sisi regulasi, yang pertama, begitu kita mengalami kejadian ini maka kita mengingatkan masyarakat untuk kemudian bisa secara proaktif mencegah dan melindungi dirinya agar tidak sakit," jawab Yuri.

Yuri lalu menyinggung soal banyaknya pasien Covid-19 tanpa gejala atau yang dikenal Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Karena kita tahu bahwa ini penyakit yang dibawa oleh orang dan kita dalam pertemuan penyakit sekarang, kita tidak tahu orang yang sakit itu yang mana."

"Kalau yang sakit dan dirawat di rumah sakit jelas, wong dia ditaruh di ruang isolasi, terbaring, pakai infus, pakai oksigen jelas," terang Yuri.

Selain itu, Yuri juga menyinggung pasien Covid-19 yang hanya memiliki gejala minim.

"Tapi beberapa kelompok potensial sebagai sumber penularan adalah orang-orang yang terinfeksi tanpa gejala."

"Tapi ada gejala minim sekali seakan-akan dia tidak merasa sakit, dia merasa fine saja meskipun kalau kita tanya loh kan kamu batuk, wah batuk ini kan biasa."

"Tapi badanmu agak panas, wah ini bukan panas, ini kan persepsi sakit yang tergantung pada masyarakat itu sendiri," kata dia.

• Santri yang Positif Covid-19 di Blora Kabur saat Dirawat Hampir 10 Hari, Diduga Kangen Keluarga

Dengan adanya banyak OTG tersebut, maka pemerintah berusaha menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19 yang sering tak terlihat itu.

"Oleh karena itu justru kemudian kapasitas kita untuk menyadarkan masyarakat bahwa ada ancaman berada di tengah mereka yang tidak diketahui."

"Inilah yang harus kita hindari, atau kita sadarkan mereka agar tidak menjadi sumber penularan ke orang," ungkapnya.

Lalu, Yuri menjelaskan bahwa pemerintah menyadari bagaimana penyebaran Virus Corona begitu cepat hingga memutuskan untuk melaksanakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Sehingga, Yuri meminta agar semua pihak jangan menggiring opini bahwa PSBB itu demi kepentingan ekonomi.

Ia menegaskan Pembatasan Sosial bukan ekonomi.

Dimana sosial mencakup semuanya.

"Tolong ini jangan digiring menjadi pembatasan ekonomi berskala besar, ini sosial pada semua aspeknya."

"Sudah barang tentu aspek ekonomi iya, aspek pendidikan iya, aspek sosial itu semuanya," kata Yuri.

Selain itu, ia juga mengatakan soal pelonggaran PSBB bukan semata-mata kepentingan ekonomi.

• Epidemiolog UI: Masyarakat Tingkat Rendah Dia Enggak Peduli Kena Covid-19, yang Penting Saya Makan

"Tetapi jangan kemudian diframing seakan-akan ini pembatasan ekonomi, jadi kalau sekarang relaksasi ya relaksasi ekonomi tidak seperti itu," lanjutnya.

Lalu, Yuri mengakui bahwa dengan adanya PSBB itu sangat berdampak pada segala bidang.

"Sosial, PSBB pembatasan sosial bukan pembatasan ekonomi kita menyadari bahwa betul dengan PSBB maka ada dampak."

"Yang pertama adalah bahwa aktivitas sosial ekonomi yang tidak esensial itu kita sementara kita hentikan," kata dia. (TribunWow.com/Mariah Gipty)