TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya blak-blakan mengungkit kembali soal Pilpres 2019 lalu.
Dilansir TribunWow.com, Yunarto Wijaya bahkan membandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Menurut dia, Jokowi lebih baik ketimbang Prabowo untuk menjadi seorang presiden.
Hal itu disampaikan Yunarto Wijaya melalui kanal YouTube Robert Harianto, Jumat (8/5/2020) lalu.
• Bahas Haters Presiden saat Pandemi, Ade Armando: Betapa Kuatnya Pak Jokowi, Jangan Terlalu Sedih
• Dosen UII Diteror, Hendri Satrio Curigai Pengalihan Isu: Lagi-lagi dari Periode Pertama Pak Jokowi
Pada kesempatan itu, mulanya Yunarto kembali menyinggung soal Pemilu 2019 lalu.
"Kalkulasinya sih satu, kalau bicara sekedar idealisme kan karena gue yakin orang itu lebih bagus," kata Yunarto.
"Gue harus akuin sama lah dengan istilah pemilu itu memilih bagaimana menyingkirkan yang terburuk dari kepemimpinan nasional atau kepemimpinan dalam daerah itu."
Lantas, ia pun menyinggung nama Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Selain Jokowi, ia juga menyebut Ahok adalah sosok terbaik sebagai seorang pemimpin.
"Dan kita enggak bicara Ahok orang yang terbaik, Jokowi orang yang terbaik," ujar Yunarto.
"Tapi jujur kalau lo bandingin Jokowi dengan Prabowo menurut gue Jokowi lebih baik."
Tak hanya itu, ia bahkan juga membandingkan Ahok dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
• Wali Kota Risma Beri Sambutan di Perayaan Ulang Tahun Surabaya, Ungkap Pesan dan Harapan untuk Warga
Dari ketiga tokoh itu, Yunarto menilai Ahok lah yang terbaik.
"Ketika lo bicara Anies dengan Agus dengan Ahok, Ahok yang terbaik, as simple as that (sesederhana itu -red)," ucap Yunarto.
"Yang kedua, sebenarnya yang lebih gue lihat juga dalam skema yang lebih besar termasuk mengenai porsi gue sebagai minoritas."
Dalam memilih seorang pemimpin, Yunarto mengaku enggan mendukung sosok yang menjual sentimen ras demi mendapatkan suara publik.
"Simple dong, gue enggak mau misalnya gue bicara kepentingan ego gue sebagai minoritas," ucap dia.
"Ketika kemudian yang berkuasa adalah orang yang menang dengan cara pemilu menjual sentimen ras."
Yunarto melanjutkan, alasannya cukup rasional untuk memilih seorang pemimpin.
"Selain berbahaya buat negara, itu juga berbahaya buat gue dan kalangan-kalangan yang masih distigmakan minoritas, itu kalau bicara egonya ya."
"Menurut gue ini suatu yang sifatnya rasional ketika gue berani mengambil posisi yang cukup tegas di situ," tandasnya.
• Pakar UI Anggap Keputusan Jokowi soal New Normal Bisa Berbahaya: Masyarakat Sakit Siapa yang Kerja?
Simak video berikut ini 1.33:
Kritik Pemerintahan Jokowi
Di sisi lain, sebelumnya Yunarto Wijaya menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini tak malu menampakkan 'wajah' aslinya.
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikan Yunarto Wijaya berkenaan dengan penilaiannya soal 100 hari kerja Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hal itu disampaikan Yunarto Wijaya saat menjadi bintang tamu dalam acara 'Satu Meja' yang diunggah saluran YouTube Kompas TV, Kamis (30/1/2020).
• Ungkit Keberanian Jokowi Ajak Prabowo Subianto Masuk Kabinet, Fahri Hamzah: Luar Biasa Loh
• Luhut Binsar Pandjaitan Bongkar Curhatan Prabowo Subianto tentang Jokowi, Singgung Masalah Korupsi
Sebelum Yunarto Wijaya, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman angkat bicara.
Fadjroel Rachman menyimggung soal koalisi di periode kedua kepemimpinan Jokowi.
Ia menyebut, Jokowi berhak berkoalisi dengan siapapun.
"Ini kan semuanya dalam demokrasi dimungkinkan membuat koalisi dengan pihak siapa saja," ucap Fadjroel Rachman.
"Koalisi besar boleh, koalisi setengah besar boleh."
Lantas, Fadjroel Rachman menyinggung soal keinginan Jokowi membentuk pemerintahan yang memiliki satu tujuan.
"Tapi yang penting adalah semua pihak diajak bersama-sama untuk diajak satu paradigma," ucapnya.
"Kalau tadi disebut bongkar, kami sebenarnya menyebutnya paradigma yang dibangun Pak Jokowi adalah the governing president."
• Jokowi Sindir Ahok yang Tak Hadir saat Putrinya Tampil: Setelah Jadi Komut Kok Enggak Tak Datang
Disebutnya, di periode terakhir kepemimpinan Jokowi ingin meninggalkan jejak yang baik.
Satu di antaranya yakni pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
"The governing president ini akumulasi selama lima tahun bekerja nanti yang akan menjadi legacy dari Pak Jokowi," kata Fadjroel Rachman.
"Tadi salah satu yang disebutkan prioritasnya adalah ibu kota baru."
"Mudah-mudahan semuanya mau pindah ke ibu kota baru ya," sambungnya.
Namun, pernyataan berbeda disampaikan oleh Yunarto Wijaya.
Di 100 hari pemerintahan kedua Jokowi, penilaian Yunarto Wijaya berbeda dengan pendapat masyarakat pada umumnya.
"Saya ingin memulai dengan kesimpulan bahwa kalau ada yang mengatakan ada perubahan dari Jokowi dari periode pertama ke dua, bahkan dari wali kota sampai sekarang," kata Yunarto.
"Saya melihat malah berbeda."
Yunarto Wijaya berpendapat, di periode kedua ini Jokowi sudah tak malu menampakkan 'wajah' aslinya.
"Kesimpulannya adalah Jokowi tidak malu-malu lagi menunjukkan wajah aslinya, identitasnya," ucap Yunarto Wijaya.
"Sebagai apa? Dia menunjukkan identitasnya jelas sebagai penganut teori modernisasi."
"Yang menempatkan proses transformasi ke depan sebagai panglima," sambungnya. (TribunWow.com)